Selasa (09/12/2014) sore, sejumlah warga berdiri di pinggiran Sungai Musi yang mengalir deras di Desa Terusan Lama, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Mereka asik memperhatikan sebuah benda seperti titian tangga panjang yang berada di tengah aliran sungai. Mereka ingin memastikan apakah benda sebagai perangkap ikan yang bernama Lumpatan tersebut sudah dipenuhi ikan.
“Ya, ini tradisi mencari ikan kalau masuk musim penghujan. Tradisi dari jaman nenek moyang dulu,” kata Bahar, warga Desa Terusan Lama, sebuah desa dengan jumlah penduduk sekitar 2.000 jiwa. “Dulu, tradisi ini hanya untuk mencari ikan buat makan. Tapi sekarang selain buat makan, ya dijual. Cari uang,” kata Bahar. Kabupaten Empat Lawang, merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Selatan yang berada di wilayah pegunungan atau tepatnya di kaki Gunung Dempo, gunung berapi aktif yang tingginya mencapai 3.173 meter. Daerah lainnya yakni Pagaralam.
Pada umumnya masyarakat di Kabupaten Empat Lawang yang luasnya mencapai 2.256 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 300 ribu jiwa adalah bertani sayuran dan berkebun karet. Memasang Lumpatan satu-satunya tradisi menangkap ikan di daerah ini selain memancing. Lumpatan terbuat dari bambu dan rotan. Bambu dianyam dengan rotan berupa sangkar berupa tangga yang panjang. “Sebuah lumpatan membutuhkan puluhan hingga seratusan batang bambu. Sebab panjangnya hampir 100 meter, dan kedalaman dapat mencapai puluhan meter,” kata Rozi, Kepala Desa Terusan Lama. Sebuah Lumpatan bukan dimiliki satu keluarga, tapi sekelompok warga. Ini dikarenakan biaya membuat Lumpatan cukup mahal. Sekitar Rp 25 juta per buah. “Jadi membuat Lumpatan dapat dilakukan sekelompok warga dengan cara patungan biayanya,” kata Rozi. “Setiap kelompok itu berkisar 10-15 orang. Di desa ini sekitar 10 Lumpatan yang dipasang di Sungai Musi,” lanjutnya.
Jenis ikan yang biasa didapatkan masyarakat umumnya ikan baung putih dan semah. Tapi yang paling banyak didapatkan ikan semah. Ikan semah dikenal di Sunda sebagai ikan kancra, tambra di Jawa, dan sapan di Kalimantan. Lumpatan biasa dipasang masyarakat saat musim penghujan atau saat Sungai Musi meluap. “Biasanya dalam sebulan bisa 2-3 kali Sungai Musi ini meluap, kadang pula bisa lebih dari itu,” kata Rozi. Mengenai hasil penangkapan, Rozi tidak dapat memastikan jumlahnya, karena tiap kali memanen jumlah yang diperoleh berbeda. Selama November 2014, hasil satu penangkapan sekitar 100 kilogram. “Jumlah ini jauh berkurang. Tahun 2013 lalu, satu kali penangkapan dapat mencapai 500 kilogram,” jelasnya.
Sumber:
http://www.mongabay.co.id/2014/12/11/lumpatan-tradisi-unik-masyarakat-menangkap-ikan-di-kaki-gunung-dempo/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja