Tanah minahasa yang terletak di provinsi Sulawesi utara, dahulu namanya adalah Malesung. Daerahnya terdiri dari pengunungan, perbukitan, dataran tinggi, dan dikelilingi lautan, sehingga disebut Malesung. Orang pertama yang hidup ditanah ini adalah Karema yang adalah seorang Walian (Imam) wanita, kemudian seorang wanita yang bernama Lumimuut, dan seorang pria bernama Toar. Lumimuut dan Toar dipertemukan oleh karema sebagai sepasang suami-istri. Toar dan Lumimuut tinggal dan beranak cucu didaerah yang disebut Wullur-Mahatus, yang terletak didaerah selatan Malesung (Minahasa). Keturunan Toar Lumimuut ini semakin lama semakin bertambah banyak sampai didaerah Watu Nietakan di Wulur Mahatus, sehingga terjadinya pembagian golongan masyarakat dari keturunan Toar Lumimuut yang terdiri dari : golongan Makarua Siou (2 x 9), yang mengatur kegiatan keagamaan dan adat istiadat, yaitu para Walian dan Tonaas, golongan Makatelu Pitu (3 x 7), yaitu golongan Teterusan yang terdiri dari para Waranei (Prajurit) dan pimpinannya, yang mengatur keamanan, dan golongan Pasiowan Telu yang terdiri dari rakyat biasa, petani, dan pemburu. Karena semakin bertambah banyak masyarakat dari keturunan Toar Lumimuut tersebut mereka akhirnya memutuskan untuk kelar berpencar untuk mencari tanah yang baru dan Tumami (membuka tanah bermukim yang baruh).
Ketika mereka terpencar-pencer, mereka menghadapi masalah, seperti tidak bisa berkomunikasi, saling berebut wilayah atau tanah, dan pertikaian antar golongan, karena tidak adanya penentuan dan pengaturan serta cara pembagian yang adil dalam memilih dan menentukan tempat Tumami. Toar dan Lumimuut kemudian menyuruh anak-anaknya dari golongan Makatelu Pitu untuk menghimpun semua penghulu dari ketiga golongan tersebut untuk berkumpul dan menyelesaikan permasalahan yang timbul. Alasan Toar dan Lumimuut memilih golongan Makatelu Pitu karena posisi mereka pada waktu itu adalah netral, sehingga mereka bisa menjadi juru damai dan penengah. Mereka lalu mencari tempat untuk bertemu dan bersama-sama mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi. Akhirnya mereka menemukan sebuah tempat yang terletak di kaki pegunungan Tonderukan. Di tempat itulah kemudian mereka berkumpul mengadakan musyawarah untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Di tempat inilah, tepatnya pada sebuah batu di kaki pegunungan Tonderukan diadakan musyawarah pembagian wilayah dan tanah pencaharian dan pembagian suku yaitu Touwtewoh (Tonsea), Touwsendangan/Touwrikeran (Toulour), Toumayesu, dan Toukinembut/Toukembut/Toupakewa (Tountembuan), dan juga di tempat inilah Tou (Orang) Malesung berikrar untuk bersatu, walaupun hidup berkelompok dan berbeda wilayah, juga bersatu untuk menghalau serangan-serangan dari luar, termasuk tekanan dan serangan dari daerah Bolaang-Mongondow pada waktu itu (Sekitar Abad 15), dan juga bangsa Spanyol (Tasikela atau Kastela) pada tahun 1617 sampai 1645, sehingga muncul perubahan dari "Malesung" menjadi "Maesa" atau "Mina Esa" yang berarti "Menjadi Satu" yang kemudian berkembang menjadi "MINAHASA". Seja itulah kemudian penduduk mulai tersebar keseluruh Minahasa, berkembang menjadi suku dan bahasa : Tonsea, Toumbulu, Tountemboan, Toulour, Tounsawang, kemudian penduduk pendatang dengan nama Bantik, Pasan, dan Panosakan.
Oleh karena itu, batu tempat bermusyawarah atau perundingan yang terletak dibawah kaki pegunungan Tonderukan ini dinamakan sebagai "Watu Pinawetengan" yang artinya "Batu tempat pembagian (Meweteng). Menurut makna tua Minahasa, Pinawetengan juga bermakna sebagai "Janji atau Ikrar/Sumpah yang disepakati bersama (dalam satu perundingan atau musyawarah)". Lokasi ini ditemukan kembali oleh J. G. F. Riedel pada tahun 1881. Dari catatan penelitian Riedel dan Schwarz pada tahun 1862 dan bukti-bukti peninggalan lisan leluhur Minahasa, diperkirakan Watu Pinawetengan berasal dari abad VII masehi. Berdasarkan cerita rakyat Minahasa dahulu, Watu Pinawetengan disebut sebagai "Watu Rerumeran ne Empung" atau batu tempat berunding para leluhu, dimana para pemimpin sub-etnis Tou Malesung berkumpul dan kemudian berikrar untuk menjadi satu sebagai Tou (Orang) MInahasa (sebuah kata yang berarti "Mina" (Menjadi), dan "Esa" (Satu), dan kemudian menjadi MINAHASA)
Sumber : https://p4mriunima.wordpress.com/cerita-rakyat/legenda-watu-pinawetengan/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.