Alkisah, dijaman kerajaan dulu kala, ada sebuah peperangan antara Kerajaan Pajang dengan Mataram. Gara-gara peperangan itu, membuat R. Sudjono Puro, R. Atas Aji dan Dewi Sukarsih yang merupakan bangsawan Mataram itu, melarikan diri dan bersembunyi wilayah Negeri Atas Angin itu. Demikian disampaikan Kepala Desa Bobol Harinto kepada rakyatindependen.co.id Sabtu, (23/1/2016).
Dalam pelarian itiu, ketiganya bertapa di Goa yang dijuluki Goa Wathu telo, yang lokasinya berada dibalik Bukit Cinta. Dalam persembunyianya itu, akhirnya R. Atas Aji menjalin cinta dengan Dewi Sukarsih. Keduanya bertemu di Bukit Cinta itu untuk mengikat janji untuk saling setia dan mencintai sehidup-semati.
“Kisah cinta antara R. Atas Aji dengan Dewi Sukarsih yang diikat di Bukit Cinta itu, akhirnya menjadi cinta yang abadi hingga ajal menjemput mereka berdua. Makanya, Bukit itu itu kami napak tilas legenda itu, agar hubungan kasih sayang sepasang muda-mudi itu, bisa diikat di atas bukit cinta sehingga cintanya bisa abadi seperti cintanya R. Atas Aji dengan Dewi Sukarsih ,” kata Harminto menjlentrehkan.
Dalam legenda itu, Sujono Puro diabadikan sebagai nama Dusun Jonopuro yang masuk wilayah Desa Deling dan Dewi Sukarsih namanya dipakai nama Desa Sekar dan R. Atas Aji dipakai nama Kawasan Negeri Atas Angin.
Masih menurut Harinto, nenek moyang wilayah Madiun dan Bojonegoro dulu selalu bermusuhan alias berseteru. Akan tetapi, nenek moyang di jamannya R. Atas Aji dan Dewi Sukarsih menyatakan, jika suatu saat nanti, antara warga Madiun dengan warga Bojonegoro akan rukun dan damai dengan dipertemukan mereka di Gunung Kendeng.
“Apakah, cerita nenek moyang itu terbukti dengan adanya Kawasan Wisata Negeri Atas Angin itu, karena pengunjung Negeri Atas Angin itum tidak hanya warga Bojonegoro saja, akan tetapi juga banyak pengunjung yang berasal dari Kabupaten Ngawi, Nganjuk dan Madiun,” ujarnya.
Harminto menambahkan, setelah penataan di Kawasan wisata ini bagus, mereka akan melakukan pengembangan pada Wisata Goa Wathu Telo yang letaknya berada sekitar 200 meter ke arah barat daya.
“Diduga di Goa itulah R. Atas Aji, R. Sujono Puro dan Dewi Sukarsih bersembunyi dan bertapa. Kalau dilihat dari luar, mulut goa cukup kecil tapi di dalamnya cukup luas yang diperkirakan mampu menampung pengunjung sekitar 300 orang saja muat. Kami sudah pernah masuk ke goa itu dan di dalam Goa itu ditemukan alat-alat masak tempo dulu berupa gerabah. Ini jadi bukti sejarah bahwa goa itu dulunya betul-betul jadi pertapaan ketiga bangsawan Mataram itu, sehingga ke depan akan kita kembangkan Goa Wathu Telo itu sebagai tempat wisata yang akan semakin menambah semaraknya pengunjung di Negeri Atas Angin,” pungkasnya.
Perlu diketahui, Pengembangan Kawasan Negeri Atas dilaksanakan oleh KUB (Kelompok Usaha Bersama) yang beranggotakan kepala desa di 6 (enam) desa yakni, Kades Deling Didik Prioman, Kades Miyono Parit, Kades Bobol Harinto, Kades Bareng Suprapto, Kades Klino Maryono, Kades Sekar Suyono. Selain itu, ada dukungan dari Amir Syahid (Kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata) Bojonegoro dan dr Andik Sujatmika (Kepala Puskesmas Sekar) sebagai Pembina. Sedangkan, Andik Sudjarwo (Kepala Pelaksana BPBD Bojonegoro) sebagai penasehat.
Sumber: http://rakyatindependen.co.id/legenda-negeri-atas-angin-hingga-adanya-bukit-cinta/
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang