Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Maluku Utara Maluku Utara
Legenda Danau Tolire Gam Jaha
- 27 November 2018

Danau Tolire Temate sarat dengan legenda dan punya keunikan tersendiri. Salah satu keunikan yang tercipta di alam Temate yakni danau Tolire yang biasa disebut tolire gam jaha yang berarti 'lubang kampung tenggelam'. Disebut gam jaha karena menurut legenda, danau Tolire pada ratusan tahun silam berdiri kerajaan Temate adalah sebuah perkampungan. Panaroma indah yang tersaji di kawasan danau tolire, membuat danau ini menjadi salah satu jualan wisata di kota Temate. Hamparan pepohonan kelapa yang terdapat di sisi kiri danau. Di depan gunung Gamalama, berdiri dengan kokohnya, sementara di sisi kanan hamparan tanaman jati emas dan pepohonan jambulang (buah khas Temate) di depannya. Di sisi barat, atau di belakang saat menghadap danau, deretan pohon kelapa dan luasnya laut, ketika menjelang sore hari, pemandangan indah tersendiri muncul menghiasi danau tolire gam jaha. Namun ada sebagian wisatawan yang datang di danau tolire ini bukan untuk menikmati pemandangan indah danau, tetapi mereka datang menikmati sejuta misteri yang tersimpan di danau tersebut. Di sebut gam jaha karena menurut legenda, dana to lire pada ratusan tahun silam berdiri kerajaan Temate.

Dari cerita warga setempat yang masih dipercaya hingga kini, bahwa pada awalnya Tolire merupakan sebuah kampung besar yang dipenuhi dengan sejumlah warga yang cukup banyak, dan mereka diatur dengan adat-istiadat yang sangat kokoh. Kehidupan masyarakat pada masa itu sangat sejahtera. Pada waktu itu di malam hari mereka adakan acara tari (pesta) yakni salai, inilah kehidupan masyarakat tolire gam jaha. Namun di balik kesejahteraan tersebut, ada ketaburan yang menimpah kampung ini. Hanya karena kelalaian hasrat sehingga kampung dan masyarakat menjadi korban.

Alkisahnya, pada waktu itu acara ritual yakni tarian yang diringi dengan irama biola. Acara itu, dimeriahkan oleh tokoh adat, tokoh masayarakat serta masyarakat yang menjujunjung tinggi adat yang diatur. Irama biola di lakoni oleh seorang bapak. acara pesta berkepanjangan hingga ralut malam. Tiba-tiba ada suara ayam yang berkotek atau memberi tanda kepada masayarakat yang berpesta bahwa "kukuruku .... Tolire magamjahe". Namun hal itu, tidak ditafsirkan oleh masyarakat. Mereka anggap suara ayam tersebut adalah hal biasa ketika di malam hari dia memberi peringatan kepada alam bahwa hari esok telah tiba. Akan tetapi, di balik berkotek ayam itu, ada menyimpan sejuta rahasia yang akan memusnakan masyarakat Tolire pada saat itu. Jadi, dua hari kemudian sekitar pukul 03.00 dini hari, tiba-tiba runtuhnya tanah dan menyebabkan tenggelamnya kampung tolire. Ada yang meminta tolong, ada pula yang pergi menyelamatkan diri. Namun kuasa tuhan metakdirkan lain, sesuai dengan ulah perbuatan manusia. Yaitu, "Seorang ayah menggauli anak kandungnya sendiri hingga berbadan dua."

Saat kampung Tolire tenggelam dan akan menjadi danau, Ayah ini pergi menyelamatkan diri menuju ke arah laut. Namun, langkah keselamatannya dibungkam pecahan tanah danau menjadi danau kecil. Tolire kecil 'tolire ace' nama dari danau tersebut. Sementara itu, anak gadisnya pergi menyelamatkan diri ke arah Selatan, dania turun mengungsi ke sebuah kampung yakni Ngade. Di kampung itu, ada sebuah rumah dan kebun yang dijaga oleh seorang bapak yang bemama Laguna. Laguna berasal dari daerah di luar Temate. Namun, karena perbuatannya telah mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah, ia dikutuk dan ditenggelamkan menjadi danau penguasa alam semesta bersama dengan bapak Laguna dan kebun yang dibangunnya. Nama dari danau laguna ini, diambil melalui sebuah nama dari seorang bapak yang hidup berkebun di kampung Ngade, yaitu "Laguna".

Tolire berada di bawah kaki gunung gamalama. Di sisi kanan danau, tidak jauh di bagian Selatan terdapat sebuah danau kecil yang diberi nama tolire kecil (ici). Jarak antara kedua danau itu sekitar 200 meter. Dari kedua danau tersebut, yang sering dikunjungi adalah Tolire Besar (lamo). Tolire Besar mencerminkan figur kampung To lire dan T olire Kecil mencerminkan ayahnya. Danau yang memiliki keunikan adalah danau Tolire Besar. Danau ini menyerupai Loyang raksasa. Dari pinggir atas hingga ke permukaan air danau. Kedalaman air danau tolire sekitar 50 meter, luasnya sekitar 5 hektar. Danau Tolire Besar berair tawar dan terdapat banyak ikan. Namun, masyarakt tidak ada yang berani menangkap ikan a tau mandi di danau itu karena mereka meyakini bahwa danau yang aimya berwama coklat kekuningkuningan itu, dihuni banyak buaya siluman. Buaya-buaya siluman ini sering terlihat berenang di tengah danau. Warnanya putih dan panjangnya sekitar 10 meter. Tidak semua orang bisa melihat buaya siluman itu. Hanya mereka yang beruntung yang bisa melihatnya. Menurut masyarakat setempat, kalau berhati bersih baru berpeluang melihat buaya siluman di danau itu. Ada cerita juga, dulu ada seorang wisatawan turun mandi ke danau tersebut dan setelah berenang beberapa menit, ia langsung menghilang. Diduga wisatawan itu dimangsa siluman. Misteri lainnya yang belum terkuak yakni soal kedalaman danau tersebut, yang konon tidak terbatas. Memang sampai saat ini tidak ada tinjaun secara ilmiah tentang dalarnnya danau Tolire. Dari cerita warga kedalaman danau tolire berkilo-kilo meter dan berhubungan langsung dengan laut. Pernah ada yang mencoba mengukur tetapi tidak berhasil mencapai dasamya. Namanya legenda tentunya menyimpan sejuta misteri. Keunikan dan rnisteri danau ini selain keindahan panaromanya adalah kalau melempar sesuatu ke danau. Dari kepercayaan warga berdasarkan cerita turun-temurun, benda yang dilempar ke danau tidak akan pernah menyentuh perrnukaan air danau karena bertahann oleh kekuatan gaib dari dasar danau. Kekuatan gaib itu diyakini datang dari buaya siluman yang ada di danau terse but. Betapa kuatnya mel em par menggunakan batu a tau benda lainya, tidak akan pemah mencapai air danau yang letaknya kurang lebih setinggi 50 meter di bawah tempat berdiri.

Padahal saat melempar dari pinggir atas danau, air danau terlihat berada di bawah kaki si pelempar. Bagi yang pertama mengunjugi ke danau itu, pasti tidak akan percaya dan menganggap itu mustahil. Mereka lalu mencoba melempar setelah membeli batu yang ban yak dijual dipinggir danau seharga Rp2.000,00 ( dua ribu) rupiah untuk 5 (lima) biji batu. Setelah itu, dapat dipastikan mereka dibuat terkejut karena tak seorang pun yang lemparannnya dapat menyentuh permukaan air danau. Seperti ada daya gravitasi yang sangat kuat yang berasal dari dasar danau. Yang mengakibatkan apapun yang dilempar di danau, tidak akan membuat air di permukaan danau bergaming sedikitpun. Entah mengapa benda yang dilemparkan ke danau tiba-tiba lenyap secara misterius. Sejauh ini belum ada instansi atau pihak tertentu yang melalukan penyelidikan secara khusus atas kebenaran pengakuan masyarakat itu. Namun, beberapa waktu lalu ada seorang anggota brimob menggunakan sonar mendeteksi benda-benda di dasar danau. Dari sonar itu terungkap adanya benda-benda logam di dasar danau. Kalau dikaitkan, benda-benda logam tersebut, adalah harta masyarakat Temate dulu yang dibuang ke danau saat Portogis menjajah Temate. Penduduk setempat yakni Tolire Besar banyak menyimpan harta karun milik Kesultanan Temate yang disembunyikan ketika Portugis menjajah Temate pada abad ke-15. Masyarakat Temate saat itu banyak membuang (ke danau) harta berharganya, agar tdak dirampas. Cerita ini sering dianggap hanya sebagai legenda yang sulit diterima oleh masyarakat modem sekarang. Akan tetapi, warga terutama orang tua sangat mempercayainya.

 

sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/3043/1/Kisah%20Boki%20Dehegila%20Antalogi%20Cerita%20Rakyat%20Maluku%20Utara%202011.pdf

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Ginonjing
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Tengah

Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline