Danau Tolire Temate sarat dengan legenda dan punya keunikan tersendiri. Salah satu keunikan yang tercipta di alam Temate yakni danau Tolire yang biasa disebut tolire gam jaha yang berarti 'lubang kampung tenggelam'. Disebut gam jaha karena menurut legenda, danau Tolire pada ratusan tahun silam berdiri kerajaan Temate adalah sebuah perkampungan. Panaroma indah yang tersaji di kawasan danau tolire, membuat danau ini menjadi salah satu jualan wisata di kota Temate. Hamparan pepohonan kelapa yang terdapat di sisi kiri danau. Di depan gunung Gamalama, berdiri dengan kokohnya, sementara di sisi kanan hamparan tanaman jati emas dan pepohonan jambulang (buah khas Temate) di depannya. Di sisi barat, atau di belakang saat menghadap danau, deretan pohon kelapa dan luasnya laut, ketika menjelang sore hari, pemandangan indah tersendiri muncul menghiasi danau tolire gam jaha. Namun ada sebagian wisatawan yang datang di danau tolire ini bukan untuk menikmati pemandangan indah danau, tetapi mereka datang menikmati sejuta misteri yang tersimpan di danau tersebut. Di sebut gam jaha karena menurut legenda, dana to lire pada ratusan tahun silam berdiri kerajaan Temate.
Dari cerita warga setempat yang masih dipercaya hingga kini, bahwa pada awalnya Tolire merupakan sebuah kampung besar yang dipenuhi dengan sejumlah warga yang cukup banyak, dan mereka diatur dengan adat-istiadat yang sangat kokoh. Kehidupan masyarakat pada masa itu sangat sejahtera. Pada waktu itu di malam hari mereka adakan acara tari (pesta) yakni salai, inilah kehidupan masyarakat tolire gam jaha. Namun di balik kesejahteraan tersebut, ada ketaburan yang menimpah kampung ini. Hanya karena kelalaian hasrat sehingga kampung dan masyarakat menjadi korban.
Alkisahnya, pada waktu itu acara ritual yakni tarian yang diringi dengan irama biola. Acara itu, dimeriahkan oleh tokoh adat, tokoh masayarakat serta masyarakat yang menjujunjung tinggi adat yang diatur. Irama biola di lakoni oleh seorang bapak. acara pesta berkepanjangan hingga ralut malam. Tiba-tiba ada suara ayam yang berkotek atau memberi tanda kepada masayarakat yang berpesta bahwa "kukuruku .... Tolire magamjahe". Namun hal itu, tidak ditafsirkan oleh masyarakat. Mereka anggap suara ayam tersebut adalah hal biasa ketika di malam hari dia memberi peringatan kepada alam bahwa hari esok telah tiba. Akan tetapi, di balik berkotek ayam itu, ada menyimpan sejuta rahasia yang akan memusnakan masyarakat Tolire pada saat itu. Jadi, dua hari kemudian sekitar pukul 03.00 dini hari, tiba-tiba runtuhnya tanah dan menyebabkan tenggelamnya kampung tolire. Ada yang meminta tolong, ada pula yang pergi menyelamatkan diri. Namun kuasa tuhan metakdirkan lain, sesuai dengan ulah perbuatan manusia. Yaitu, "Seorang ayah menggauli anak kandungnya sendiri hingga berbadan dua."
Saat kampung Tolire tenggelam dan akan menjadi danau, Ayah ini pergi menyelamatkan diri menuju ke arah laut. Namun, langkah keselamatannya dibungkam pecahan tanah danau menjadi danau kecil. Tolire kecil 'tolire ace' nama dari danau tersebut. Sementara itu, anak gadisnya pergi menyelamatkan diri ke arah Selatan, dania turun mengungsi ke sebuah kampung yakni Ngade. Di kampung itu, ada sebuah rumah dan kebun yang dijaga oleh seorang bapak yang bemama Laguna. Laguna berasal dari daerah di luar Temate. Namun, karena perbuatannya telah mengorbankan orang-orang yang tidak bersalah, ia dikutuk dan ditenggelamkan menjadi danau penguasa alam semesta bersama dengan bapak Laguna dan kebun yang dibangunnya. Nama dari danau laguna ini, diambil melalui sebuah nama dari seorang bapak yang hidup berkebun di kampung Ngade, yaitu "Laguna".
Tolire berada di bawah kaki gunung gamalama. Di sisi kanan danau, tidak jauh di bagian Selatan terdapat sebuah danau kecil yang diberi nama tolire kecil (ici). Jarak antara kedua danau itu sekitar 200 meter. Dari kedua danau tersebut, yang sering dikunjungi adalah Tolire Besar (lamo). Tolire Besar mencerminkan figur kampung To lire dan T olire Kecil mencerminkan ayahnya. Danau yang memiliki keunikan adalah danau Tolire Besar. Danau ini menyerupai Loyang raksasa. Dari pinggir atas hingga ke permukaan air danau. Kedalaman air danau tolire sekitar 50 meter, luasnya sekitar 5 hektar. Danau Tolire Besar berair tawar dan terdapat banyak ikan. Namun, masyarakt tidak ada yang berani menangkap ikan a tau mandi di danau itu karena mereka meyakini bahwa danau yang aimya berwama coklat kekuningkuningan itu, dihuni banyak buaya siluman. Buaya-buaya siluman ini sering terlihat berenang di tengah danau. Warnanya putih dan panjangnya sekitar 10 meter. Tidak semua orang bisa melihat buaya siluman itu. Hanya mereka yang beruntung yang bisa melihatnya. Menurut masyarakat setempat, kalau berhati bersih baru berpeluang melihat buaya siluman di danau itu. Ada cerita juga, dulu ada seorang wisatawan turun mandi ke danau tersebut dan setelah berenang beberapa menit, ia langsung menghilang. Diduga wisatawan itu dimangsa siluman. Misteri lainnya yang belum terkuak yakni soal kedalaman danau tersebut, yang konon tidak terbatas. Memang sampai saat ini tidak ada tinjaun secara ilmiah tentang dalarnnya danau Tolire. Dari cerita warga kedalaman danau tolire berkilo-kilo meter dan berhubungan langsung dengan laut. Pernah ada yang mencoba mengukur tetapi tidak berhasil mencapai dasamya. Namanya legenda tentunya menyimpan sejuta misteri. Keunikan dan rnisteri danau ini selain keindahan panaromanya adalah kalau melempar sesuatu ke danau. Dari kepercayaan warga berdasarkan cerita turun-temurun, benda yang dilempar ke danau tidak akan pernah menyentuh perrnukaan air danau karena bertahann oleh kekuatan gaib dari dasar danau. Kekuatan gaib itu diyakini datang dari buaya siluman yang ada di danau terse but. Betapa kuatnya mel em par menggunakan batu a tau benda lainya, tidak akan pemah mencapai air danau yang letaknya kurang lebih setinggi 50 meter di bawah tempat berdiri.
Padahal saat melempar dari pinggir atas danau, air danau terlihat berada di bawah kaki si pelempar. Bagi yang pertama mengunjugi ke danau itu, pasti tidak akan percaya dan menganggap itu mustahil. Mereka lalu mencoba melempar setelah membeli batu yang ban yak dijual dipinggir danau seharga Rp2.000,00 ( dua ribu) rupiah untuk 5 (lima) biji batu. Setelah itu, dapat dipastikan mereka dibuat terkejut karena tak seorang pun yang lemparannnya dapat menyentuh permukaan air danau. Seperti ada daya gravitasi yang sangat kuat yang berasal dari dasar danau. Yang mengakibatkan apapun yang dilempar di danau, tidak akan membuat air di permukaan danau bergaming sedikitpun. Entah mengapa benda yang dilemparkan ke danau tiba-tiba lenyap secara misterius. Sejauh ini belum ada instansi atau pihak tertentu yang melalukan penyelidikan secara khusus atas kebenaran pengakuan masyarakat itu. Namun, beberapa waktu lalu ada seorang anggota brimob menggunakan sonar mendeteksi benda-benda di dasar danau. Dari sonar itu terungkap adanya benda-benda logam di dasar danau. Kalau dikaitkan, benda-benda logam tersebut, adalah harta masyarakat Temate dulu yang dibuang ke danau saat Portogis menjajah Temate. Penduduk setempat yakni Tolire Besar banyak menyimpan harta karun milik Kesultanan Temate yang disembunyikan ketika Portugis menjajah Temate pada abad ke-15. Masyarakat Temate saat itu banyak membuang (ke danau) harta berharganya, agar tdak dirampas. Cerita ini sering dianggap hanya sebagai legenda yang sulit diterima oleh masyarakat modem sekarang. Akan tetapi, warga terutama orang tua sangat mempercayainya.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja