Alat Musik
Alat Musik
Cerita Rakyat Sulawesi Tengah Donggala
Legenda Asal Usul Pohon Sagu dan Palem
- 17 Mei 2018

Pohon sagu dan palem merupakan jenis tanaman dataran rendah tropik yang banyak ditemukan tumbuh liar di kawasan hutan Dolo, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, asal usul kedua jenis pohon ini berasal dari tubuh manusia atau penjelmaan manusia. Hal ini dikisahkan dalam sebuah legenda yang hingga kini masih dipercayai kebenarannya oleh masyarakat setempat. Bagaimana manusia dapat menjelma menjadi pohon sagu dan palem? Ikuti kisahnya dalam cerita Asal Usul Pohon Sagu dan Palem berikut ini!

* * *

Alkisah, di daerah Donggala, Sulawesi Tengah, hidup sepasang suami-istri bersama seorang anak lelakinya. Mereka tinggal di sebuah rumah tua yang terletak di pinggir hutan Dolo. Hidup mereka sangat miskin. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka mencari buah-buahan dan hasil hutan lainnya yang tersedia di sekitar mereka.

Semakin lama sang Suami pun merasa bosan hidup dengan keadaan seperti itu. Akhirnya, timbullah niatnya ingin membuka lahan perkebunan yang akan ditanami dengan berbagai jenis tanaman palawija dan sayur-sayuran. Suatu hari, ia pun menyampaikan niat baiknya tersebut kepada istrinya.

“Dik! Bagaimana kalau kita berkebun saja? Aku sudah bosan hidup seperti ini terus,” ungkap sang Suami.

Alangkah senang hati sang Istri mendengar rencana suaminya. Ia merasa bahwa suaminya akan berubah untuk tidak bermalas-malasan bekerja.

“Bang, kita mau berkebun di mana? Bukankah kita tidak mempunyai lahan untuk berkebun?” tanya sang Istri.

“Tenang, Dik! Besok Abang akan membuka hutan untuk dijadikan lahan perkebunan,” jawab sang Suami.

“Baiklah kalau begitu, aku setuju,” kata sang Istri.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali sang Suami berangkat ke hutan Dolo. Setelah beberapa lama menyusuri hutan, ia pun menemukan tempat yang cocok untuk dijadikan lahan perkebunan. Sementara itu, sang Istri bersama anaknya menunggu di rumah sambil menyiangi rerumputan yang tumbuh di pekarangan rumah agar ular tidak mengganggu mereka.

Menjelang sore hari, sang Suami pulang dari hutan sambil membawa buah-buahan untuk persiapan makan malam mereka. Istrinya pun menyambutnya dengan penuh harapan. Usai menyuguhkan minuman, sang Istri bertanya kepada suaminya.

“Bang, bagaimana hasilnya? Apakah Abang sudah menemukan tempat yang cocok untuk dijadikan lahan perkebunan?”

“Iya, Dik! Abang sudah menemukan sebidang tanah yang subur,” jawab sang Suami.

Mendengar jawaban suaminya, sang Istri merasa gembira. Ia berharap dengan adanya pekerjaan baru tersebut kehidupan keluarga mereka akan menjadi lebih baik suatu hari kelak.

“O iya, Bang! Kalau Adik boleh tahu, di mana letak lahan itu?” sang Istri kembali bertanya.

“Letaknya tidak jauh dari rumah kita,” jawab sang Suami.

“Syukurlah kalau begitu, Bang! Kita tidak perlu berjalan jauh untuk mencapainya. Lalu, kapan Abang akan memulai membuka lahan?” tanya sang Istri.

“Kalau tidak ada aral melintang, besok Abang akan memulainya,” jawab sang Suami dengan penuh keyakinan.

Beberapa saat kemudian, hari sudah mulai gelap. Sang Istri pun menyiapkan makan malam seadanya. Usai makan malam, keluarga miskin tersebut beristirahat setelah hampir seharian bekerja.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali sang Suami berangkat ke hutan sambil membawa parang dan cangkul. Sesampainya di tempat yang akan dijadikan lahan perkebunan, tiba-tiba muncul sifat malasnya. Ia bukannya membabat hutan, melainkan duduk termenung sambil memerhatikan pepohanan yang tumbuh besar dan hijau di hadapannya. Sementara itu, istri dan anaknya sedang menunggu di rumah dengan penuh harapan. Sang Istri mengharapkan agar suaminya segera membuka lahan perkebunan.

“Anakku! Jika Ayahmu telah selesai membuka lahan perkebunan, kita bisa membantunya menanam sayur-sayuran dan umbi-umbian di kebun,” ujar sang Ibu kepada anaknya.

“Bolehkah aku ikut membantu, Ibu?” tanya anaknya.

“Tentu, Anakku! Ayahmu pasti sangat senang jika kamu juga ikut membantunya,” jawab sang Ibu sambil tersenyum.

Menjelang sore hari, sang Suami pulang dari hutan. Ia pun disambut oleh istrinya dengan suguhan air minum. Setelah suaminya selesai minum dan rasa capeknya hilang, sang Istri pun kembali menanyakan tentang hasil pekerjaannya hari itu.

“Bagaimana hasilnya hari ini, Bang?”

“Belum selesai, Dik!” jawab sang Suami.

Keesokan harinya, sang Suami kembali ke hutan. Setiba di sana, ia pun kembali hanya duduk termenung. Begitulah pekerjaannya setiap hari. Begitupula jika ditanyai oleh istrinya tentang hasil pekerjaannya, ia selalu menjawab “belum selesai”.

Oleh karena penasaran ingin melihat hasil pekerjaan suaminya, suatu siang sang Istri menyusulnya ke hutan tempatnya bekerja. Sesampainya di tempat itu, ia mendapati suaminya duduk termenung sambil bersandar di bawah sebuah pohon. Alangkah kecewanya sang Istri, karena lahan perkebunan yang diharapkannya tidak terwujud.

“Bang! Mana lahan perkebunan itu?” tanya sang Istri.

Mendengar pertanyaan istrinya itu, sang Suami bukannya menjawabnya. Akan tetapi, ia segera bangkit dari tempat duduknya, kemudian langsung pulang dengan perasaan marah. Rupanya, ia merasa tersinggung karena istrinya menyusul ke hutan. Mengetahui suaminya marah, sang Istri pun mengikutinya dari belakang.

Sesampai di rumah, kemarahan sang Suami semakin memuncak. Ia melampiaskan kemarahannya dengan membanting barang-barang yang ada di dalam rumahnya. Sang Istri yang tidak menerima kelakuan suaminya itu langsung berlari menuju ke hutan sambil menangis. Sesampainya di tengah hutan, ia langsung menceburkan diri ke dalam sebuah telaga.

Sementara itu, sang Suami yang baru menyadari akibat dari kelakuannya segera mengajak anaknya untuk menyusul istrinya ke tengah hutan.

“Ayo Anakku, kita susul Ibumu ke hutan!” ajak sang Ayah sambil menarik tangan anaknya.

“Baik, Ayah!” jawab anaknya.

Sesampainya di tengah hutan, tidak jauh dari hadapan mereka terlihatlah sang Istri berada di tengah telaga. Tubuhnya sedikit demi sedikit menjelma menjadi pohon sagu. Melihat peristiwa itu, ayah dan anak itu pun segera berlari mendekati telaga.

“Maafkan aku, Dik! Kembalilah!” teriak sang Suami.

“Ibu…, Ibu…. Aku ikut!” teriak anaknya sambil menangis.

“Kamu di sini saja, Anakku! Tidak usah ikut ibumu, sebentar lagi dia kembali,” bujuk sang Ayah.

“Tidak Ayah! Aku mau ikut Ibu,” kata anaknya meronta-ronta.

Sang Ayah terus berusaha membujuk anaknya agar berhenti menangis. Namun, sang Anak tetap menangis dan bersikeras ingin ikut ibunya. Saat sang Ayah lengah, si anak pun berlari dan terjun masuk ke dalam telaga. Maka seketika itu pula, ia menjelma menjadi sebatang pohon sagu seperti ibunya.

Setelah melihat peristiwa itu, barulah sang Suami sadar dan menyesali semua perbuatannya.

“Maafkan aku, Istriku! Maafkan aku, Anakku! Aku sangat menyesal atas semua perbuatanku kepada kalian,” ucapnya sambil menangis berderai air mata.

Berulang kali sang Suami meminta maaf kepada istri maupun kepada anaknya. Namun, apa hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur. Menyesal kemudian tiadalah guna. Istri dan anaknya telah menjelma menjadi pohon sagu. Ia pun tidak ingin hidup sendirian tanpa istri dan anaknya. Akhirnya, ia pun ikut terjun ke dalam telaga itu. Ketika itu pula ia pun menjelma menjadi sebatang pohon palem.

* * *

Demikian cerita Asal Usul Pohon Sagu dan Palem dari daerah Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia. Cerita di atas termasuk ke dalam kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu akibat buruk sifat malas bekerja dan sifat kasar langgar.

Pertama, akibat buruk dari sifat malas bekerja. Sifat ini ditunjukkan oleh sikap dan perilaku sang Suami yang suka menunda-nunda melakukan pekerjaannya. Akibatnya, dia dan keluarganya senantiasa hidup miskin. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:

berkayuh berat pengayuh,

berladang berat parang

 

bekerja mengeluh,

makan berpeluh

Kedua, akibat buruk sifat kasar langgar. Sifat ini tercermin pula pada sikap dan perilaku sang Suami yang berlaku kasar terhadap istrinya. Akibat perbuatannya tersebut, istri dan anaknya bahkan dirinya sendiri menjelma menjadi pohon sagu dan palem. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:

apa tanda kasar langgar,

lidah tajam mulut pun kasar

 

binasa diri kasar langgar,

binasa badan kurang ajar

 

Sumber: https://histori.id/legenda-asal-usul-pohon-sagu-dan-palem/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline