Konon, ketika Raden Pandan Arang mengadakan pertemuan dengan para santri dan abdi dalem, Raden Pandan Arang atas saran para pengikutnya, berkeinginan melakukan perjalanan ke wilayah selatan Semarang.
Dengan berbekal secukupnya, Raden Pandan Arang dengan tidak kurang dari lima puluh orang santri dan abdi dalem berjalan ke arah selatan. Karena medan yang mereka tempuh naik turun gunung atau perbukitan, perjalanan mereka tidak selancar ketika melakukan perjalanan ke arah barat. Namun, mereka semua bergembira dan tidak nampak keletihan.
Mereka semua terhibur oleh indahnya panorama alam yang mereka saksikan. Dari salah satu bukit yang mereka lalui, tampak di kejauhan Laut Jawa yang membiru. Pemandangan seperti itu belum pernah mereka saksikan dalam perjalanan mereka sebelumnya.
Mengetahui kegembiraan dari para pengikutnya, Raden Pandan Arang berpesan, ” Betul. Saya pun merasakan demikian. Ternyata, alangkah indahnya wilayah kita. Oleh karena itu, jagalah semua itu. Jangan saudara2 cemari dengan perbuatan2 yang tidak terpuji. Misalnya, menebangi pohon. Laut yang membiru seperti itu jangan dicemari sampah2 di tepinya atau sungai yang mengarah ke sana.”
Tidak berapa jauh dari tempat Raden Pandan Arang dan para pengikutnya beristirahat, ada sebuah perkampungan yang sudah cukup banyak paneduduknya. Kehidupan mereka amat rukun. Dari sisi ekonomi, dapat dikatakan mereka tidak pernah kekurangan. Tanah di daerah itu amat subur. Segala janis tanaman dapat hidup. Mereka sebagian besar hidup dari bertani.
Di wilayah itu terdapat sembilan mata air, yang oleh penduduk setempat dikenal dengan istilah “tuk sanga“. Tuk adalah bahasa Jawa yang artinya “mata air”; sedangkan sanga artinya “sembilan”. Semula keberadaan ke sembilan mata air tersebut tidak menjadi masalah. Bahkan sangat menguntungkan bagi penduduk setempat, apalagi air yang keluar dari ke sembilan mata air tersebut sangat jernih. Oleh penduduk, air tersebut tidak hanya dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci serta memasak, melainkan juga untuk mengairi tanam-tanaman mereka.
Akan tetapi, dua tiga bulan terakhir, keberadaan tuk sanga tersebut menimbulkan masalah bagi penduduk. Masalahnya, air yang keluar dari ke sembilan mata air itu amatlah banyak. Akibatnya air menggenang di berbagai tempat. Bahkan kemudian terbentuklah sebuah danau yang semakin lama semakin besar.
Penduduk pun dengan bergotong royong berusaha menutup lubang – lubang mata air itu, tetapi selalu gagal. Tanah, bahkan batu – batu yang besar yang mereka gunakan untuk menutup mata air-mata air itu selalu saja tenggelam. Masyarakat menjadi panik dibuatnya.
Pada saat masyarakat setempat hampir putus asa itu, munculah Raden Pandan Arang beserta rombongannya. Sesaat Raden Pandan Arang mengambil air wudhu. Setelah itu beliau menggelar sajadah dan sholat. Setelah sholat beliau berdo’a lama sekali. Setelah selesai berdo’a, beliau berkata :
“Saudara-saudara, sepeninggal kami dari desa ini, insya Allah mata air-mata air itu akan segera tidak mengeluarkan air lagi. Cuma satu yang tersisa. Itu masih saudara-saudara perlukan untuk kehidupan sehari-hari. Pesan saya, jagalah kebersihan mata air tersebut, kedua, berilah nama desa ini Tambalang”
“Titah Raden akan kami laksanakan. Akan tetapi, kalau boleh kami tahu, apa arti Tambalang tersebut paduka?” tanya salah seorang penduduk. “Tembalang itu berasal dari kata tambal dan hilang. Bukankah saudara-saudara berkali-kali menambal lubang-lubang mata air-mata air tadi, tetapi selalu hilang bukan?”.
Raden Pandan Arang beserta rombongan segera meninggalkan tempat itu. Keajaiban pun terjadi. Bersamaan dengan kepergian beliau dari tempat itu, sedikit demi sedikit air yang keluar dari mata air – mata air itu pun semakin mengecil. Akhirnya berhenti sama sekali, bertepatan dengan hilangnya Raden Pandan Arang beserta rombongan dari pandangan mata para penduduk. Tingal sebuah mata air yang masih mengeluarkan air seperti yang dikatakan Raden Pandan Arang. Itu pun dengan aliran yang tak seberapa besar.
Sejak itu, daerah atau desa itu dikenal orang dengan nama Tambalang. Lama kelamaan orang menyebutnya Tembalang, sekarang, daerah ini menjadi semakin dikenal dan ramai karena terdapat kampus Universitas Diponegoro.
Sumber: http://semarangkota.com/10/legenda-asal-mula-nama-tembalang/
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang