Ladu Ketan khas Malangbong dibuat pertama kali sekitar tahun 1930-an oleh seorang Ibu rumah tangga yang bernama Musti'ah atau biasa dipanggil Ma'lah. Beliau adalah Istri dari Muhammad Hanafi, seorang pegawai KUA Kecamatan Malangbong pada saat itu. Tetangga dan warga masyarakat sering memanggil pasutri ini dengan julukan Bu atau Bapak Khalifah.
Ma'lah alias Ibu Musti'ah adalah sosok perempuan yang angat rajin dan trampil membuat berbagai makanan olahan rumahan. Sebut saja makanan-makanan seperti noga suuk, kue satu dari tepung ketan, manisan kalua jeruk, teng-teng ketan dan makanan-makanan lainnya, bisa dengan terampil dibuatnya. Termasuk Ladu Ketan yang menjadi olahan andalannya. Ma'lah sering membuat makanana-makanan olahan tersebut, baik untuk konsumsi sendiri maupun memenuhi permintaan dari para kerabat. Apalagi pada saat menjelang hari raya Idul Fitri atau hari-hari besar Islam.
Permintaan membuatkan makanan olahan terutama Ladu Ketan, selalu meningkat pesat. Namun tidak diperjualbelikan seperti sekarang. Semakin lama, Ladu Ketan buatan Ma'lah semakin dikenal dan digemari masyarakat. Konon, hal itu dikarenakan citarasanya yang sangat khas. Otomatis, permintaan pembuatan Ladu Ketan pun semakin meningkat. Terutama permintaan yang datang dari kalangan menak dan orang-orang terhormat seperti Camat, Lurah, Staff Pemerintahan dan lain-lain.
Saat itu masyarakat mulai akrab dengan sebutan Ladu Ketan buatan Ma'lah. Pada tahun 1970-an Ladu Ketan Ma'lah mulai dipublikasikan serta diproduksi lebih banyak dan berkesinambungan untuk dikomersilkan. Awalnya hanya dijual melalui para pedagan asongan di erminal Bis dan Mobil (dahulu namanya Stamplat). Ladu Ketan Ma'lah pun terus berkembang dan semakin dikenal. Produksi dan pemasaran pun semakin meningkat. Untuk memenuhi permintaan pasar.
Merasa usahanya semakin berkembang, sementara usianya sudah semakin renta, Ma'lah pun mulai mendidik cucu-cucunya untuk membuat dan mengelola Ladu Ketan. Kepada cucu-cucunya itu, Ma'lah selalu berpesan agar meneruskan dan mengembangkan usaha pembuatan Ladu Ketannya. Salah satu cucu Ma'lah adalah yang bernama Ade Masduki. Beliaulah yang melanjutkan usaha Ladu Ketan setelah Ma'lah atau Ibu Musti'ah meninggal pada tahun 19990. Ladu merupakan panganan yang terbuat dari beras ketan.
Bahan dasarnya tepung ketan putih yang sudah disangrai (dimasak dengan cara digoreng tanpa minyak). Bahan pelengkapnya antara lain gula putih, gula aren merah dan kelapa yang sudah diparut.
Cara pembuatannya pun sangant sederhana. Setelah bahan-bahan terkumpul, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan wadah sejenis wajan di atas tungku api yang suhunya bisa diatur stabil. Masukan parutan kelapa, dicampur dengan gula aren merah. Aduk dan biarkan adonan dipanaskan selama 1,5 jam hingga menjadi cairan kinca yang harum. Masukan gula dan aduk hingga merata. Kemudian tuangkan tepung ketan putih yang sudah disangrai. Aduk selama 2 jam hingga akhirnya mengental. Setelah matang, tuang adonan ke atas meja yang sudah dialasi pelastik atau kertas kue yang diatasnya sudah ditaburi atau dilapisi tepung ketan putih, agar tidak lengket. Pilin-pilin adonan hingga membentuk pipa berdiameter 3-6 cm, lalu potong-potong dengan panjang 15-20 cm. langkah terakhir adalah pengemasan. Ladu Ketan khas Malangbong tidak menggunakan bahan pengawet. Sehingga masa kadaluarsanya sangat pendek. Rata-rata Ladu Ketan Malangbong hanya bisa bertahan antara empat sampai tujuh hari setelaah diproduksi.
sumber: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=3923
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja