Kesakralan pernikahan bukanlah hanya milik kedua mempelai yang akan mengikrarkan janji sehidup semati, melainkan juga milik kedua belah pihak keluarga yang turut serta berbahagia. Pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan yang ditakdirkan Tuhan untuk saling melengkapi, tetapi juga menyatukan adat dan budaya dari pihak yang bersuka cita. Dalam sebuah pernikahan, kedua belah pihak tentunya ingin mempersembahkan identitas terbaik mereka, baik melalui pakaian, tarian, lagu, maupun hidangan yang tersaji. Melalui berbagai macam persembahan yang diberikan oleh Sang Pemilik Hajat, tentunya kita akan menyadari betapa banyaknya keragaman yang harus dihargai di negeri ini.
Teman, pernahkah kamu mendengar sebuah hidangan bernama Kue Bacot?
Ya, namanya Kue Bacot. Mungkin sebagian dari kalian merasa aneh membaca namanya, tapi hidangan itu memang benar-benar ada. Kue Bacot adalah sebuah hidangan tradisional dari daerahku yang terletak di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten. Pada dasarnya, Kue Bacot bukanlah hidangan yang disajikan saat resepsi, melainkan sebuah hantaran yang diberikan sebelum atau sesudah akad berlangsung. Setelah proses lamaran selesai, biasanya keluarga dari calon mempelai wanita memberikan sejumlah wadah berupa baskom atau nampan yang berisikan berbagai macam kue tradisional seperti kue cincin, kue wajik, kue geplak, serundeng, uli, dodol, dan nasi beserta lauk pauknya. Inilah yang disebut dengan Kue Bacot.
Nantinya, keluarga calon mempelai pria akan menempatkan makanan tersebut dalam beberapa wadah yang lebih kecil dan membagikan Kue Bacot kepada kerabat terdekatnya. Dalam waktu singkat, kerabat yang telah diberikan Kue Bacot akan mengembalikan wadah kue yang disertai dengan sejumlah uang kepada keluarga calon mempelai pria. Uang tersebut nantinya akan digunakan untuk membantu pembiayaan resepsi kedua mempelai.
Nominal pemberian uang dalam hantaran Kue Bacot biasanya didasari oleh kuantitas dan kualitas Kue Bacot tersebut. Semakin beragam dan lezat isinya, maka kerabat pun akan memberikan nominal uang yang cukup besar dan begitu pun sebaliknya. Namun, dalam persoalan mengenai uang ini, kebanyakan kerabat akan merasa segan apabila nominal uang yang akan diberikan terasa kurang pas jika dibandingkan dengan pemberian Kue Bacot yang mereka terima. Ada yang merasa bahwa Kue Bacot tersebut kurang memuaskan, sehingga mereka pun beranggapan sebaiknya uang yang diberikan harus dalam nominal yang kecil. Ada pula yang merasa bahwa Kue Bacot tersebut terasa memuaskan, namun mereka tak punya cukup uang untuk membantu lebih. Hal-hal inilah yang akhirnya menjadi pergunjingan antar kerabat, hingga akhirnya nama "Kue Bacot" yang berarti "Bahan Omongan" pun muncul.
Kue Bacot adalah salah satu warisan budaya Betawi. Meski tak banyak yang tahu dan ruang lingkup perswbarannya sempit, kita tetap harus berusaha melestarikan tradisi ini karena bagaimanapun juga tradisi inilah yang mampu mengeratkan tali silaturahim dua belah pihak keluarga yang kelak akan bersatu.
Terima kasih atas waktunya, Teman. Semoga dengan adanya tulisan ini, kita semakin bisa menyadari bahwa sesempit apapun ruang tinggal kita, adat dan budaya akan selalu mampu untuk hadir mengisi hari-hari kita. Kita tak perlu sama untuk bisa bersatu, yang kita perlukan adalah sebuah keyakinan untuk saling membahu.
Narasumber: Keluarga
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja