Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Barat Karawang
Kobak Sumur Karawang
- 9 Juli 2018

Dikutip dari itoday, (http://www.itoday.co.id/metafisika/kisah-misteri-kobak-sumur-di-karawang) mengenai pantangan warga Desa Ciranggon agar tidak memelihara atau menyembelih kambing dibenarkan oleh para sesepuh Karawang, salah satunya adalah R. H. Tjetjep Supriadi.

Menurut beliau, pantangan tersebut karena telaga atau sendang yang berbentuk sumur di desa tersebut, yang oleh warga sekitar disebut sebagai Kobak Sumur.  Konon menurut cerita warga setempat, sumur tua inilah yang menjadi sumber dari segala cerita yang berkaitan dengan pantangan warga memelihara dan menyembelih kambing.

Larangan memelihara atau menyembelih kambing itu bermula dari satu peristiwa berdarah yang berlangsung di Karawang di masa silam. Dan kejadian itu ada kaitannya dengan cerita berdirinya Karawang ratusan tahun lalu. Peristiwa yang dimaksud yakni kisah terpenggalnya kepala Singaperbangsa, Bupati pertama Karawang.

Dalam sejarah disebutkan bahwa pemberontakan Trunajaya berpengaruh besar bagi Karawang. Hal itu dijadikan kesempatan oleh orang-orang Makasar yang membantu pemberontakan Trunajaya untuk melakukan aksi kriminal seperti merampok, merampas harta benda dan bahkan pembunuhan warga yang tidak berdosa. Aksi ini pada akhirnya menimbulkan kesengsaraan rakyat Karawang yang hidup di sekitar Pantai Utara Jawa.

Di saat yang sama, penduduk Karawang yang tinggal di sepanjang sungai Citarum juga tak luput dari gangguan orang-orang Banten yang dendam karena pangeran Puger Agung dipenggal kepalanya oleh Adipati Kertabumi IV, atau Singaperbangsa III, Bupati Karawang pada masa itu.

Sebagaimana yang tertulis dalam pelat berupa kuningan yang disebut sebagai Kandang Sapi Gede dan juga merupakan bukti surat pengangkatan Bupati Karawang, bahwa antara Singaperbangsa dan Aria Wirasaba adalah setingkat. Tetapi dalam pelaksanaan pemerintahan Aria Wirasaba dianggap sebagai bawahan Singaperbangsa III, sebagai Bupati Karawang. Sementara Aria Wirasaba hanya mempertahankan dan memerintah Waringin Pitu, Parakan Sapi, dan Adiarsa.

Kurangnya kekompakan Singaperbangsa III dan Aria Wirasaba dimanfaatkan oleh dua orang pimpinan pasukan tentara Trunajaya yaitu Nata Manggala dan Wangsanga yang diberi tugas memblokir jalan menuju Batavia untuk menghalangi Amangkurat meminta bantuan kompeni Belanda. Kurangnya kekompakan dua petinggi Karawang ini juga dijadikan kesempatan untuk menyerang kediaman Singaperbangsa, yang memang dianggap membantu terjadinya perundingan di Jepara antara Mataram dan Kompeni, hingga mengakibatkan Trunajaya di hukum mati.

Maka pendopo Karawang diserang oleh Nata Manggala dan Wangsanga bersama pasukannya.  Singaperbangsa terdesak dan lari ke arah utara.  Akan tetapi di daerah Tunggak Jati Tengah, Singaperbangsa berhasil ditangkap dan dipenggal kepalanya.  Sedangkan istri dan keluarganya, serta Raden Anom Wirasuta, Putra Singaperbangsa, menyelamatkan diri dengan menyebrangi sungai Citarum. Rombongan ini dipimpin oleh Dalem Singa Derpa Kerta Kumambang dan terus melarikan diri menuju selatan.

Hampir bersamaan dengan peritiwa terpenggalnya kepala Singaperbangsa ini, R. Suriadipati Putra Rangga Gede dari Sumedanglarang diangkat menjadi Rangga di Kelapa Dua.  Sementara itu Indra Manggala Putra Dalem Jaya Manggala dari Sukakerta, Tasikmalaya,  juga mendengar bahwa Karwang diserang pemberontak. Dia dan pasukannya segera melarikan kudanya menuju Karawang.  Sampai di suatu tempat Indra Manggala bertemu dengan rombongan keluarga bupati Karawang yang dipimpin Singa Derpa Kerta Kumambang. Kedua belah pihak kemudian melakukan perjanjian damai. Tempat atau bekas perundingan damai ini kini disebut Kampung Badami (berdamai), yang kini termasuk wilayah Wadas, Teluk Jambe.

Setelah perjanjian damai disepakati, Suriadipati dan Indra Manggala segera berupaya menyelamatkan bupati Singa Perbangsa dengan cara menyusup ke wilayah Kotaraja.

Meski akhirnya mereka tahu bahwa Singaperbangsa telah gugur, namun Suriadipati dan Indra Manggala telah sepakat bahwa apapun yang terjadi, kepala bupati Karawang yang terpisah dari badannya itu harus bisa diselamatkan.

Dikisahkan, selang beberapa waktu kemudian, keduanya dapat memasuki Kotaraja, Karawang. Bahkan mereka dapat menyusup ke areal pendopo Karawang yang telah diduduki kaum pemberontak. Ketika itulah mereka melihat potongan kepala Singaperbangsa dipertontonkan dengan cara ditancapkan dekat pendopo. Maksudnya tak lain agar rakyat Karawang menyerah dan tunduk kepada para pemberontak.

Dengan taktik dan strategi yang jitu, Suriadipati dan Indra Manggala dengan cepat menyelamatkan kepala bupati Karawang tersebut.  Mereka kemudian membawanya untuk dipersatukan kembali dengan tubuhnya yang telah dibawa terlebih dahulu oleh para abdi dalem dan rakyat Karawang yang telah mengungsi dengan maksud untuk dimakamkan secara layak.

Menurut riwayat yang disebarkan secara mulut ke mulut, sebelum keduanya tiba di daerah Manggung Jaya, lokasi  yang direncanakan untuk memakamkan Singaperbangsa, Rangga Suriadipati dan Indra Manggala beristirahat di daerah Ciranggon, tepatnya di kawasan irigasi dekat sebuah sendang. Nah, sendang inilah yang sekarang disebut Kobak Sumur oleh masyarakat setempat.

Disebutkan, karena merasa prihatin melihat potongan kepala Singaperbangsa yang kotor, namun keduanya menyempatkan diri untuk membersihkan potongan kepala Singaperbangsa yang berlumur darah kering itu. Tempat mencucinya yaitu di Kobak Sumur tersebut.

Konon, akibat perbuatan mereka ini, air sendang yang tadinya jernih seketika memerah dan berbau anyir.  Kemudian secara tiba-tiba Rangga Suriadipati dan Indra Manggala merasakan suasana di sekitarnya menjadi hening laksana di kuburan.  Seiring dengan itu, indera keenam mereka juga menangkap adanya sesosok makhluk halus beraura jahat yang hadir di tempat itu.  Dengan kesaktian yang mereka miliki, lantas keduanya melakukan kontak gaib dengan makhluk tak diundang tersebut.

Lalu mereka mengetahui jika makhluk halus tersebut adalah siluman penunggu kawasan tersebut.  Dari hasil dialog gaib disimpulkan bahwa siluman tersebut sangat tertarik dengan kepala dan bau anyir potongan kepala Singaperbangsa.

Dengan rasa tanggung jawab besar, mereka akhirnya mencoba mengusir makluh gaib tersebut. Akan tetapi siluman itu ternyata memiliki kesaktian tinggi, sehingga tak mudah menaklukkannya. Bahkan sang siluman terus mengganggu pekerjaan Rangga Suriadipati dan Indra Manggala yang akan membawa potongan kepala Singperbangsa dan menyatukan dengan tubuhnya.

Ketika mereka terdesak dan hampir hilang akal, ketika itulah mereka melihat beberapa orang sedang menggiring kambing. Rangga Suriadipati segera memanggil para penggiring kambing itu.  Dia pun menceritakan kesulitan yang tengah dihadapinya dan meminta agar para penggiring kambing itu sudi menyerahkan salah seekor kambingnya untuk dijadikan tumbal pengganti potongan kepala Singaperbangsa.

Mendengar itu, salah seorang penggiring kambing segera menyerahkan seekor kambing jantan miliknya. Kambing inilah yang kemudian disembelih dan kepalanya dipisah dari badannya.  Kepala kambing ini kemudian menjadi pengganti potongan kepala Singaperbangsa. Potongan kepala kambing itu lantas ditancapkan di sekitar sendang Kobak Sumur menggunakan batang bambu kuning, dengan maksud untuk mengelabui si makhluk halus yang menginginkan potongan kepala Singaperbangsa.

Dengan melakukan ritual sederhana ini akhirnya mereka terlepas dari gangguan siluman.  Dengan mata kepala mereka sendiri, mereka menyaksikan wujud sosok siluman itu pergi membawa bangkai kambing tanpa kepala tersebut, sementara kepalanya ditinggalkan menancap dilokasi sendang.

Di samping untuk mengelabui siluman, penancapan kepala kambing itu dimaksudkan juga sebagai tanda isyarat bagi pengikut Dalem Singa Perbangsa III, bahwa kepala junjungannya telah berhasil diselamatkan.

Menurut Tjetjep Supriadi, konon dari peristiwa itulah tercipta kenapa di daerah Ciranggon orang tabu untuk memelihara apalagi menyembelih kambing, termasuk untuk berkurban.  Bahkan, bagi para pelaku spiritual, apa yang disebut Kobak Sumur itu sampai detik ini masih diziarahi.

 

Sumber: https://www.academia.edu/24255574/LEGENDA_KOBAK_SUMUR_KARAWANG

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline