Jejak-jejak yang mulia Sunan Giri bertebaran di Kota Santri. Wali Allah SWT tersebut meninggalkan, antara lain, bangunan fenomenal berupa Giri Kedaton. Di atas bukit itulah, lelaki berjuluk Joko Samudro tersebut memimpin pemerintahan dengan gelar Prabu Satmata.
Ada pula bangunan masjid Kedaton di Desa Sekarkurung, Kebomas. Masjid yang berdiri pada ketinggian 200 meter di atas permukaan air laut itu dibangun pada 1485. Bukit kapur menopangnya. Jamaah bisa melihat secara jelas hamparan laut luas dari bukit dengan kemiringan 45 derajat.
Peninggalan sumber air juga menjadi ciri khas salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa itu. Ada Telaga Pegat di Jalan Sunan Giri, Telaga Sumber di Desa Kembangan, dan Sumur Gemuling di Desa Gulomantung, Kecamatan Kebomas. Termasuk Telaga Suci di Manyar.
Semua sumber air peninggalan Sunan Giri tersebut masih penting bagi warga sekitarnya. Padahal, rata-rata umur bangunan itu 500 tahun atau lima abad. Dalam buku Sejarah Singkat 4 Wali terbitan Pondok Pendopo Gresik disebutkan, semua telaga tersebut memiliki cerita tersendiri. Sangat sulit dinalar kalangan awam.
Budayawan muslim Gresik Muhammad Toha mencontohkan Sumur Gemuling. Sumur itu sebenarnya bukan buatan Sunan Giri. ”Sumur tersebut ada sebelum Sunan Giri,” kata Toha kemarin (13/6).
Namun, saat itu posisi sumur tersebut vertikal, seperti sumur-sumur lain. Yaitu, memanjang ke bawah dengan sumber di dasar. Nah, pada suatu hari, Sunan Giri yang bernama asli Muhammad Ainul Yaqin tersebut sedang berdakwa di Desa Gulomantung.
Sudah masuk waktu salat fardu, Sunan Giri bergegas mengambil air wudu di sumur tersebut. Tapi, masih cerita Toha, Sunan Giri tidak menemukan timba di sekitar sumur. Lalu, dia meminjam kepada masyarakat setempat. Mendatangi satu per satu rumah penduduk agar bisa mengambil air wudu di sumur yang dalam.
Banyak rumah yang didatangi. Namun, tidak ada masyarakat yang meminjamkan timba. Padahal, waktu salat sudah mepet. ”Sunan Giri lalu mengguling sumur itu,” ujar lelaki yang juga sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Gresik tersebut.
Sumur yang semula memanjang lurus ke bawah berubah menjadi miring. Tanpa timba, Sunan Giri akhirnya bisa berwudu, kemudian salat. Saat itu orang alim tersebut sama sekali tidak marah. Justru Sunan Giri berdoa agar masyarakat setempat bisa memanfaatkan sumur tersebut. Juga, mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga dari usaha yang mengandalkan tanah. Misalnya, membuat kerajinan gerabah, seperti kendi, cobek, dan gentong. ”Desa Gulomantung dulu terkenal sebagai pusat perajin gerabah dangan bahan baku tanah,” tegas Toha.
Sumur Gemuling alias miring itu sampai sekarang masih bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar. Lokasinya berada di area makam sesepuh desa yang sering diziarahi. Sumur itu ditutup seng dan dikelilingi tembok.
Sumber: https://www.jawapos.com/hijrah-ramadan/14/06/2017/kisah-sumur-gemuling-yang-lurus-menjadi-miring
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang