|
|
|
|
Kisah Sejarah Tano Ponggol Melahirkan Pulau Samosir Tanggal 28 Oct 2017 oleh Fennec_fox . |
Tano Ponggol tentu tidak asing lagi bagi kita, khususnya masyarakat yang berasal dari Kabupaten Samosir. Tano Ponggol dalam bahasa asli lokal disebut Tano Magotap, yang memisahkan Pulau Samosir dengan Pulau Sumatera yang terletak sebelah Barat Pulau Samosir, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
Sebutan Tano Ponggol/ Tano Magotap dilatarbelakangi sejarahnya. Konon sebelum masa penjajahan Hindia Belanda Pulau Samosir menyatu dengan Sumatera dan pada masanya belum ada kata pulau tetapi hanya Samosir.
Sekitar Tahun 1900-an, waktu itu Indonesia masih dijajah Belanda termasuk Samosir, dan pada saat itu yang berkuasa di Pemerintahan Hindia Belanda adalah Ratu Willhelmina (pengakuan orang tua dulu yang ikut kerja paksa menggali Tano Ponggol).
Sekitar 1905 Pemerintah Hindia Belanda memerintahkan kepada Tentara Belanda yang ada di Sumatera Utara, untuk melakukan kerja paksa menggali tanah sepanjang 1,5 km dari ujung lokasi Tajur sampai dengan Sitanggang Bau. Kerja paksa atau rodi (istilah lokal) sangat menyedihkan. Bekerja dengan tanpa gaji, dijaga ketat dan dengan ancaman senjata api yang diarahkan ke para pekerja.
Kurang lebih 3 tahun rodi, Danau Toba sebelah Utara dan sebelah Selatan akhirnya tersambung dan tidak ada lagi daratan yang menghubungkan Samosir dengan Sumatera. Maka muncullah kata sebutan baru yaitu (1) hasil kerja rodi disebut Tano Ponggol dan (2) Samosir menjadi Pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba, dihubungkan jembatan dengan pulau Sumatera dinamakan Jembatan Tano Ponggol.
Dalam sebuah tulisan di pusukbuhit.com, dikatakan bahwa Tano Ponggol diresmikan pada tahun 1913 oleh Kerajaan Belanda oleh Ratu Willhelmina, dan Tano Ponggol disebut Terusan Willhelmina. Demikian pengakuan kakek dari penulis tulisan tersebut, yang ikut dalam kerja rodi pada saat itu. Namun demikian, kebenarannya masih perlu ditelusuri lebih dalam lagi.
Sejak kemerdekaan hingga tahun 1980-an, Tano Ponggol adalah tempat yang popular sebagai tempat transit perdagangan hasil bumi dari Samosir seperti bawang, kacang (hasil utama saat itu) dengan tujuan kota dagang kecil yaitu Haranggaol setiap hari Senin dan Tigaras setiap hari Jumat, dengan kendaraan danau (seperti kapal/solu-solu penumpang Tomok – Ajibata sekarang). Lalu lalangnya kapal melalui Tano Ponggol juga dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk berdagang Jagung Bakar.
Tidak dijelaskan apa yang menjadi latarbelakang pengerjaan Tano Ponggol saat itu. Namun mungkin, salah satu kemungkinan yang dapat kita pikirkan, alasan penggalian kanal Tano Ponggol akan mirip dengan alasan pembangunan terusan Suez atau terusan Panama.
Sumber: https://www.gobatak.com/kisah-sejarah-tano-ponggol-melahirkan-pulau-samosir/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |