Pada jaman dahulu kala di daerah Sambas, Propinsi Kalimantan Barat, berdirilah sebuah kerajaan yang tidak jauh dari Gunung Ruai. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang memiliki tujuh orang putri. Setelah permaisurinya meninggal, raja tidak mencari penggantinya dan memilih untuk membesarkan ketujuh putrinya sendiri.
Dari ketujuh putrinya, si bungsu paling ia sayang sehingga menimbulkan kecemburuan dari kakak-kakaknya yang lain. Jika ayahnya sedang tidak di istana entah karena sedang berkeliling kerajaan ataupun berkunjung ke daerah tetangga untuk keperluan lainnya, ia sering mendapat siksaan dari keenam saudaranya baik berupa perkataan maupun tindakan kasar seperti pemukulan. Namun hal tersebut tidak ia ceritakan pada ayahnya karena takut kakak-kakaknya akan mendapat hukuman.
Akan tetapi sepandai-pandainya disimpan, perbuatan itu tetap tercium juga oleh sang raja. Hal itu setelah ia melihat si bungsu mengalami lebam-lebam biru di sekujur tubuhnya. Ia lalu mengumpulkan semua putrinya untuk di tanya perihal tersebut.
“Kalian ini bagaimana? Menjaga adik satu saja tidak bisa!...,”omel sang raja kesal terhadap keenam kakak si bungsu.
“Sebenarnya kami sudah berusaha menjaga adik kami semampunya, Ayah. Tapi seharian dia berlatih bela diri dengan panglima. Pulangnya badannya sudah biru-biru semua…,”jawab putri nomor dua yang diangguki oleh saudara-saudaranya yang lain.
“Sudahlah, aku tidak mau mendengar alasan seperti itu terus menerus. Besok aku akan pergi ke kerajaan sebelah untuk mempererat silahturahmi. Kerajaan aku serahkan ke si bungsu. Kalian harus membantunya. Hingga aku kembali, tidak boleh lagi ada lebam ataupun luka di tubuhnya,”pesan raja sambil berlalu untuk beristirahat.
Keesokan harinya setelah kepergian ayahnya, keenam kakak si bungsu malah merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan adiknya tersebut untuk selama-lamanya. Mereka sudah tidak takut lagi terhadap ancaman raja.
Mereka lalu mengajak si bungsu ke sebuah tempat untuk bermain yang bernama Gua Batu. Si bungsu tidak curiga sama sekali dengan keramahan keenam kakaknya itu. Ia malah senang karena perangai mereka telah berubah padanya.
“Diujung gua di dalam sana, ada sebuah tempat yang sangat indah. Ada kolam dan bunga-bunga aneka warna. Kami akan mengajakmu bermain bersama. Kamu masuklah terlebih dahulu sementara kami menjagamu di belakang,”ucap kakak pertama yang langsung dilaksanakan oleh si bungsu. Ia pun melangkah masuk dengan penuh semangat. Namun setelah beberapa waktu lamanya, keenam kakaknya ternyata berhenti dan berbalik arah ke luar gua meninggalkan dirinya seorang diri.
Si bungsu yang belum pernah masuk ke dalam gua tentu saja menjadi kebingungan setengah mati. Ia memanggil-manggil nama kakak-kakaknya untuk meminta bantuan tetapi tidak ada jawaban. Selama berhari-hari ia bergerak kesana kemari tak tentu arah hingga jatuh kelelahan. Si bungsu menangis ketakutan. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat menakutkan. Lalu munculah seorang kakek tua di hadapan si bungsu.
“Jangan terus menangis, Cu. Aku akan membantumu keluar dari tempat ini dan membuat kehidupanmu lebih baik dari sebelumnya. Tidak diganggu terus oleh kakak-kakakmu yang jahat,”ucap kakek sakti itu. Ia lalu merubah air mata si bungsu menjadi butiran telur burung. Si bungsu sendiri kini telah berubah menjadi seekor burung yang sangat indah bernama Burung Ruai.
“Eramilah telur-telur itu agar menetas dan menjadi sahabatmu,”pesan kakek sakti sebelum ia pergi meninggalkan si bungsu.
Kwek…kwek…kwek…begitulah suara si bungsu yang kini telah berubah menjadi Burung Ruai. Bersama teman-teman barunya ia bersarang di depan istana tempat tinggalnya dulu. Dari atas pohon ia bisa menyaksikan ayahnya yang tengah menghukum kakak-kakaknya yang jahat.
sumber:
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja