Tersebutlah sebuah desa yang berada tepat di Teluk Kabui. Desa tersebut bernama desa Wawiyai. Di sana hidup sepasang suami istri. Mereka sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai buah hati. Untungnya, suami istri tersebut tak pernah putus asa, mereka senantiasa berdoa memohon kepada yang Maha Kuasa agar suatu hari diberikan seorang anak.
Suatu hari, sang suami mengajak istrinya mencari kayu bakar di hutan. Persediaan kayu bakar mereka memang hampir habis, dan musim hujan akan tiba tak lama lagi. Jika tak segera mencari kayu bakar, maka mereka tidak bisa memasak selama musim hujan. Kayu-kayu di hutan akan menjadi basah dan tidak bisa dinyalakan untuk memanaskan tungku.
"Kita harus segera mencari kayu bakar sebanyak-banyaknya, istriku. Bisakah kau membantuku masuk hutan hari ini?"
"Tentu saja, aku akan membantumu mengumpulkan kayu bakar."
Keduanya segera bersiap-siap berangkat. Ketika matahari masih di ufuk Timur, mereka pun berjalan ke tengah hutan. Entah mengapa, hari itu tidak ada banyak kayu yang bisa dikumpulkan. Sampai dengan tengah hari, belum ada cukup kayu untuk dibawa pulang. Setelah beristirahat sejenak, mereka pun melanjutkan pekerjaannya dan berjalan semakin jauh hingga sampai ke tepi Sungai Waikeo.
"Istriku, bagaimana kalau kita berhenti sebentar di tepi sungai ini. Aku merasa sangat haus dan penat."
"Aku setuju sebab aku juga merasa sangat lelah. Air sungai itu pasti akan terasa sangat segar." jawab istrinya. Mereka berdua lalu duduk di tepi sungai, meminum airnya dan melepaskan lelah.
Saat sedang menikmati pemandangan tepi sungai itu, mata sang suami tertumbuk pada sebuah lubang besar. Lubang itu tertutup dedaunan, dan dari kejauhan sang suami melihat sesuatu berwarna putih. Ia pun penasaran dan berjalan mendekati lubang tersebut. Dipangkasnya dedauan yang menutupi mulut lubang agar Ia bisa melihat lebih jelas apa yang berada di dalamnya.
Tak lama kemudian, dilihatnya bahwa benda putih tersebut adalah telur. Bukan sembarang telur, sebab ukurannya besar sekali. Jumlahnya ada enam butir. Sang suami pun memanggil-manggil istrinya.
"Istriku, kemarilah. Lihat apa yang aku temukan di sini."
Istrinya mendekat dan terheran-heran melihat ukuran telur yang tak biasa itu.
"Telur apakah itu?"
"Entahlah, mungkin itu telur burung elang. Bagaimana kalau kita membawanya pulang? Pasti enak jika dimakan."
Istrinya mengangguk setuju. Mereka pun membawa keenam telur tersebut pulang ke rumah, tanpa mengetahui bahwa sebenarnya itu adalah telur naga. Karena hari sudah malam, mereka memutuskan untuk memasak telur-telur itu keesokan pagi. Keenam butir telur tersebut disimpan di dalam kamar.
Keesokan paginya, alangkah terkejutnya kedua suami istri itu karena lima dari enam telur sudah menetas. Dari dalamnya keluar sosok manusia. Empat laki-laki dan satu perempuan. Suami istri itu tampak bingung dengan kehadiran mereka.
Jangan takut, kami adalah anak-anakmu." kata salah seorang dari mereka. "Apa maksud kalian?"
"Doa kalian dijawab yang Maha Kuasa. Kami dikirim untuk menjadi anak anakmu, maka peliharalah kami."
Betapa senangnya suami istri tersebut. Mereka pun menamai keempat anak laki-laki itu. Yang pertama bernama War, kedua Betani, ketiga Dohar, dan Mohammad. Sedangkan untuk anak perempuan diberi nama Pintolee.
Seiring berjalannya waktu, kelima anak ini tumbuh dewasa dan menjadi anak-anak yang baik. Mereka senantiasa membantu kedua orangtuanya sehingga mereka tak perlu lagi susah payah bekerja. Mereka sekeluarga hidup sangat sejahtera, dan lahan pertanian yang mereka garap berkembang luas hingga empat pulau besar di sekitar Teluk Kabul.
Sayangnya, sebuah kejadian membuat keluarga tersebut malu. Pintolee, satu-satunya anak perempuan, yang berparas cantik jelita terpikat pada seorang pemdua dari desa lain. Orangtua dan keempat kakak Pintolee tak menyukai pemuda tersebut, namun Pintolee yang sedang jatuh cinta bersikeras ingin menikah dengannya. Karena tak mendapat restu, Pintolee pun nekat kabur dari rumah dengan pemuda tersebut. Mereka menaiki kulit kerang besar dan berlayar hingga di Pulau Numfor dan menikah di sana.
Tinggalah keempat kakak laki-laki Pintolee yang masih tinggal dengan ornagtua mereka. Tahun berganti, dan ayah mereka semakin tua. Sebelum ajalnya tiba, sang ayah membagi warisan. Setiap anak lelakinya mendapatkan satu buah pulau. War diberi pulai Waigeo, Betani diberi pulau Salawati, Dohar diberi pulau Lilinta, dan Mohamad mendapatkan pulau Waiga.
Sang ayah berpesan agar keempat anaknya menjaga warisannya tersebut. Setelah ayahnya meninggal, keempat anak lelaki itu mematuhi perintah tersebut. Mereka menjaga pulau masing-masing dan mengelolanya dengan baik hingga akhirnya mereka menjadi raja dari setiap pulau. Dari sinilah sebutan Raja Ampat, yang berarti empat orang raja, mulai dikenal. Sedangkan, satu butir telur naga yang tidak menetas hingga saat ini masih disimpan dan mendapat penghormatan khusus dari masyarakat setempat.
Sumber : https://dongengceritarakyat.com/cerita-rakyat-yang-singkat-dari-papua-barat/
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang