Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan Jawa Barat Sunda
Ketuk Tilu
- 16 Juli 2018

 

Ketuk Tilu adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas. Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.

Istilah ketuk tilu adalah berasal dari salah satu alat pengiringnya yaitu boning yang dipukul tigakali sebagai isyarat bagi alat instrument lainnya seperti ¿rebab, kendang besar dan kecil, goong¿ untuk memulai memainkan sebuah lagu atau hanya sekedar instrumentalia saja. Dilihat dari aspek pertunjukannya tari ketuk tilu terbagi ke dalam tiga bagian. Bagian pertama, sepengiring melantunkan irama gamelan, rebab dan kendang untuk menarik perhatian masyarakat. Pada bagian kedua yaitu takala orang-orang telah berkumpul memadati tanah lapang barulah muncul para penari memperkenalkan diri kepada para penonton sambil berlenggak-lenggok mencuri perhatian penonton. Pada bagian ketiga adalah pertunjukannya itu sendiri yang dipandu oleh seseorang semacam moderator dalam rapat atau juru penerang. Pada bagian pertunjukan ini penari mengajak penonton untuk menari bersama dan menari secara khusus berpasangan dengan penari. Adakalanya apabila ingin menari secara khusus dengan sipenari ia harus membayar sejumlah uang. Di desa-desa tertentu di Jawa Barat, pertunjukan seni tari ketuk tilu ini sering kali dilakukan hingga semalam suntuk.

Konon kabarnya, ketuk tilu memiliki gaya tarian tersendiri dengan nama-nama seperti, depok, sorongan, ban karet, lengkah opat, oray-orayan (ular-ularan), balik bandung, torondol, angin-angin, bajing luncat, lengkah tilu dan cantel. Gaya-gaya ini sesuai dengan ciri khas daerahnya. Saat ini daerah-daerah yang masih memiliki kesenian tari ketuk tilu adalah di Kabupaten Bandung, Karawang, Kuningan dan Garut namun jumlahnya sangat sedikit, itupun hanya diminati generasi tertentu (kaum yang fanatik terhadap seni ketuk tilu). Sedangkan generasi mudanya lebih menyukai seni tari Jaipongan (pengembangan kreasi dari ketuk tilu) karena tarian dan iramanya lebih dinamis dan dapat dikombinasikan dengan tari-tarian modern.

Ditinjau dari perangkat tabuhan, Ketuk Tilu adalah nama perangkat tabuhan yang tersebar hampir di seluruh tatar Sunda. Nama perangkat tersebut dipinjam dari salah satu waditra yaitu ketuk yang terdiri dari tiga buah (tiga buah penclon/koromong). Waditra lainnya yang merupakan kelengkapan tabuhan Ketuk Tilu. satu unit Rebab, satu buah Gong, satu buah Kempul, satu buah Kendang besar, dua buah Kulanter (Kendang kecil), serta satu unit kecrek.

Perangkat Ketuk Tilu pada awalnya merupakan gending iringan rumpun tarian (ibing Ketuk Tilu). Yoyo Yohana seorang tokoh Ketuk Tilu dari Ujungberung mengungkapkan bahwa: “Ketuk Tilu, merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang mandiri” Artinya, tidak terikat atau bukan merupakan bagian dari cabang seni lain. Pada perkembangan selanjutnya, perangkat Ketuk Tilu di beberapa daerah di tatar Sunda, menjadi bagian dari suatu pertunjukan teater. Misalnya: Ronggeng Gunung di daerah Ciamis, Banjet di daerah Karawang clan Subang, Topeng Betawi di beberapa daerah di kawasan JABOTABEK, begitu juga Ubrug di Banten.

Di masa lampau Ketuk Tilu memiliki struktur sajian tersendiri yaitu diawali dengan Tatalu (sajian gending pembukaan), kemudian Ronggeng masuk arena. Pada bagian ini Ronggeng masuk beriringan sambil menari bersama. Dilanjutkan dengan taxi Jajangkungan yang diirngi dengan Gamelan (instrumentalia). Bagian berikutnya adalah Wawayangan yang dilakukan oleh Ronggeng dengan posisi setengah lingkaran atau tapal kuda. Mereka menari sambil menyanyikan Kidung. Selesai WawayIngan, para Ronggeng berbanjar ke samping menghadap Panjak (para penabuh atau Nayaga). Jika bermain di atas panggung, maka posisi banjarnya membelakangi penonton. Selanjutnya, Lurah kongsi (pimpinan rombongan) membakar kemenyan dalam Parupuyan yang disimpanberdekatan dengan ” Pangradinan (sesajen), kemudian membacakan matera­mantera, memohon keselamatan selama pagelaran serta minta rizki yang banyak. Selain itu dibacakan pula (secara perlahan) Asihan agar para Ronggengnya disukai oleh para penonton. Dengan Asihan diharapkan para penonton bermurah hati untuk memberikan uang, sehingga otomatis menambah inkam bagi rombongan.

Selama babak tersebut, Gamelan mengalun dalam lagu Kidung. Habis lagu Kidung Ronggeng membuat posisi berbentuk bulan sabit, menghadap ke arah penonton, dilanjutkan pada Babak Erang. Pada babak ini Ronggeng menari bersama secara bebas diiringi lagu Erang. Para penari pria dari penonton, bebas menari tanpa harus membayar uang Pasakan (uang bokingan). Babak ini disajikan khusus untuk penonton yang suka menari, sebagai pemanasan sekaligus sebagai bonus, karena tidak harus membayar. Selesai Babak Erang, baru kemudian dilanjutkan pada Babak Pasakan, dimana para penari pria dari penonton yang menari dengan Ronggeng, harus memberikan uang Pasak kepada ronggeng atau Panjak.

Lagu-lagu yang disajikan terdiri dad: Kidung (lagu wajib pada pagelaran Ketuk Tilu, Erang (juga lagu wajib), Emprak atau Emprak kagok, Polos yang berkembang menjadi Polos Tomo dan kadang-kadang disambung dengan naek Geboy, Berenuk Mundur, Kaji-kaji, Gorong, Tunggul Kawung, Gondang, Sorong Dayung, Cikeruhan, Prangprangtarik, Renggong Buyut, Awi Ngarambat, Bangket Solontongan, Paleredan, Geseh, Kembang Beureum, Sonteng, Ombak Banyu, Gaya Engko, Mainang, Karawangan Barlen, Soloyong dan sebagainya. Liriknya berbentuk pantun, yaitu dua kalimat pertama merupakan cangkang (sampiran/kulit) dan dua kalimat terakhir merupakan eusi (isi). Pantun tersebut bersifat kebirahian dan asmara dengan wama cerah, gembira, humoritis. Selain lirik-lirik yang sudah dipersiapkan sebelum main, juga kadang-kadang Ronggeng melantunkan lagu yang liriknya dibuat seketika (waktu main).

Ketuk Tilu merupakan taxi Pertunjukan yang gerakan­gerakannya dilakukan oleh Ronggeng atau Doger sebagai primadona atau oleh Panjak tertentu yang memiliki kepandaian dalam menari. Gerakan-gerakan tersebut menyerupai Silat Kembang pada Pencak Silat. Selain merupakan taxi Pertunjukan, Ketuk Tilu juga sebagai tari Pergaulan, karena Ronggeng menari bersama penari pria dari penonton dengan gerak-gerak improvisatoris yang bebas, tidak terikat oleh idiom­idiom gerak tari ataupun silat.

Dari tari Pergaulan ini sering muncul tarian-tarian yang tidak kalah mutunya dengan tari­tari Pergaulan yang telah ada. Hal ini kemungkinan besar bahwa di antara para penari pria dari penonton, terdapat penari yang berasal dari kalangan menak serta pandai menari Wayang atau Tayub menarai bersama Ronggeng. Sehingga terjadilah perpaduan gerak yang lebih bersifat tari dari pada silat.

Dalam memilih Ronggeng sebagai pasangan menari, sering terjadi kericuhan, sehingga babak ini dinamai Parebut Ronggeng. Oleh karena itu, Ketuk -Tilu pernah dilarang oleh Pemerintah dengan alasan demi ketertiban umum dan keamanan. Akan tetapi pada kenyataanya Ketuk Tilu belum lenyap sama sekali bahkan ada usaha-usaha untuk melestarikannya.

Tari Ketuk Tilu dan tari-tari lainnya memiliki perbedaan, baik dilihat dari gerak-gerak tarinya yang khas, Karawitannya, serta memiliki ketentuan-ketentuan yang khas dalam penyajiannya. Dalam Tari ketuk Tilu terdapat gerakan-gerakan yang berpola Kendang, gerakan-gerakan yang merupakan gambaran keseharian, serta ada pula gerakan-gerakan yang berupa improvisasi yang disesuaikan dengan irama lagu pengiringnya. Di samping itu, Tari Ketuk Tilu juga memiliki warna tertentu yaitu: gembira, romantis, merangsang, horitis, cerah, Iincah, akrab, dan penuh penjiwaan.

 

Sumber: http://pandoe.rumahseni2.net/nusantara/sunda/ketuk-tilu/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline