Seni kerajinan emas dan perak di Desa Celuk sudah ada sejak lama sekitar tahun 1930-an yang dipelopori oleh keluarga Nang Gati (klan Pande). Pada masa lalu seni kerajinan ini diperuntukkan sebagai alat-alat perlengkapan upacara agama Hindu dan peralatan untuk kebutuhan istana kerajaan. Bentuknya menekankan pada fungsi kegunaan dengan motif hias yang mengandung nilai simbolis, dan juga nilai estetis. Beberapa jenis produk kerajinan perak pada masa tersebut yang diperuntukan sebagai perlengkapan upacara agama Hindu adalah sejenis kendi, guci, penastaan, genta, sibuh, canting, saab, dulang, bokor dan sebagainya. Sementara itu, berbagai jenis produk kerajinan sejenis giwang, badong, cucuk konde, cincin, anting-anting, danganan keris dan sebagainya merupakan benda-benda yang bernilai sosial tinggi, karena diperuntukkan terhadap raja-raja atau kaum bangsawan. Dengan demikian keberadaan benda-benda kerajinan perak di masa lalu dibuat sebagai pengabdian, baik untuk kepentingan spiritual maupun sosial. Kerajinan perak Desa Celuk terinspirasi dari motif hias Bali seperti motif primitif, geometris, flora (tumbuh-tumbuhan), dan motif hias yang menggambarkan makhluk hidup.
Motif hias yang diterapkan pada kerajinan perak Desa Celuk antara lain sebagai berikut :
Penciptaan benda-benda masa lampau lebih banyak berorientasi pada hal-hal yang bersifat religius, dimana benda ciptaan tadi merupakan media yang menghubungkan manusia dengan roh. Bentuk motif hiasnya berupa garis, torehan, pilinan, dan sebagainya ditemukan pada benda-benda peninggalan diciptakan sebagai suatu karya yang berlatar belakang pada kebudayaan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat spiritual, merupakan penciptaan dari suatu kehidupan yang mencerminkan budaya primitif. Pada masa kehidupan primitif dapat kita jumpai pada karya-karya berupa torehan gambar atau lukisan pada dinding guagua. Garisgaris geometris tersebut berupa garis zigzag, relung, pilin, miander, dan garis silang, yang disusun menyerupai motif kadal, cecak, topeng, yang disesuaikan dengan disain produk tersebut
Motif hias tumbuhan-tumbuhan bersumber dari alam tumbuh-tumbuhan atau flora, yang digambarkan dalam bentuk perwujudan daun-daun, bunga-bunga, tangkai, dan buah yang dipolakan secara berulang-ulang sehingga menjadi motif tumbuh-tumbuhan, di Bali lebih dikenal dengan istilah pepatran.
Jenis motif hias yang mengambarkan makhluk hidup ini telah dikenal sejak zaman prasejarah yang mengadung nilai religius magis, memberikan pengaruh tertentu pada kehidupan manusia pada masa tersebut. Penggambaran motif hias yang diterapkan pada kerajinan perak Bali pada benda pakai atau terapan dengan menstililisasi objek dari bentuk mahkluk hidup seperti binatang
dan manusia.
Teknik yang dilakukan oleh perajin perak yang ada di Desa Celuk antara lain : (1)
teknik granulasi, adalah teknik pembuatan perhiasan dari perak yang mempergunakan butir-butiran (jawan) yang sangat kecil, dirancang sesuai dengan bentuk perhiasan yang diinginkan, seperti dalam pembuatan gelang, cincin, dan liontin. (2) teknik terap-terapan, adalah teknik pembuatan perhiasan dengan mengunakan bahan kawat yang terbuat dari perak sangat kecil, halus, dan lembut, menyerupai benang dengan berbagai ukuran, kemudian dijalin, disusun dengan rapi dan artistik, seperti dalam pembuatan, gelang, kalung, bross, dan cincin. (3) teknik pahat, adalah suatu cara pembuatan barang-barang kerajinan dari perak lempengan (plat) atau yang sudah dibentuk, selanjutnya ditempelkan disain, gambar motif. Dalam proses pengerjaannya menggunakan landasan jabung, selanjutnya dilakukan pemahatan dari permukaan positif dan negatif seperti dalam pebuatan dulang, bokor, cincin, liontin, sendok dan tempat tisu.
sumber : Penelitian Drs. I Nyoman Ngidep Wiyasa
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...