Saat mendengar kata kendang, tidak banyak yang terngiang di kepala selain alat musik pukul dan gamelan walau kadang kedua kata itu juga tidak kita terbayang korelasinya. Kita mengingat benda kayu kecil yang suka dijadikan oleh-oleh gantungan kunci, tapi seringnya kita tidak tahu, Apa itu Kendang?
Kendang, atau khendang, merupakan alat musik tradisional dari Jawa Barat dan Jawa Tengah yang terbuat dari kayu dan kulit. Alat musik ini dimainkan tanpa menggunakan alat bantu. Kendang yang kecil disebut dengan ketipung, sementara yang menengah disebut dengan ciblon/kebar.
Seperti alat musik perkusi pada umumnya, kendang menjadi pemimpin, atau bisa di bilang yang mengatur tempo dalam permainan gamelan. Jenis musik yang berbeda membutuhkan tempo kontrol yang berbeda pula. Sama halnya seperti drum Jazz memberikan groove unik dan bass EDM ingin membuat kita menganggukan kepala, perkusi gamelan memiliki warnanya tersendiri yang unik.
Kakekku dulu adalah seorang penabuh kendang, mengiringi nenekku menari dalam sebuah gamelan tradisional Jawa, tepatnya gamelan Solo. Walaupun berasal dari latar belakang kurang mampu, berkat kemampuannya menabuh kendang, Beliau berkesempatan untuk melanjutkan studinya ke jenjang SMA dan ikut berpartisipasi aktif dalam perwayangan.
Dalam gamelan sendiri, Kendang berbagi peran kepemimpinan dengan alat musik demung. Lah, kenapa bisa ada dua pemimpin?
Kendang memimpin arah permainan dengan memberi aba-aba kapan permainan mengubah iramanya dari pelan ke cepat ataupun sebaliknya, kapan memulai, dan kapan berhenti. Sementara demung menjadi guide, mengingatkan pemain sudah sampai sejauh mana lagu berjalan.
Gamelan memainkan banyak jenis lagu yang biasanya dipakai untuk mengiringi perwayangan atau menjadi hiburan kelas atas di keraton. Lagu-lagu ini terdiri dari berbagai macam dan dipakai untuk situasi yang berbeda pula. Di sini kendang akan memberikan aba-aba ketika permainan akan memasuki bagian-bagian tertentu. Misalkan Ladrang srepekgan, yang biasa dimainkan ketika ada adegan tempur yang sengit. Atau Gending, yang biasa dimainkan ketika tokoh-tokoh kerajaan Aksarapura tengah berdiskusi serius.
Walaupun lagu-lagu ini terdapat berbagai macam, mereka memiliki aturan penulisan yang sama, yaitu terdiri minimal dari 32 not dengan penulisan sebagai berikut:
2 1 2 6 [2] 1 2 3
5 3 2 1 3 2 3 1
6 3 2 1 3 2 1 6
5 3 2 {1} 3 2 1 (6)
(Irama ke-1)
Deretan not di atas merupakan contoh Gending Asmoro Dono. Di sini demung akan memainkan semua not sebagai guide pemain lain. Kendang akan memberi aba-aba kapan memulai, kapan berhenti, kapan mengulang, atau kapan lanjut ke irama berikutnya. Kendang mulai memberi aba-aba pada 6 not terkahir ( {1} ). Jika tempo permainan kendang tetap sama, permainan gamelan akan mengulang irama pertama dengan kondisi pada not ke-5 (2) permainan akan lebih lambat dibandingkan permainan yang sebelumnya. Pada not ke-5 ini pula kendang mulai memimpin permainan pada bagian awal. Namun jika di bagian akhir permainan kendang bertempo cepat, maka sesungguhnya pemain kendang tengah ‘meminta ijin’ untuk melanjutkan permainan ke irama ke 2. Lalu pada not terakhir (6) pemain Gong akan ‘mengijinkan’ dengan cara membunyikan instrumennya, dan permainan lanjut ke irama ke-2.
2 3 2 1 3 2 1 6 2 3 2 1 5 6 5 3
6 1 3 2 6 3 2 1 3 6 3 2 1 5 6 1
3 6 3 2 6 3 2 1 3 6 3 2 3 2 1 6
5 3 5 3 2 3 2 1 3 6 3 2 3 2 1 (6)
(Irama ke-2)
Irama ke-2 merupakan pengembangan dari irama pertama dengan jumlah not dua kali lipatnya, yaitu 64 not. Irama kedua ini memiliki syarat, yaitu ketika mengembangkan not, akhir setiap baris pada not ke-4 di irama ke-1 harus memiliki not akhir yang sama dengan not ke-8 di irama ke-2 (Bisa dilihat dari deretan angka di atas). Pada permainan Gending, baik Gending Pangkur maupun Gending lainnya, lagu ini paling banyak memiliki 3 irama, sehingga total terdapat 128 not yang harus dimainkan.
Penabuh kendang harus hafal seluruh lagu. Oleh karena itu, seharusnya pemain kendang adalah orang yang sudah menguasai keseluruhan gamelan, karena sebelum ia bisa menggiring, ia harus paham betul not-not yang harus dimainkan instrumen lain.
Gamelan yang seringnya dianggap ‘ketinggalan jaman’ atau ‘bagian dari masa lalu’ ternyata merupakan seni komplek yang tidak semua orang bisa kuasai dengan mudah. Setelah membaca deretan angka tadi, kiranya tidak semua orang paham cara membacanya, apa lagi menghafal dan memainkan begitu banyak not. Oleh karena itu alangkah baiknya kita menghargai dan melestarikan budaya ini agar generasi mendatang tahu betapa kaya dan kompleksnya seni musik tradisional ini.
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.