×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Ritual Adat

Provinsi

Nusa Tenggara Timur

Asal Daerah

Manggarai Timur

Kebhu

Tanggal 26 Dec 2018 oleh Aze .

Di Manggarai Timur (Matim), Flores NTT juga terdapat ritual adat yang juga digelar sekali dalam lima tahun. Masyarakat setempat menyebutnya, Kebhu.

Ritual ini tidak dilakukan oleh semua suku di Matim, hanya di suku Lowa, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba. Masyarakat etnik Rongga menyebutnya Limbu. Limbu itu pun bernama Tiwu Lea.

 

Khebu tidak sama dengan unan-unan dan nundang padi. Khebu adalah prosesi penangkapan ikan di kolam atau muara.  Namun, sbelum Khebu (menangkap ikan), terdapat beberapa ritual adat yang dilakukan.

Minggu (29/10/2018) kemarin masyarakat dari suku Rongga kembali menggelar Khebu. Ratusan warga memadati Tiwu Lea, yang terletak di kampung Nangarawa, Desa Bamo, Kabupaten Manggarai Timur.

Mereka terlihat sangat antusias mengikuti rangkaian acara Khebu, mulai dari prosesi adat hingga proses penangkapan ikan dan biota lainnya.

Namun, tak semua yang hadir berasal dari keluarga suku Lowa, dari daerah lain turut hadir meyaksikan dan ikut merayakan prosesi lima tahunan itu.

Menurut Sebastianus Anggal, salah satu peserta Kebhu mengatakan, kebanyakan mereka yang hadir berasal dari kampung tetangga.

Pantangan

Dalam Khebu ini terdapat hal menarik yakni, warga hanya diperbolehkan untuk menangkap ikan menggunakan tangan kosong.

Mereka dilarang untuk menggunakan pukat. Kalaupun membutuhkan alat bantu, hanya diperbolehkan menggunakan ndai sejenis jaring dorong dengan dua tongkat kayu di dua sisi. Ikan yang berhasil mereka tangkap langsung dimasukkan ke dalam mbere, wadah penampung dari anyaman daun lontar, pandan, atau gewang (sebangsa palem).

Selain itu, para peserta kremo (istilah warga setempat untuk menankap ikan) dilarang bertindak emosional. Dan yang paling diharamkan adalah meneriakkan nada-nada provokasi, seperti hia-hia-hia, yang bisa membuat orang berebutan menangkap ikan.

Warga juga dilarang menggigit hasil tangkapannya sebelum dimasukkan ke dalam mbere. Begitu pantangan dilanggar, tetua pemilik kebhu langsung menebarkan jala pusaka bernama ramba ke dalam kolam sebelum waktunya. Konsekuensinya, kalau ramba sudah ditebarkan berarti prosesi Khebu berhenti saat itu juga.

Prosesi Kebhu

Mengutip Kompas, sebulan sebelum hari-H, tetua suku Lowa mengirim utusan ke sejumlah kampung dan desa, mengundang warga kampung lain untuk ikut memanen ikan atau lazim disebut kremo di Tiwu Lea.

Kegiatan kremo diawali dengan serangkaian ritual adat, yang disebut eko ramba, tunu manu, dan nazho. Ritual eko ramba wujudnya berupa penggendongan ramba (jala pusaka) dari ulu nua (hulu kampung) yang berlokasi di Muting menuju eko nua (hilir kampung) di Nangarawa, dekat tepi kolam Tiwu Lea.

Prosesi eko ramba disertai kelong (nyanyian mistis). “Oru lau mbawu oru lau, renggo ika rele lia…,” begitu syair kelong. Mereka memohon kepada leluhur agar menghalau mbawu, ikan belanak yang mendominasi kolam muara, belut, dan berbagai biota lain supaya keluar dari lia (sarang) menuju kolam Tiwu Lea.

Penggendongan ramba hanya dilakukan oleh wanita dewasa yang masih berstatus anggota suku Lowa dan belum menikah.

Boleh juga wanita yang sudah menikah, tetapi dipastikan kawin masuk (menjadi anggota suku). Prosesi eko ramba berlangsung sejauh lebih-kurang 1,5 km, berujung di kaki nangge (pohon asam) di Nangarawa. Kaki pohon asam itu konon pernah mati, tetapi hidup kembali.

Usai eko ramba, prosesi selanjutnya adalah tunu manu, yaitu pemotongan ayam kurban. Sebagian darah ayam dioleskan ke permukaan batu sesajen dan sebagian lain dioleskan pada ramba. Jala pusaka selanjutnya diserahkan kepada tetua yang akan memimpin kremo.

Kegiatan dimulai setelah sang tetua menebarkan ramba ke kolam. Penebaran didahului lima kali ancang-ancang (nazho). Tetua juga menebarkan jawa pena (jagung titi) ke kolam.

Dari kegiatan itu, tetua langsung memberi tanda-tanda yang mengisyaratkan apakah kremo akan mendapatkan hasil tangkapan memuaskan atau mengecewakan.

“Kalau ikan-ikan langsung datang menyerbu, itu pertanda baik. Pertanda kurang memuaskan, kalau tidak banyak ikan yang datang menyambut ramba atau jawa pena,” kata Nikolaus Gelang, tetua etnis Rongga asal Desa Watu Nggene, tetangga Bamo, seperti dilansir Kompas.

Dalam prosesi kemarin menunjukan, hasilnya mengecewakan tak banyak ikan yang didapatkan. Bahkan ada warga yang pulang dengan tangan kosong.

sumber : https://voxntt.com/topics/senibudaya/

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...