|
|
|
|
Kampung Naga Tanggal 05 Aug 2018 oleh OSKM_16418026_iqbal fauzi. |
Kampung Naga
Kampung Naga merupakan kampung adat yang terletak di Tasikmalaya, Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Salawu, merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, yaitu adat Sunda. Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari. Mereka menolak campur tangan dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut.
Untuk bisa ke Kampung Naga, orang harus melewati sekitar 439 anak tangga. Terbuat dari batu yang dilapis semen, ini setelah direnopasi pada tahun 2009 oleh bapak Anton yang sekarang menjadi kapolda jabar. Sebelum direnopasi, anak tangganya berjumalh 360 yang terbuat dari kayu atau bambu. tangga itu menuruni bukit yang terjal ,dari muara tangga terbentang jalan batu di antara sawah-sawah. Indah, memang. Sungai Ciwulan, yang biasa digunakan untuk bersuci, mengalir di sisi kampung sebelah utara hingga ke timur. Sedangkan di arah barat dan timur, perbukitan yang dimanfaatkan untuk persawahan.
Kampung naga terbagi menjadi 2 , yaitu naga luar (SaNaga) dan naga dalam. Naga dalam yaitu penduduk yang tinggal di dalam “pager awi” pager awi adalah semacam batas , yang luasnya 1,5 hektar. Naga luar ”SaNaga” yaitu mereka yang tinggal di luar Kampung Naga. Mereka yang bertempat di luar Kampung Naga, masih tetap terikat oleh adat Naga dan setiap penyelenggaraan upacara adat mereka datang ke kampung untuk berziarah ke makam keramat. Namun mereka tidak terikat lagi oleh ketentuan adat seperti membuat rumah panggung dan aturan lainnya. Jumlah penduduk kampung naga kurang lebih berjumlah 300 orang, 110 Kepala Keluarga dan tedapat 113 rumah .
Asal-usul kampung adat ini tidak begitu jelas. Tidak diketahui dengan jelas, siapa yang mendirikan serta bagaimana kampung ini berdiri.Hal ini konon disebabkan dokumen-dokumen peninggalan leuhur yang bisa menceritakan sejarah kampung Naga , terbakar pada saat pemberontakaan DI/TII yang dipimpinoleh karto suwiryo tahun 1956. Kampung Naga yang saat kurang simpatik dan tidak ingin bergabung dengan Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan perkampungan tersebut termasuk tempat penyimpanan pusaka pada tahun 1956.
Penamaan Naga sendiri cukup aneh, karena sebagaimana diketahui naga adalah ciri khas budaya Tiongkok. Sedangkan kampung tersebut bisa dikatakan jauh dari pengaruh itu. Tidak terdapat ornamen-ornamen atau pun gambaran tentang hewan naga di Kampung Naga.konon nama Naga berasal dari “Na Gawir”, yatu bahasa sunda yang artinya “berada jurang.” Ini karena kampung Naga berada pada lereng lembah sungai Ciwulan.
Mengenai asal-usul terbentuknya kampung, konon berasal dari seorang tokoh bernama Sembah Dalem Eyang Singaparana. Beliau adalah murid dari Sunan Gunung Jati yang ditugaskan menyebarkan agama Islam ke barat. Dalam perjalanannya, beliau singgah di desa Neglasari, saat ini menjadi bagian dari kecamatan Salawu Tasikmalaya. Dari desa tersebut, Singaparana bersemedi dan meninggal. Konon makam Sembah Dalem Singaparana terletak di tengan hutan terlarang di sebelah barat kampung dan dikeramatkan oleh warga.
Penduduk Kampung Naga semuanya beragama islam. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan hasil panennya dimakan oleh penduduk Kampung Naga sendiri. Mata pencaharian lain diantaranya yaitu sebagai pembuat kerajinan yang hasilnya dijual keluar daerah Kampung Naga. Hampir seluruh penduduknya menolak menggunakan teknologi dan listrik . walaupun ada beberapa warga yang menggunakannya. Mereka menggunakan petromak yaitu semacam senter yang bahan bakarnya berasal dari minyak tanah. Pemasokan minyak tanah sendiri sebagai alat penerangan dan sebagai bahan bakar untuk memasak dipasok oleh pemerintah daerah.
Keunikan masyarakat Kampung naga yaitu rumah rumah nya saling berhadapan , ini memiliki arti kebersamaan. Jadi masyarakat disana bisa mengetahui keadaan tetangganya apabila terjadi suatu hal. Di setiap rumah biasanya terdapat “ simbol panyinglar “ berupa wadah kupat sebagai simbol menolak bencana. Untuk kesenianya masyarakat Kampung naga memproduksi karinding sebagai alat musik traditional khas jawa barat . Struktur kepengurusan atau sistem pemerintahannya yaitu , turun temurun untuk seorang kuncen atau leluhur. Sebagai punduh yaitu mengayomi dan melayani masyarakatnya. Serta ada yang bertugas sebagai penghulu. Di Kampung Naga sendiri ada sistem pemerintah yang formal yakni RT/RW.
kepercayaan masyarakat Kampung Naga akan adat istiadat sangatlah kental, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu atau perbuatan yang tidak baik. Demikian juga hukum yang berlaku disana diantaranya tidak boleh mengunjungi atau melihat tempat-tempat terlarang seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan hutang terlarang yang merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga. Dan jika melanggar bisa diasingkan diwilayah Kampung Naga tersebut.
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |