Istana Sultan Buton (disebut Kamali atau Malige) meskipun didirikan hanya dengan saling mengait, tanpa tali pengikat ataupun paku, bangunan ini dapat berdiri dengan kokoh dan megah di atas sandi yang menjadi landasan dasarnya.
		
		Rumah adat Buton atau Buton merupakan bangunan di atas tiang, dan seluruhnya dari bahan kayu. Bangunannya terdiri dari empat tingkat atau empat lantai. Ruang lantai pertama lebih luas dari lantai kedua. Sedangkan lantai keempat lebih besar dari lantai ketiga, jadi makin keatas makin kecil atau sempit ruangannya, tapi di lantai keempat sedikit lebih melebar.
		
		Seluruh bangunan tanpa memakai paku dalam pembuatannya, melainkan memakai pasak atau paku kayu. Tiang-tiang depan terdiri dari 5 buah yang berjajar ke belakang sampai delapan deret, hingga jumlah seluruhnya adalah 40 buah tiang. Tiang tengah menjulang ke atas dan merupakan tiang utama disebut Tutumbu yang artinya tumbuh terus. Tiang-tiang ini terbuat dari kayu wala da semuanya bersegi empat. Untuk rumah rakyat biasa, tiangnya berbentuk bulat. Biasanya tiang-tiang ini puncaknya terpotong. Dengan melihat jumlah tiang sampingnya dapat diketahui siapa atau apa kedudukan si pemilik. Rumah adat yang mempunyai tiang samping 4 buah berarti rumah tersebut terdiri dari 3 petak merupakan rumah rakyat biasa. Rumah adat bertiang samping 6 buah akan mempunyai 5 petak atau ruangan, rumah ini biasanya dimiliki oleh pegawai Sultan atau rumah anggota adat kesultanan Buton. Sedangkan rumah adat yang mempunyai tiang samping 8 buah berarti rumah tersebut mempunyai 7 ruangan dan ini khusus untuk rumah Sultan Buton.
Rumah adat ini memiliki dua nama yaitu Malige atau Kamali. Hanya rumah raja/sultan saya yang memiliki nama, sedangkan rumah masyarakat lainnya biasanya disebut Rumah Buton. Di Kerajaan/Kesultanan Buton, setiap raja/sultan yang menjabat akan membangun istananya sendiri. Dikatakan Kamali, jika dirumah tersebut ditinggali raja/sultan bersama permaisuri (istri pertama).
Sedangkan sebutan Malige sebenarnya julukan salah seorang Sultan Buton yang saat itu menjabat. Karena dirumahnya saat itu tidak ditinggali permaisuri (permaisuri tinggal di istana lain), maka nama istananya mengikuti julukan sang sultan yang artinya maligai. Namun, nama Malige lebih sering digunakan untuk nama rumah adat ini karena diantara semua istana dan rumah, Malige-lah yang paling besar.
Sampai saat ini, baik istana maupun rumah adat masih dapat dijumpai di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara.
Bila diamati dengan lebih seksama, rumah adat ini seakan-akan terdiri dari bagian kepala, badan, dan kaki yang sarat dengan falsafah orang Buton. Masyarakat Buton memiliki tradisi memberi lubang rahasia pada kayu terbaiknya untuk diberi emas dan menandakan lubang rahasia tersebut sebagai pusar yang merupakan titik central tubuh manusia. Emas tersebut sebagai perlambang bahwa sebuah rumah memiliki hati dan bagi adat Buton, hati adalah laksana intan pada manusia.
Keunikan dari rumah ini ialah sama sekali tidak menggunakan paku namun bisa tetap kokoh berdiri empat lantai. Pada zaman dulu, orang Buton jika akan pindahan, mereka turut membawa rumah mereka sebab rumah adat Buton ini seperti permainan bongkar pasang. Di atas atap, terdapat ukiran nanas dan naga yang merupakan lambang kerajaan dan kesultanan Buton. Keunikan lainnya ialah rumah ini tahan gempa
		
		Adapun susunan ruangan dalam istana ini adalah sebagai berikut:
		
		1] Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, ruangan pertama dan kedua berfungsi sebagai tempat menerima tamu atau ruang sidang anggota Hadat Kerajaan Buton. Ruangan ketiga dibagi dua, yang sebelah kiri dipakai untuk kamar tidur tamu, dan sebelah kanan sebagai ruang makan tamu. Ruangan keempat juga dibagi dua, berfungsi sebagai kamar anak-anak Sultan yang sudah menikah. Ruang kelima sebagai kamar makan Sultan, atau kamar tamu bagian dalam, sedangkan ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke kanan dipergunakan sebagai kamar anak perempuan Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan kamar anak laki-laki Sultan yang dewasa.
		
		2] Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga. Fungsi kamar-kamar tersebut adalah untuk tamu keluarga, sebagai kantor, dan sebagai gudang. Kamar besar yang letaknya di sebelah depan sebagai kamar tinggal keluarga Sultan, sedangkan yang lebih besar lagi sebagai Aula.
		
		3] Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi
		
		4] Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Disamping kamar bangunan Malige terdapat sebuah banguan seperti rumah panggung mecil, yang dipergunakan sebagai dapur, yang dihubungakan dengan satu gang di atas tiang pula. Di anjungan bangunan ini di pergunakan sebagai kantor anjungan. Pada bangunan Malige terdapat 2 macam hiasan, yaitu ukiran naga yang terdapat di atas bubungan rumah, serta ukiran buah nenas yang tergantung pada papan lis atap, dan dibawah kamar-kamar sisi depan.
Adapun kedua hiasan tersebut mengandung makna yang sangat dalam, yakni ukiran naga merupakan lambang kebesaran kerajaan Buton. Naga dikenal sebagai binatang yang sakti serta cerdas. Ini melambangkan kerajaan Buton yang pernah berkuasa dan juga memiliki kecerdasan seperti naga.
Sedangkan ukiran buah nenas, dalam tangkai nenas itu hanya tumbuh sebuah nenas saja, melambangkan bahwa hanya ada satu Sultan di dalam kerajaan Buton. Buah nanas dapat tumbuh di mana saja. Apakah itu di daerah berpasir, berbatu, ataupun dalam iklim yang bagaimanapun. Ini menyimbolkan masyarakat Buton dapat beradaptasi di mana saja. Nanas juga punya daun berduri yang berarti Buton punya kekuasaan yang tak dapat sembarangan diganggu. Meski demikian, nanas memiliki daging buah yang manis dan segar, pertanda bahwa orang-orang Buton walau punya kekuasaan, namun baik hatinya.
Bunga nenas bermahkota, berarti bahwa yang berhak untuk dipayungi dengan payung kerajaan hanya Sultan Buton saja. Nenas merupakan buah berbiji, tetapi bibit nenas tidak tumbuh dari bibit itu, melainkan dari rumpunya timbul tunas baru. ini berarti bahwa kesultanan Buton bukan sebagai pusaka anak beranak yang dapat diwariskan kepada anaknya sendiri. Falsafah nenas in dilambangakan sebagai kesultanan Buton, dan Malige Buton mirip rongga manusia.
 
            Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak, Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman)...
 
                     
            Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
 
                     
            Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok ataupun pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghad...
 
                     
            aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
 
                     
            Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang
