Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Papua Papua
KISAH TOPENG DAN PESTA ROH
- 21 Juli 2018
Topeng merupakan media atau alat utama yang digunakan oleh orang-orang Suku Asmat di Papua dalam upacara yang disebut Pesta Roh atau Pesta Topeng. Dalam istilah orang Asmat, pesta ini disebut dengan mamar atau bunmar pokbui. Pesta Roh ini bertujuan untuk memperingati roh keluarga dekat yang telah meninggal dunia. Menurut cerita, upacara mamar bermula dari sebuah peristiwa yang dialami oleh seorang anak yatim piatu.
 

Alkisah, di sebuah kampung di hulu Sungai Sirets di pedalaman Merauke, Papua, hiduplah seorang anak yatim piatu atau yang biasa panggil Si Yatim. Anak itu menjadi sebatang kara karena dusunnya diserang oleh kampung lain sehingga menyebabkan seluruh keluarganya meninggal dunia.
 
Kini, si Yatim hidup sendiri di sebuah rumah yang sudah hampir roboh. Hidupnya sungguh memprihatinkan. Setiap hari ia selalu menyendiri karena tidak disenangi oleh warga tanpa alasan yang jelas. Walaupun penduduk di kampung itu hidup makmur, namun tak seorang pun dari mereka yang mau membantu si Yatim. Nasib si Yatim semakin parah ketika suatu hari ia dituduh mencuri makanan dan barang-barang milik penduduk kampung tanpa disertai dengan bukti.
 
Saat ia mengelak, warga justru hendak menghukumnya. Karena merasa tidak bersalah, si Yatim pun melarikan diri meninggalkan kampungnya. Melihat si Yatim melarikan diri, seorang warga langsung berteriak.
  • “Ayo, kejar anak itu!” Orang-orang segera mengejar si Yatim beramai-ramai untuk menangkapnya.
Sedangkan si Yatim terus berlari ketakutan masuk ke dalam hutan. Saat tiba di tengah hutan, ia beristirahat sejenak di bawah sebuah beringin yang rindang. Di situlah ia berpikir bahwa kalau ia terus berlari maka dirinya pasti akan tertangkap. Akhirnya, si Yatim memutuskan untuk bersembunyi di atas pohon beringin tersebut.
  • “Ah, sebaiknya aku bersembunyi di atas pohon ini. Aku yakin, mereka tidak akan melihatku,” gumamnya seraya memanjat pohon beringin itu.
Setelah berada di atas pohon, si Yatim kemudian bersembunyi di balik rerimbunan daun dan jumbaian akar-akar beringin. Tak lama kemudian, orang-orang yang mengejarnya tiba dan berhenti sejenak di bawah pohon beringin itu karena kehilangan jejak.
  • “Hai, lari ke mana anak itu?” celetuk salah seorang dari mereka, kebingungan.
Penduduk yang lain pun sama bingungnya. Sementara itu, si Yatim yang bersembunyi di atas pohon beringin merasa ketakutan kalau-kalau keberadaannya diketahui oleh orang-orang yang mengejarnya. Untung para penduduk segera meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan pengejaran sampai ke dalam hutan.
 
Setelah aman, si Yatim pun keluar dari persembunyiannya dengan perasaan lega. Ia kemudian duduk di salah satu cabang pohon beringin itu untuk melepaskan lelah. Hari sudah gelap. Anak sebatang kara itu masih saja duduk melamun di atas pohon. Tampaknya si Yatim sedang bingung memikirkan bagaimana cara membuat penduduk kampung tidak lagi mengejarnya. 
 
Akhirnya, si Yatim menemukan sebuah ide, yaitu ia ingin menakut-nakuti para penduduk dengan mengenakan topeng yang menyeramkan. Ketika hendak turun dari pohon itu untuk mencari akar-akar kayu yang akan dibuat topeng, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sesosok makhluk menyeramkan yang berdiri di cabang pohon beringin yang lain. Rupanya, makhluk itu adalah roh penunggu pohon beringin itu.
  • “Hai, anak manusia! Kamu siapa dan kenapa kamu berada di atas pohon ini?” tanya makhluk itu.
  • “Sa... saya si Yatim,” jawab si Yatim piatu dengan gugup karena ketakutan.
Bocah itu kemudian menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga ia berada di atas pohon beringin itu. Makhluk penunggu pohon beringin itu pun merasa iba terhadap nasib yang dialami si Yaitm. Meskipun wajahnya tampak menakutkan, makhluk itu ternyata baik hati. Ia kemudian memberikan makanan dan minuman kepada si Yatim. Akhirnya, mereka pun bersahabat. 
 
Setelah itu, si Yatim turun dari atas pohon untuk mencari akar-akar pohon yang akan dianyam menjadi sebuah topeng yang menyerupai roh penunggu pohon beringin itu. Membuat topeng seperti itu tidaklah mudah bagi si Yatim. Ia membutuhkan waktu sekitar lima hari baru bisa menyelesaikannya. Setelah selesai, topeng itu ia pakai dan kemudian bercermin di air. 
 
Betapa senangnya hati si Yatim karena topeng hasil buatannya benar-benar menyerupai wajah roh penunggu pohon beringin itu.
  • “Aku yakin, para penduduk pasti akan ketakutan melihatku,” gumamnya.
Ketika hari mulai gelap, si Yatim pergi ke perkampungan dengan mengenakan topeng dan menyelinap masuk ke salah satu rumah penduduk. Penghuni rumah itu pun langsung lari terbirit-birit karena ketakutan.
  • “Tolong...! Tolong...! Ada setaaaan...!” teriak penduduk yang ketakutan itu.
Mendengar teriakan tersebut, penduduk kampung lainnya segera berhamburan keluar rumah dan mengerumuni warga yang berteriak itu.
  • “Hai, apa yang terjadi denganmu?” tanya kepala kampung.
  • “Ada setan di dalam rumahku. Sungguh, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Wajahnya sangat menyeramkan” jelas warga itu.
Mendengar keterangan tersebut, kepala kampung segera memerintahkan seluruh warganya agar mengumpulkan sagu untuk dipersembahkan kepada makhluk itu dengan harapan makhluk itu meninggalkan kampung mereka.
 
Para warga pun segera pulang ke rumah mereka masing-masing untuk mengambil sagu. Namun, setelah mereka kembali menemui kepala kampung, tak seorang pun yang membawa sagu. Ternyata, persediaan sagu di desa tersebut telah habis.
  • “Kalau begitu, besok pagi-pagi sekali kalian pergi ke hutan untuk memangkur sagu,” ujar kepala kampung.
Pada keesokan harinya, semua orang di kampung itu beramai-ramai berangkat ke hutan. Sementara itu, si Yatim pun segera menyusun siasat. Ia akan menakut-nakuti orang-orang yang memangkur sagu di dekat pohon beringin tempat ia bersembunyi.
 
Ketika hari mulai gelap, si Yatim menutupi jalan setapak di dekat pohon beringin itu dengan dahan-dahan pohon. Jalan itu nantinya akan dilewati oleh para pemangkur sagu saat hendak pulang ke perkampungan. Selesai menutupi jalan, si Yatim segera memakai topengnya lalu bersembunyi di balik semak belukar yang ada di bawah pohon beringin. Tak lama kemudian, tampak serombongan wanita yang membawa sagu hendak melintasi jalan setapak itu. Melihat jalan terhalang oleh dahan-dahan pohon beringin, rombongan wanita itu terpaksa berhenti dan meletakkan sagu mereka di tanah.
 
Pada saat mereka sibuk membersihkan dahan-dahan yang menghalangi jalan, si Yatim membuat suara menakutkan lalu muncul dari semak belukar dengan memakai topeng. Tak ayal, rombongan wanita pembawa sagu itu langsung berteriak ketakutan.
  • “Ada setaaan...! Ada setaaan...!” teriak rombongan wanita itu saat melihat topeng yang amat menyeramkan.
Rombongan wanita itu pun lari terbirit-birit dan meninggalkan sagu-sagu mereka. Melihat rombongan wanita itu telah pergi, si Yatim segera membuka topengnya lalu mengambil sagu-sagu tersebut untuk dibawa ke tempat persembunyiannya. Ia kemudian membakar sagu itu dan memakannya sampai kenyang.
 
Sejak itu, si Yatim selalu menakut-nakuti setiap warga yang melintasi jalan itu dan mengambil sagu-sagu mereka. Hal itu ia lakukan untuk membuat orang-orang kampung yang dulu menganiaya dirinya semakin  jera.
 
Sementara itu, penduduk kampung menjadi resah dengan kejadian-kejadian menyeramkan yang sering mereka alami.
  • “Sebenarnya makhluk apa yang suka menakut-nakuti kita itu?” tanya seorang warga.
Tak seorang pun warga mengetahuinya. Karena penasaran, mereka bersepakat untuk menjebak makhluk itu. Suatu hari, serombongan wanita diperintahkan untuk pergi memangkur sagu ke dalam hutan. Sementara itu, sejumlah kaum laki-laki yang kuat dan pemberani diperintahkan untuk mengintai makhluk itu saat melakukan aksinya. Ketika para wanita pulang dan menemukan dahan-dahan yang menghalangi jalan, makhluk yang tidak lain adalah si Yatim bertopeng itu segera menakut-nakuti mereka. Setelah rombongan pemangkur itu lari meninggalkan sagu mereka, anak yatim piatu itu segera membuka topengnya. Ia tak sadar jika ada sejumlah orang yang mengintainya.
  • “Hai, lihat!” seru seorang warga saat melihat wajah di balik topeng itu,
  • “Oh, rupanya makhluk itu ternyata si anak yatim piatu yang selama ini kita kejar.” 
Ketika si Yatim hendak mengambil sagu-sagu yang tergeletak di tanah, penduduk kampung keluar dari tempat persembunyian mereka dan segera mengepung bocah itu.
  • “Mau lari ke mana kamu, hai anak yatim?!” hardik seorang warga.
Si Yatim akhirnya tertangkap basah oleh penduduk dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ia pun digiring ke perkampungan untuk diadili secara adat. Namun, sebelum memasuki perkampungan, si Yatim tiba-tiba hilang secara gaib. Orang-orang kampung yang menggiringnya hanya terperangah menyaksikan peristiwa itu.
 
Sejak si Yatim menghilang, para penduduk merasa sudah aman karena tak ada lagi orang yang menakut-nakuti mereka. Namun, setiap kali melintas di dekat pohon beringin itu mereka masih saja sering diganggu oleh roh si Yatim. Untuk menghalau roh itu, mereka pun membuat topeng yang menyerupai topeng si Yatim.
 
Sejak itu, topeng seperti itu digunakan dalam sebuah ritual yang dikenal dengan Pesta Roh atau Pesta Topeng yang oleh masyarakat setempat disebut dengan Mamar atau Bunmar Pokbui.
 
Kini, ritual Pesta Roh sudah menjadi tradisi masyarakat Suku Asmat untuk memperingati roh keluarga dekat mereka yang telah meninggal dunia. Jenis topeng yang mereka gunakan pun bervariasi. Tidak saja terbuat dari akar-akar kayu, tetapi juga dari belahan-belahan rotan atau kulit Kayu Fum (genemo hutan). Jenis topeng yang terbuat dari rotan disebut Manimar, sedangkan topeng yang terbuat dari kulit kayu fum disebut Ndat Jamu
 
*****
Demikianlah Kisah Topeng Dan Pesta Roh dari daerah Papua. Pesan moral yang dapat dipetik dari kisah ini adalah orang yang menganiaya anak yatim piatu seperti halnya penduduk kampung dalam kisah ini yang mendapat balasan yang setimpal atas perbuatan mereka. Oleh karena telah mengganggu si Yatim, para penduduk kampung selalu mendapat gangguan dari roh si Yatim.
 
Sumber: http://agathanicole.blogspot.com/2017/12/kisah-topeng-dan-pesta-roh.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline