×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Jawa Tengah

Asal Daerah

Banjarnegara

Jaka Umbaran

Tanggal 28 Oct 2017 oleh Riri .

Jaka Umbaran lahir tanpa ditunggui seorang ayah. Semakin besar, Jaka Umbaran semakin ingin tau sosok ayah. Kakeknya, Ki Ageng Giring tidak mau member tau, begitu pula ibundanya. Suatu kali, Jaka Umbaran kembali bertanya untuk kesekian kalinya. “Ibunda, seperti apakah ramanda ku ? “
 
Ibunda Jaka Umbaran, Dewi Nawangsasi memandang anaknya yang sedih. Dia sadar tidak mungkin lagi menghindari pertanyaan Jaka yang terus- menerus belakangan ini. “ beliau lelaki yang gagah dan tampan seperti kamu, nak. Beliau juga berbudi luhur dan baik“ Dewi Nawangsasi berbinar masih menyimpan kekaguman. “ kalau ramanda orang baik pasti dia bersama kita. Paling tidak dia menengok kita satu purnama sekali. “ sergah Jaka Umbaran.
 
Selalu berakhir seperti itu. Jaka Umbaran menyemaikan bibit kebencian kepada orang tua sendiri. Dewi Nawangsasi berpikir tidak baik apabila hal ini dibiarkan terus. Tetapi, dia memang berjanji kepada suaminya untuk tidak menemui bahkan tidak member tahu si jabang bayi, juga kepada orang lain. Seuah janji suci yang tidak mungkin dilanggarnya.
 
Suatu kali, Ki Giring menemui anaknya, Dewi Nawangsasi untuk membicarakan ini. “ nduk, kemrin Jaka Umbaran kembali bertanya tentang ramandanya. Mungkin sudah saatnya kita harus memberitahukan ini semua, usianya semakin bertambah. Tidak baik seorang anak laki- laki kalau tidak mengetahu asal muasal dan jati dirinya.” Dewi Nawangsasi hanya menunduk patuh. “ ayahanda tidak lupa pada perjanjian kita dengan ramanda dari Jaka Umbaran,? “ “ tidak nduk, tentu tidak. Namun mungkin ini sudah garis hidup kita. Semua harus kita tanggung demi kebaikan Jaka Umbaran. Lagipula siapa tahu mungkin ini saat garis keturunan kita juga mendapatkan kemuliaan” “baiklah, ayahanda. Saya siap dengan segala kemugkinan yang terjadi. Semoga Jaka Umbaran mendapatkan yang terbaik dari yang Maha Kuasa.”
 
Dewi Nawangsasi memberitahukan semua yang dia tahu kepada Jaka Umbaran tentang riwayat kelahiran dan ramanda. Perasaan Jaka Umbaran bercampur baur. Sedih, gembira, kesal, marah, sayang, bangga, bercampur aduk dan berputar di hati. “ ibu, izinkan aku sekali saja untuk menemui ramanda di mataram. Saya berharap bisa diterima sebagai anak. Namun, andai tidak diterima saya akan kembali dan mengabdi pada ibu dan kakek seumur hidup disini. “
Dewi Nawangsasi tersentak. Namun dia sudah siap dengan segala resiko yang harus diterima karena sudah melanggar janji. Mungkin inilah jalan hidup dan cara Jaka Umbaran mendapat kemuliaan dari Ramandanya.
 
Sampailah jaka umbaran di mataram. Untuk menghadapi raja mataram saat itu yang bergelar Raden Ngabehi Loring Pasar.
“ anak muda, ada keperluan apa hendak menghadap paduka raja?.” Cegat salah seorang prajurit mataram. “ hamba adalah cucu Ki Ageng Giring sahabat Ki Ageng Pemanahan. Cukup katakana itu, hamba yakin kalau paduka pasti mengerti.
 
Benar saja dan tak lama Jaka Umbaran dipersilahkan menghadap pemegang kekuasaan tertinggi di mataram. Ada rasa gugup dan gemetar, maklum dia dari desa dan sekarang bertemu dengan orang nomer 1 di mataram. Namun, dia mampu menguasainya,
Danu Sutawijaya ( nama raja saat muda ) mengamati Jaka Umbaran dengan seksama. Sekilas dia melihat saat dirinya masih muda. Dari kaki hingga ujung rambut, perawakan yang tegap dan gagah, matanya penuh welah asih seperti mata Dewi Nwangsasi. Mata yang membuatnya jatuh hati bebeapa puluh tahun yang lampau. “ benarkah kamu cucu Ki Ageng Giring? Sahabat Ki Ageng Pemanahan?.” Tanya Danu Sutawijaya “benar paduka mulia. Hamba adalah Jaka Umbaran, cucu Kiageng Giring dan putra satu- satunya dari ibunda Nawangsasi.” “ apakah maksud kedatanganmu ke mataram, dan apakah ada sesuatu yang terjadi dengan ibu dan kakekmu?” “ mereka masih hidup dan semua bai- baik saja. Maksud kedatangan hamba adalah mencari kebenaran kalau…. “
Jaka Umbaran menelan Ludah mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan sesuatu yang sudah dipikirkan selama ini dan sudah dipikirkan selama perjalanan ke mataram. “ bagaimana nak?” Tanya raja.
 
Jaka Umbaran dengan berjongkok mendekat, kepalanya dicondongkan kearah raja. “ hamba mencari kebenaran seperti yang dikatakan ibunda. Apakah benar darah paduka adalah sama seperti yang mengalir dalam tubuh hamba?” “ apa makudmu?” “apakah benar kalau hamba ini adalah anak paduka raja?’” seketika air muka paduka raja berubah lalu tetawalah beliau. Sampai reda baru beliau kembali berbicara. “kamu memang anak pemberani. Sungguh sikap yang patut dipertahankan. Benar mirip sewaktu aku muda.” Paduka raja menepuk pundak Jaka Umbaran.
Senyum lembar mengembang diwajah Jaka Umbaran. Ramanda memang begitu baik dan luhur budinya yang dikatakan ibunda. Dia sangat bangga memiliki seorang ramanda yang juga penguasa mataram. “tinggalah disini. Hanya saja kamu harus memperkenalkan diri sebagai cucu Ki Ageng Giring sahabat Ki Ageng Pemanahan, ayahku.”
 
Jaka Umbaran senang tinggal di lingkungan kerajaan. Apalagi sambutan saudara-saudara anak Ramanda yang lain jugu baik. Sikap Jaka Umbaran juga baik dan mudah menyesuaikan diri dengan adat dan kesopanan di kerajaan. Setiap hari Jaka Umbaran belajar berkuda, memanah, juga melempar tombak dari para prajurit kerajaan. Jaka Umbaran sangat pintar dan menyerap semua yang diajarkan.
Setelah melalui beberapa hari pasar, Jaka Umbaran berpamitan kepada Raja. Baginda Raja menginginkan agar Jaka Umbaran tinggal di Mataram saja dan tidak usah kembali ke desa. “ Paduka, ijinkan hamba kembali sejenak kepada Ibunda dan kakek untuk memohon ijin untuk tinggal dan mengabdi pada Raja di sini.” “ Baiklah, Namun jangan terlalu lama di sana. Bawalah keris yang belum ada warangka ini. Buatkanlah sarung keris dari kayu Purwosari yang berasal dari desamu” pesan Raja.
 
Lalu kembalilah Jaka Umbaran ke desa dengan menaiki kuda yang dipinjamkan oleh Raja. Berlinang air mata ibunda menyambut Jaka Umbaran dengan sangat bahagia. Dibuatkannya makanan kesukaan Jaka Umbaran. Sesudah makan, berceritalah semua yang terjadi di Mataram dari awal hingga akhirnya.
“ jadi apa pesan ramanda bagi kami?”Dewi Nawangsasi begitu penasaran.
Jaka Umbaran membuka pembekalan dan dikeluarkannya sebuah keris. “ inilah pesan dari ramanda bagi ibunda dan kakek. Ramanda meminta dibuatkan warangka keris ini dari kayu Purwosari yang ada di desa ini”
 
Sebenarya pesan itu adalah pesan tersembunyi dari Danu Sutawijaya. Pada saat dia akan meninggalkan Dewi Nawangsasi, raden Danu Sutawijaya berhasil membuat sumpah agar Ki Ageng Giring dan Nawangsasi tidak lagi mengganggunya juga berjanji agar tidak memberitahukan jabang bayi bahwa dia adalah ayahnya. Kalau sampai janji terlanggar maka kematian adalah ganjarannya.
 
Keris yang dibawa Jaka Umbara adalah senjata untuk membunuh Ki Ageng Giring dan Dewi Nawangsasi. Waranka adalah tempat keris ditancapkan atau disimpan. Kayu bersal dari kata ‘kayon’ yang bermakna kehidupan. Purwa bermakna permulaan sari adalah inti. Jadi, makna warangka dari kayu purwosari adalah keris itu harus ditancapkan pada inti permulaaan kehidupan kalau inti permulaan kehidupan (jantung) ditancap keris maka kematianlah yang ada.
Jaka Umbaran tidak diberitahu dan tidak mengerti maknanya. Ki Ageng Giring membuat warangka yang diminta. “nak, karena kamu akan menetap di mataram, maka kami juga tidak akan tinggal lagi di sini. Kami akan mencari tempat baru di sebelah barat. “
 
Sesudah perpisahan yang mengharu biru, pergilah Jaka Umbaran membawa keris yang bersarung indah ke mataram. Sedangkan sesudah semua itu, Kiageng Giring dan Dewi Nawangsasi  pindah kea rah barat bersama para pengikutnya.
Di dalam pencarian tempat disebelah barat, Ki Ageng Giring melalui sungai yang membuat banyak pengikutnya mati tenggelam. Sejak saat itu wilayah sungai itu dinamakan Gumelem yang berasal dari kata kemelem yang berarti tenggelam.
 
Kondisi Ki Ageng Giring semakin lemah karena usia dan perjalanan. Sehingga dia berpesan apabila suatu saat tandu yang digunakan untuk mengangkat tidak bisa lagi diangkat 10 orang, maka saat itu haruslah mereka berhenti. Pada suatu kali mereka melalui sebuah longsoran tebing. Tiba tiba tandu Ki Ageng Giring menjadi sangat berat dan tidak bisa diangkat. Saat dilihat ternyata Ki Ageng Giring sudah tidak ada lagi. Akhirnya ditempat dekat situ mereka memakamkan tandunya. Tempat itu dinamakan Girilangan, tempat Ki Ageng Giring menghilang.
 
Pengikut Ki Ageng Giring mengabarkan lenyapnya Ki Ageng giring pada pengikut Nawangsasi. Sementara Nawangsasi sedang bertapa di atas pohon Elo di tepi kali Sapi. Baru saja kabar itu disampaikan terdengarlah suara keras seperti sebuah benda jatuh ke dalam kali sapi. Menghilang juga Nawangsasi dan hanya tempat sirihnya yang dinamakan bogem. Tempat sirih itu dimakamkan disebuah bukit dekat kalisapi tempatnya disebut panembahan bogem. Tempatnya masih ada sampai sekarang di daerah gumelem, banjarnegara.
 

 

(dikutip dari : Kumpulan Cerita Rakyat Banjarnegara jilid 1) 

DISKUSI


TERBARU


ASAL USUL DESA...

Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
Sejarah

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

Rumah Adat Karo...

Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
Rumah Tradisional

Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

Kearifan Lokal...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

Mengenal Sejara...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

Resep Layur Bum...

Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
Makanan

Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...