Dahulu, di sebuah desa, hidup kakak beradik yang sangat cantik. Sang kakak bernama Mimi dan adiknya bernama Mini. Mereka tinggal bersama ibunya di sebuah rumah yang sangat sederhana. Namun, tidak seorang pun tahu bahwa ibu dari kedua gadis yang cantik dan baik hati itu adalah seekor kucing. Meskipun demikian, kedua gadis itu sangat menyayangi ibunya. Banyak pemuda yang tertarik dengan Mimi dan Mini karena kecantikannya. Suatu hari datanglah dua orang pemuda, Putra dan Jaka. Mereka bermaksud meminang Mimi dan Mini. Putra hendak meminang Mimi, sedangkan Jaka hendak meminang Mini.
"Mimi yang cantik, maukah kamu menjadi istriku?" tanya Putra. "Baiklah," jawab Mimi sambil tersipu.
"Mini yang cantik, maukah kamu menikah denganku?" tanya Jaka. "Baiklah," jawab Mini juga dengan tersipu malu. "Tapi, sebelum menikah, kalian harus meminta restu dari ibu kami," pinta Mimi dan Mini.
Mimi dan Mini kemudian memanggil ibu mereka yang sejak tadi belum menemui Putra dan Jaka. Ia pun keluar untuk menemui kedua pemuda yang hendak meminang anaknya. Namun, betapa terkejutnya kedua pemuda itu ketika yang muncul adalah seekor kucing.
"Apakah kalian bercanda? Mengapa yang kalian kenalkan pada kami adalah seekor kucing? Bukankah kalian hendak memperkenalkan kami dengan ibu kalian?" tanya kedua pemuda itu.
"Kaki tidak bercanda. Dia adalah ibu kami," ucap Mimi dan Mini. "Kalian hendak mempermainkan kami ya? Kami tidak suka bercanda pada saat-saat seperti ini," ucap Putra dan Jaka yang masih tidak percaya.
"Kalau begitu, maafkan kami jika kami terpaksa membatalkan pinangan ini. Kami tidak mau jika ibu mertua kami adalah seekor kucing," tolak kedua pemuda itu sambil melangkahkan kakinya pergi dari rumah kedua gadis itu.
Betapa kecewa dan malunya Mimi dan Mini karena kedua pemuda tampan itu membatalkan pinangannya. Mereka menyesal karena ibunya seekor kucing.
Akhirnya, mereka berpikir untuk mencari ibu baru bagi mereka. Tapi, Mimi dan Mini tidak mengetahui betapa hancur hati sang ibu mendengar anaknya hendak mencari ibu baru. Mimi dan Mini pun lalu berpikir untuk meminta matahari menjadi ibu mereka. Mereka akhirnya mendatangi sang matahari.
"Lihatlah matahari itu Mini! Dia tampak indah jika muncul pada pagi hari. Sinarnya yang cantik menghiasi langit pada pagi hari dan memberi kehangatan. Sedangkan, jika pada siang hari dia tampak gagah menyinari seluruh jagat raya. Tidakkah kau bangga mempunyai ibu seperti matahari?" ucap Mimi kepada adiknya. "Tentu saja aku bangga pada matahari," ujar Mini mengiyakan.
Kemudian mereka mendatangi matahari dan memintanya untuk menjadi ibu mereka. "Wahai Matahari, kamu sangat gagah pada siang hari dan sangat cantik pada pagi hari. Maukah kamu menjadi ibu kami?" tanya kedua gadis cantik itu.
Matahari tersenyum mendengar pujian Mimi dan Mini. Ia pun berkata, "Pujian kalian terlalu berlebihan gadis cantik. Aku tidak sehebat yang kalian pikirkan. Apabila awan datang, sinarku akan terhalang sehingga aku tidak akan terlihat lagi. Jadi, menurutku awanlah yang lebih pantas menjadi ibu kalian." "Begitukah? Baiklah. Terima kasih Matahari. Kami akan pergi menemui awan," ucap Mimi.
Kemudian, pergilah Mimi dan Mini menemui awan. Mereka berharap awan mau menjadi ibu mereka.
"Awan yang baik, kau terlihat sangat anggun. Bentukmu yang seperti kapas membuatmu terlihat lembut. Apabila kamu berubah menjadi hitam, kamu tampak sangat gagah. Matahari yang sangat panas pun mampu kamu kalahkan," ucap kedua gadis itu.
"Ha..ha..ha..kalian terlalu berlebihan," tawa awan mendengar pujian Mimi dan Mini. "Terima kasih kalian telah memercayaiku untuk menjadi ibu kalian," ucap awan.
Awan pun berkata kembali, "Memang bentukku lembut seperti kapas dan tampak gagah ketika berwarna hitam, tapi sebenarnya aku tidak sehebat yang kalian bayangkan. Jika angin datang, aku akan terhempas ke gunung, lalu gunung akan menghalangiku. Dengan begitu, aku tidak akan tampak gagah ataupun lembut lagi."
"Jika kalian ingin mencari ibu yang kuat dan indah dipandang, lebih baik kalian datang ke gunung. Mintalah kepadanya untuk menjadi ibu kalian," ucap awan.
Dengan setengah putus asa, Mimi dan Mini pun beranjak meninggalkan awan. Mereka kebingungan untuk mencari ibu yang hebat dan layak bagi mereka. Dengan berjalan terhuyung-huyung, mereka pergi mencari gunung.
Di tengah perjalanan yang cukup jauh, akhirnya mereka menemukan gunung. Gunung itu tampak besar dan kokoh. Kelelahan dan putus asa pun tidak terlihat lagi di wajah mereka. Kedua gadis itu sangat berharap gunung pantas menjadi ibu mereka.
"Wahai Gunung, sudah lama kami mencarimu. Kamu terlihat gagah dan kokoh. Selain itu, kamu pun terlihat sangat indah di kejauhan. Maukah kamu menjadi ibu kami?" pinta Mimi dan Mini.
Kali ini, gunung tidak tersenyum ataupun tertawa. Tapi, gunung tampak bingung mengapa kedua gadis itu datang menemuinya. "Hai kalian gadis yang cantik, kenapa kalian berpikir bahwa aku layak sebagai ibu kalian? Aku tidak sehebat dugaan kalian," kata gunung dengan keheranan.
"Aku memang besar dan tampak gagah. Tapi kalian lihat saja tubuhku. Meskipun tubuhku besar, namum banyak lubangnya. Tahukah kalian siapa yang telah melubangi tubuhku? Tikus. Binatang kecil itu mampu melubangi tubuhku yang besar dan tampak kokoh ini. Aku tidak berdaya ketika tikus melubangi tubuhku," ucap gunung.
"Jika kalian mencari ibu yang hebat, datanglaj ke tikus," saran gunung kepada Mimi dan Mini.
Mimi dan Mini akhirnya pergi meninggalkan gunung. Mereka pergi mencari rumah tikus yang berada di dekat gunung. Mereka masih tetap berharap dapat menemukan seorang ibu yang hebat untuk mereka.
"Kakak, apakah kau mengetahui dimana rumah tikus? Sepertinya, kita sudah berjalan cukup jauh namun masih belum berhasil menemukan ibu yang pantas untuk kita," ujar Mini pada Mimi.
"Aku juga tidak tahu dimana rumah tikus. Tapi, semoga tikus bisa menjadi ibu kita yang hebat," ucap Mimi kepada adiknya.
Ketika mereka berjalan menyusuri tanah lapang yang berada di pinggiran gunung, mereka melihat makhluk kecil dan hitam yang sedang menggali tanah.
"Kakak, lihatlah itu! Bukankah itu seekor tikus?" teriak Mini dengan senang.
"Iya benar," ucap Mimi sambil menghampiri tikus.
"Wahai Tikus, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya kedua gadis itu.
"Oh, kalian gadis-gadis cantik. Aku sedang menggali tanah ini sampai berlubang dan kemudian akan aku jadikan sebuah rumah sebagai tempat berlindungku!" kata Tikus menjelaskan.
Wah, betapa hebatnya dirimu. Meskipun tubuhmu kecil, tapi kamu mampu melubangi tanah yang keras, bahkan tubuh Gunung yang besar itu pun dapat kamu lubangi. Gig-gigimu juga sangat tajam. Tikus yang kuat, maukah kamu menjadi ibu kami?" tanya Mimi dan Mini.
Dengan terkejut tikus itu berkata, "Apa kalian tidak salah? Aku menjadi ibu kalian? Ha...ha...ha...aku tahu, kalian pasti bercanda. Sudahlah, aku tidak punya banyak waktu untuk bercanda dengan kalian."
"Maaf Tikus, kami tidak sedang bercanda. Kami benar-benar ingin kamu menjadi ibu kami. Sebab, kamu sangat kuat," pinta kedua gadis itu.
"Bagaimana mungkin kalian bisa menganggap aku sangat kuat? Apa kalian tidak tahu, aku akan lari terbirit-birit jika seekor kucing mendatangiku," ucap tikus sambil tersenyum malu.
"Jadi, aku sarankan pergilah kalian mencari seekor kucing dan mintalah ia sebagai ibu kalian karena hanya dia yang sanggup mengalahkanku," saran Tikus.
"Apa? Seekor kucing," teriak Mimi dan Mini saling bertatapan
Betapa terkejutnya Mimi dan Mini mendengar bahwa tikus takut dengan kucing. Ia tidak menyangka bahwa apa yang sudah ia dapatkan adalah yang terbaik. Meskipun ibu mereka hanya seekor kucing, tapi ternyata ibu merekalah yang paling hebat.
Mimi dan Mini pun akhirnya kembali ke rumah. Mereka sangat malu pada sang ibu karena hendak mencari ibu lain. Kini, Mimi dan Mini sadar bahwa tidak ada ibu lain. Kini, Mimi dan Mini sadar bahwa tidak ada ibu lain yang dapat menggantikan ibu mereka sendiri meskipun hanya seekor kucing. Mimi dan Mini pun akhirnya menyayangi ibunya selama-lamanya.
Pesan Moral :
Kita tidak akan mampu membayar jasa ibu. Ibu yang melahirkan, merawat, dan mendidik kita sejak kecil hingga dewasa. Karenanya, jadilah anak yang baik dan berbakti kepada ibu dan ayah, Syukurilah semua yang sudah Tuhan berikan kepada kita.
Sumber:
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...