Selama ini orang hanya mengetahu senjata tradisional Dayak hanyalah mandau, padahal jenis macam senjata suku Dayak sangat beragam, bergantung pada daerah aliran sungai dan sub sukunya. Salah satu senjata yang menarik adalah senjata tradisional kaum Dayak Lun Dayeh atau jika di Serawak Malaysia dikenal dengan nama Lun Bawang. Sebelum kita mengenal senjatanya, ada baiknya kita mengenal sedikit mengenai Dayak Lun Dayeh ini.
Menurut legenda kaum Lun Dayeh sendiri – asal usul mereka ada di daerah Krayan, Kalimantan Utara, kemudian leluhur mereka UPAI SEMARING inilah mereka kemudian bermigrasi dari Krayan ke sebagian ke Sabah, Brunei dan Serawak. Suku ini bukan termasuk rumpun Dayak yang banyak populasinya. Menurut data sensus di Indonesia ada sekitar 25,000 jiwa, Malaysia 12,800 jiwa dan Brunei 1,500 jiwa. Bahkan didalam legenda penciptaanya diakui bahwa leluhur mereka berasal dari daerah asia – kemungkinan besar adalah Formosa, Taiwan. Ini menguatkan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa kaum Lun Dayeh adalah migrasi akhir dari puak Dayak yang masuk ke Kalimantan selama era migrasi Proto Melayu yang berlangsung sekitar 3,500 SM hingga 500 SM. Itulah kemungkinan puak ini memiliki bentuk ragam senjata yang berbeda dengan sub suku Dayak lainnya. Puak Dayak Lun Dayeh oleh beberapa ahli sering dimasukan dalam rumpun Dayak Murut, itu juga kenapa senjata ini dikenal oleh rumpun Dayak Murut, yang mereka sebut dengan PAKAYUN – namun inipun masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. But, kita tidak akan membahasnya kali ini. Kita akan membahas mengenai senjata puak Dayak Lun Dayeh ini yang disebut FELEPET ini.
Felepet adalah senjata yang masuk dalam family KATANA (senjata Samurai Jepang), kebanyakan orang asli Lun Dayeh / Lun Bawang bahkan Murut sudah tidak banyak mengetahui mengenai senjata ini, bahkan bagaimana cara pembuatannya lagi. Bentuk senjata ini sangat karakteristik panjang dan melengkung dengan panjang rata-rata 60 sampai 70 cm dan memiliki ketebalan 3 cm. Tidak seperti Mandau yang memiliki sisi cekung dan cembung, FELEPET tidak memilikinya dan bahkan tidak diberi tatahan pada bilahnya sebagaimana yang umum pada Mandau. Karena senjata ini masuk pada family KATANA, maka cara memegangnyapun mirip seperti KATANA dengan menggunakan kedua tangan. Kontruksi senjata ini ringan sehingga sangat baik untuk memberikan serangan yang tangkas, namun sebaliknya, kurang begitu baik untuk menangkis serangan lawan.
Penempaan bilah FELEPET ini menggunakan sistem folded blade, mirip dengan teknik penempaan katana, dimana baja dilipat kemudian ditempa menjadi satu bilah. Bilah felepet atau disebut MEFARET biasanya dari bagian gaganya tebal kemudian menipis sampai ke bagian ujungnya. Bilahnya ini sangat jarang dihiasi dengan ornamen seperti mandau. Panjang bilah sebenarnya bervariasi tergantung postur tubuh pemakainya.
Bagian gagang FELEPET atau disebut MUTEM biasanya terbuat dari kayu berbentuk garpu, dengan dua ujung yang keluar seperti tanduk, tidak seperti mandau yang biasanya dihisi dengan rambut pada gagangnya. Felepet umumnya tidak dihiasi dengan rambut pada bagian gagangnya – kecuali felepet yang dimilik penulis diberikan hiasan rambut, yang kemungkinan besar adalah tambahan kemudian – sebab bagian ujung felepet ini biasanya gampang patah. Penulis memiliki dua buah FELEPET, dimana salah satu felepet ini juga bagian ujung gagangnya patah ketika proses pengiriman. Bagian gagangnya ini direkatkan dengan anyaman rotan, sedangkan bagian pegangan dan pelindung tangan terbuat dari bahan kuningan yang membentuk lingkaran seperti bunga terong. Bagian pelindung tangan ini disebut ATUN KARIT dan terbuat dari bahan BESI KUNING yang dipercaya memberikan kekebalan atau perlindungan bagi pemakainya, bagian ini dibuat seperti lambang bunga terong yang bagi orang dayak juga banyak diukirkan dibagian mandau atau ditatookan dibadan sebagai lambang KAYAU atau pemburu kepala – pada bagian gagang ini jugalah ditanamkan azimat-azimat yang dipercaya akan memberikan kekuatan kepada pemiliknya.
Untuk bagian sarungnya atau disebut BINAN FELEPET biasanya terbuat dari kayu TANIT yang juga diberi perekat dari bahan kuningan dan biasanya diukirkan ukiran-ukiran yang dipercaya dibuat oleh UPAI SEMARING seperti ukiran ARID PAWAD dan ARID LINAWA, biasanya bagian sarung felepet ini akan digantungkan rambut korban hasil Kayau. Tidak seperti mandau, felepet tidak disertai dengan pisau raut atau langgei.
Jika seseorang pada zaman dahulu berhasil memenggal kepala musuhnya maka ia dianggap seorang sakti atau jawara, sehingga ketika ia pulang kembali ke kampungya dengan membawa kepala hasil buruannya itu dan ia akan mendirikan sebuah kayu yang penuh dengan ukiran pada sebuah tugu berbentuk buaya atau naga, yang disebut ULUNG BUAYA tempat pemuja kesaktian. Maka para penghuni rumah panjang akan turun GUKUI menari SEMAJAU dan menyanyi disekeliling ULUNG BUAYA tadi selama beberapa hari. Mereka akan mengorbankan binatang yang akan dimakan bersama-sama, sambil meminum tuak atau dalam bahasa Lun Dayehnya disebut PENGASIH atau BURAK yang terbuat dari beberap jenis tumbuhan, ubi kayu , beras merah yang dicampur dengan daun rambutan.
Seorang yang sakti akan menunjukan kesaktiannya kepada kekuasaannya dengan jumlah kampung yang sudah menyerah dan menjadi pengikutnya dengan memotong bagian belakang tugu buaya itu dengan FELEPET ini, ia juga akan menunjukan para tawanan perang yang ditangkap hidup-hidup dan dijadikan budak. Pada jaman dahulu jika ada anak atau keluarga kepala suku sakti tersebut meninggal, maka para budaknya akan dikorbankan atau dikubur hidup-hidup, sebagai penghormatan kepada kepala suku tadi.
Untuk cara penggunaan FELEPET – penulis belum memiliki reverensi atau melihat secara langsung bagaimana kaum Lun Dayeh memainkan senjata ini, dan apa saja nama ukiran atau filosofi ukiran tersebut – masih menjadi PR bersama kita untuk menggali budaya kita sendiri. Tabe
Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2015/09/04/felepet-senjata-khas-dayak-lun-dayeh-lun-bawang/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...