Senjata dan Alat Perang
Senjata dan Alat Perang
Senjata Kalimantan Utara Krayan
FELEPET – SENJATA KHAS DAYAK LUN DAYEH / LUN BAWANG
- 26 Juli 2018
FELEPET - Senjata Dayak Lun Dayeh / Lun Bawang

FELEPET – Senjata Dayak Lun Dayeh / Lun Bawang

Selama ini orang hanya mengetahu senjata tradisional Dayak hanyalah mandau, padahal jenis macam senjata suku Dayak sangat beragam, bergantung pada daerah aliran sungai dan sub sukunya. Salah satu senjata yang menarik adalah senjata tradisional kaum Dayak Lun Dayeh atau jika di Serawak Malaysia dikenal dengan nama Lun Bawang. Sebelum kita mengenal senjatanya, ada baiknya kita mengenal sedikit mengenai Dayak Lun Dayeh ini.

Menurut legenda kaum Lun Dayeh sendiri – asal usul mereka ada di daerah Krayan, Kalimantan Utara, kemudian leluhur mereka UPAI SEMARING inilah mereka kemudian bermigrasi dari Krayan ke sebagian ke Sabah, Brunei dan Serawak. Suku ini bukan termasuk rumpun Dayak yang banyak populasinya. Menurut data sensus di Indonesia ada sekitar 25,000 jiwa, Malaysia 12,800 jiwa dan Brunei 1,500 jiwa. Bahkan didalam legenda penciptaanya diakui bahwa leluhur mereka berasal dari daerah asia – kemungkinan besar adalah Formosa, Taiwan. Ini menguatkan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa kaum Lun Dayeh adalah migrasi akhir dari puak Dayak yang masuk ke Kalimantan selama era migrasi Proto Melayu yang berlangsung sekitar 3,500 SM hingga 500 SM. Itulah kemungkinan puak ini memiliki bentuk ragam senjata yang berbeda dengan sub suku Dayak lainnya. Puak Dayak Lun Dayeh oleh beberapa ahli sering dimasukan dalam rumpun Dayak Murut, itu juga kenapa senjata ini dikenal oleh rumpun Dayak Murut, yang mereka sebut dengan PAKAYUN – namun inipun masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. But, kita tidak akan membahasnya kali ini. Kita akan membahas mengenai senjata puak Dayak Lun Dayeh ini yang disebut FELEPET ini.

Felepet adalah senjata yang masuk dalam family KATANA (senjata Samurai Jepang), kebanyakan orang asli Lun Dayeh / Lun Bawang bahkan Murut sudah tidak banyak mengetahui mengenai senjata ini, bahkan bagaimana cara pembuatannya lagi. Bentuk senjata ini sangat karakteristik panjang dan melengkung dengan panjang rata-rata 60 sampai 70 cm dan memiliki ketebalan 3 cm. Tidak seperti Mandau yang memiliki sisi cekung dan cembung, FELEPET tidak memilikinya dan bahkan tidak diberi tatahan pada bilahnya sebagaimana yang umum pada Mandau. Karena senjata ini masuk pada family KATANA, maka cara memegangnyapun mirip seperti KATANA dengan menggunakan kedua tangan. Kontruksi senjata ini ringan sehingga sangat baik untuk memberikan serangan yang tangkas, namun sebaliknya, kurang begitu baik untuk menangkis serangan lawan.

Penempaan bilah FELEPET ini menggunakan sistem folded blade, mirip dengan teknik penempaan katana, dimana baja dilipat kemudian ditempa menjadi satu bilah. Bilah felepet atau disebut MEFARET biasanya  dari bagian gaganya tebal kemudian menipis sampai ke bagian ujungnya. Bilahnya ini sangat jarang dihiasi dengan ornamen seperti mandau. Panjang bilah sebenarnya bervariasi tergantung postur tubuh pemakainya.

Bilah Felepet

Bilah Felepet

Bagian gagang FELEPET atau disebut MUTEM biasanya terbuat dari kayu berbentuk garpu, dengan dua ujung yang keluar seperti tanduk, tidak seperti mandau yang biasanya dihisi dengan rambut pada gagangnya. Felepet umumnya tidak dihiasi dengan rambut pada bagian gagangnya – kecuali felepet yang dimilik penulis diberikan hiasan rambut, yang kemungkinan besar adalah tambahan kemudian – sebab bagian ujung felepet ini biasanya gampang patah. Penulis memiliki dua buah FELEPET, dimana salah satu felepet ini juga bagian ujung gagangnya patah ketika proses pengiriman. Bagian gagangnya ini direkatkan dengan anyaman rotan, sedangkan bagian pegangan dan pelindung tangan terbuat dari bahan kuningan yang membentuk lingkaran seperti bunga terong. Bagian pelindung tangan ini disebut ATUN KARIT dan terbuat dari bahan BESI KUNING yang dipercaya memberikan kekebalan atau perlindungan bagi pemakainya, bagian ini dibuat seperti lambang bunga terong yang bagi orang dayak juga banyak diukirkan dibagian mandau atau ditatookan dibadan sebagai lambang KAYAU atau pemburu kepala – pada bagian gagang ini jugalah ditanamkan azimat-azimat yang dipercaya akan memberikan kekuatan kepada pemiliknya.

Gagang Felepet yang berbentuk seperti garpu

Gagang Felepet yang berbentuk seperti garpu

Bagian pegangan yang terbuat dari kuningan

Bagian pegangan yang terbuat dari kuningan

Pelindung Tangan pada felepet

Pelindung Tangan pada felepet

Untuk bagian sarungnya atau disebut BINAN FELEPET biasanya terbuat dari kayu TANIT yang juga diberi perekat dari bahan kuningan dan biasanya diukirkan ukiran-ukiran yang dipercaya dibuat oleh UPAI SEMARING seperti ukiran ARID PAWAD dan ARID LINAWA, biasanya bagian sarung felepet ini akan digantungkan rambut korban hasil Kayau. Tidak seperti mandau, felepet tidak disertai dengan pisau raut atau langgei.

Sarung Felepet

Sarung Felepet yang diberi rambut hasil mengayau

Bagian sarung Felepet

Bagian sarung Felepet

Jika seseorang pada zaman dahulu berhasil memenggal kepala musuhnya maka ia dianggap seorang sakti atau jawara, sehingga ketika ia pulang kembali ke kampungya dengan membawa kepala hasil buruannya itu dan ia akan mendirikan sebuah kayu yang penuh dengan ukiran pada sebuah tugu berbentuk buaya atau naga, yang disebut ULUNG BUAYA tempat pemuja kesaktian. Maka para penghuni rumah panjang akan turun GUKUI menari SEMAJAU dan menyanyi disekeliling ULUNG BUAYA tadi selama beberapa hari. Mereka akan mengorbankan binatang yang akan dimakan bersama-sama, sambil meminum tuak atau dalam bahasa Lun Dayehnya disebut PENGASIH atau BURAK yang terbuat dari beberap jenis tumbuhan, ubi kayu , beras merah yang dicampur dengan daun rambutan.

Seorang yang sakti akan menunjukan kesaktiannya kepada kekuasaannya dengan jumlah kampung yang sudah menyerah dan menjadi pengikutnya dengan memotong bagian belakang tugu buaya itu dengan FELEPET ini, ia juga akan menunjukan para tawanan perang yang ditangkap hidup-hidup dan dijadikan budak. Pada jaman dahulu jika ada anak atau keluarga kepala suku sakti tersebut meninggal, maka para budaknya akan dikorbankan atau dikubur hidup-hidup, sebagai penghormatan kepada kepala suku tadi.

Untuk cara penggunaan FELEPET – penulis belum memiliki reverensi atau melihat secara langsung bagaimana kaum Lun Dayeh memainkan senjata ini, dan apa saja nama ukiran atau filosofi ukiran tersebut – masih menjadi PR bersama kita untuk menggali budaya kita sendiri. Tabe

 

Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2015/09/04/felepet-senjata-khas-dayak-lun-dayeh-lun-bawang/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline