Dado Rumba adalah salah satu bentuk musik tradisi Sulawesi Tenggara yang dinyanyikan dan dimainkan dengan alat-alat musik tradisional seperti: dodoraba (alat musik gesek seperti rebab yang dimainkan sambil duduk), gambus (alat musik petik seperti gitar atau mandolin), gamba-gamba (sejenis xylophone, bisa terbuat dari kayu atau bambu), perkusi batang bambu yang dibelah mengikuti panjang sebagian bambu yang disebut juga bamboo buzzer, dan lain-lain.
Contoh rekaman musik Dado Rumba di CD Discover Indonesia ini memainkan lagu yang berjudul Tampo, sebuah lagu rakyat yang berasal dari Pulau Muna—yang dulu merupakan bagian dari Kabupaten Buton, namun sekarang telah menjadi kabupaten sendiri—di propinsi Sulawesi Tenggara. Lagu ini bercerita tentang keindahan Witeno Muna dengan lirik sebagai berikut:
O tampo Napabalano
Newatumo witeno kalentehaku
Noponogho barakati nekakawasa
Sampe mate tampo mina limpuhanea (2x)
Hintumo basitie mosi mosirahaku
Dosesemana soekaetahano liwunto ini
Witeno wuna ntiarasi
tampo mina limpuhanea
Newatumu kalembohano reaku (2x)
Lagu yang menggunakan nada diatonis ini memiliki bagian-bagian dengan form yang terstruktur dengan rapi: Intro-A-A-Bridge-B-B, seperti yang umum kita dapati pada lagu-lagu pop modern Barat—A sebagai verse dan B sebagai chorus/reffrein. Lagu ini juga dimainkan dengan harmoni progresi kord yang paling umum dan mudah dicerna yaitu Perfect cadence (I-V-I) dan Plagal cadence (I-IV-I). Berikut adalah notasi lagu di bagian A:
Vokalnya dinyanyikan oleh beberapa penyanyi perempuan dan laki-laki secara bersamaan dengan beberapa cengkok pengambilan nada seperti yang banyak ditemukan di musik khas Melayu. Contohnya adalah penggunaan appogiatura sebagai embelishment yang dapat dilihat pada notasi di atas.
Melodi utama vokal ini diikuti oleh dodoraba (biola/rebab) secara unison. Sementara gambus yang mengiringi, bersama-sama dengan gamba-gamba (xylophone) yang memainkan pola ritmik bertautan, serta beberapa bamboo buzzer yang memainkan ketukan ¼ dengan aksen di 1 dan 3, membuat lagu ini berkesan sangat riang dan cukup meriah (festive). Secara umum lagu ini terdengar seperti musik khas di daerah-daerah pesisir kepulauan tropis seperti di Karibia atau Pasifik.
Jika dianalisis lebih jauh, musik ini dapat dikatakan sebagai percampuran antara budaya musik pop Barat yang cukup kuat (dengan form dan progresi kord maupun pilihan nada diatonis yang tersusun dengan rapi) dan elemen-elemen musik Timur (yang diwakili dengan alat musik seperti rebab dan gambus, serta cengkok nyanyian ala Melayu). Kemungkinan ciri musik Arab dan Melayu ini datang bersamaan dengan masuknya pengaruh Islam ke daerah yang mayoritas penduduknya muslim tersebut. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa orang-orang Buton adalah kaum perantau yang sudah melanglang buana hingga ke wilayah Sumatera dan Jawa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati
Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...
Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap
Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...
Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.