Sejarah terbentuknya Kabupaten Lamongan tidak lepas dari bumbu-bumbu cerita rakyat. Seperti yang satu ini, terkait asal muasal lahirnya pantangan bagi masyarakat Lamongan asli untuk memakan ikan lele.
Meski banyak orang Lamongan yang merantau dan berjualan Pecel Lele, namun mereka konon pantang memakannya. Lalu apa cerita di balik kepercayaan itu?
Cerita ini berawal ketika Sunan Giri III atau bernama asli Sedamargo blusukan ke daerah penyebaran Islam dengan menggunakan perahu menelusuri sepanjang aliran Bengawan Solo, hingga ke desa-desa.
Sesampainya di Desa Barang (sekarang masuk wilayah Kecamatan Glagah, Lamongan), malam sudah larut, sinar terang bulan purnama menuntun langkah Sunan Giri menyusuri desa ini. Hingga pada suatu tempat Sunan Giri melihat lampu godog (sejenis oblek) yang menyala dari sebuah gubuk di sudut desa. Sedamargo lantas menghampiri sumber cahaya tersebut.

Di situ didapatilah seorang wanita yang dikenal mbok rondo sedang menjahit pakaian. Perbincangan antar keduanya terjadi sampai larut malam. Di akhir perbincangan, akhirnya Sunan Giri berpamitan pergi.
Namun dirinya lupa mengambil keris miliknya yang dia letakkan di bale, selama berbincang dengan mbok rondo tadi. Dia baru sadar ketika sudah tiba kembali di Giri.
Kemudian Sunan Giri memerintahkan salah satu orang dekatya Ki Bayapati untuk kembali ke Desa Barang, mengambil keris kesayangan Sunan Giri yang tertinggal di bale gubuk mbok rondo.
Keberadaan keris tersebut diketahui oleh mbok rondo, seketika wanita ini mengambil dan menyimpannya untuk kemudian dikembalikan atau sukur-sukur Sunan Giri kembali datang mengambilnya sendiri.
Nah, saat ditugasi oleh Sunan Giri ini, Ki Bayapati menggunakan kemampuan ilmu sirepnya agar cepat menuju gubuk mbok rondo. Sesampainya di lokasi, pesuruh ini mengambil keris dengan cara sembunyi-sembunyi.
Tetapi sepandai apa pun Ki Bayapati, caranya tersebut diketahui mbok rondo yang disambut dengan teriakan maling. Menganggap utusan Sunan Giri ini sedang mencuri keris, padahal yang terjadi sebenarnya adalah ingin mengambilnya.
Teriakan mbok rondo membangunkan para tetangganya, dan sejurus kemudian massa mengejar pria yang diduga mencuri keris pusaka ini. Karena panik dikejar warga, Bayapati memberanikan diri terjun ke kolam (jublang) untuk menghindari kejaran dan amukan massa.
Tanpa disangka, tiba-tiba kolam dipenuhi oleh ikan lele yang berenang di permukaan. Keberadaan Bayapati tersamarkan oleh munculnya ikan-ikan lele ini. Warga yang tidak mengira Bayapati bersembunyi di kolam, segera meninggalkan lokasi.
Bayapati selamat, sampai di Giri lantas menceritakan kejadian aneh tersebut sambil mengantarkan keris ke tuannya.
Karena jasanya inilah, akhirnya Sunan Giri menghadiahkan keris yang sekarang disebut mbah jimat ini kepada Bayapati. Kabarnya keris saat ini tersimpan di bangunan Dusun Rangge, Lamongan.
Gara-gara peristiwa aneh inilah, akhirnya muncul pantangan bagi warga Lamongan memakan lele. Karena menganggap lele adalah ikan bertuah yang pernah berjasa melindungi Bayapati.
Tetapi, sepertinya pantangan ini sudah tidak berlaku untuk saat ini. Buktinya, warga Lamongan yang mengadu nasib di luar kota banyak berjualan pecel lele. Tidak sedikit dari mereka sukses berkat lele.
Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-asal-usul-warga-lamongan-pantang-makan-ikan-lele.html
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang