|
|
|
|
Cerita Rakyat Paranggupito #DaftarSB19 Tanggal 13 Feb 2019 oleh Nurainiexie . |
Dahulu kala hiduplah seorang pengembara dari Mataram yang bernama Ki Pandanarum. Ki Pandanarum ini sebenarnya masih termasuk keluarga keraton Mataram, tetapi Ki Pandanarum memilih mengembara untuk bertapa dari pada tinggal di lingkungan istana dengan segala kemewahannya. Tekadnya sudah bulat untuk berkelana menuruti kata hati. Pada suatu hari berangkatlah Ki Pandanarum seorang diri meninggalkan Mataram menuju Parangtritis yaitu sebuah pantai yang terletak di sebelah selatan kerajaan Mataram.
Setelah sampai di Parangtritis, Ki Pandanarum istirahat sejenak. Menjelang tengah hari, Ki Pandanarum mendapatkan petunjuk untuk bertapa di Gua Endog, yaitu sebuah gua yang terletak di bibir pantai wilayah perbatasan antara Parangtritis dan Wonosari (Wonosari, Yogyakarta sekarang). Ki Pandanarum mendapatkan petunjuk dari Hyang Widhi untuk menlanjutkan perjalanan menuju arah matahari terbit. Waktu itu bulan purnomosidi, dengan tekad bulat berangkatlah Ki Pandanarum menyisir pantai ke arah timur. Perjalananpun sangat melelahkan, hutan belantara menghadang, bukit terjal menantang tanpa beliau hiraukan. Akhirnya setelah beberapa hari menempuh perjalanan sampailah Ki Pandanarum di suatu tempat yang ada penduduknya.
Sebuah pedusunan kecil yang penduduknya berbadan tegap-tegap, kekar yang sepintas tampak seperti orang-orang menyeramkan. Dusun itu bernama Dusun Parang yang terletak di pinggiran danau yang dikelilingi pepohonan besar. Rumah penduduk masih sangat sederhana, dengan beratapkan daun ilalang. Konon kabarnya Parang termasuk wilayah pemerintahan seorang Ronggo yang berdomisili di Dusun Ngringin (sekarang masuk wilayah Ngargoharjo). Mengapa dinamakan Ngringin, konon sinuhun Kanjeng Gusti Mangkunegoro III memerintahkan abdi dalemnya untuk menanam pohon ringin sakembaran di dusun tersebut sebagai tanda batas wilayah kekuasaan Ratu Kidul dan sekaligus untuk tolak bala, yaitu mageri angin.
Ki Pandanarum istirahat sejenak dibawah pohon elo yang sangat rindang dan berbuah lebat. Lama kemudian lewatlah seorang penduduk dan akhirnya bertemu Ki Pandanarum, orang itu bertanya kepada Ki Pandandarum, “Ki Sanak, mengapa Ki Sanak berada di tempat ini? Kalau boleh tau, siapakah nama Ki Sanak, dan dari manakah asal usul Ki Sanak?”. Kemudian Ki Pandanarum menjawab dengan kata-kata yang halus dan santun, “Terima kasih Ki Sanak, sebut saja saya Pandanarum, hamba dari Mataram, saya datang kemari hanya melaksanakan petunjuk Hyang Widhi”. Setelah beberapa saat bercakap-cakap, akhirnya Ki Pandanarum diterima kedatangannya.
Karena keramahtamahannya, akhirnya Ki Pandanarum bisa berbaur dengan warga sekitar mayarakat Parang yang kelihatan seram-seram, sangar, dan sakti mandraguna. Pada saat itu sebagian besar masyarakat Parang masih melestarikan ilmu kanugaran, joyo kawijayan, peninggalan dari seorang pengelana Majapahit, yaitu, Ki Curocono. Di saat beramah tamah, Ki Pandanarum dengan arif dan bijaksana menyampaikan kawruh ilmunya yaitu agar masyarakat tahu tentang hakekat hidup dan kehidupan. Bersikap santun, ramah, guyub rukun, serta asih kepada sesama. Ki Pandnarum tidak selalu menetap di rumah penduduk karena tiap malam beliau memilih tinggal di gubug-gubug milik petani di tengah ladang, itupun beliau lakukan dengan memohon ijin kepada pemiliknya.
Di malam yang sunyi, Ki Pandanarum merenung dan dalam hati kecil beliau berkata, “Oh ternyata dugaanku keliru, warga masyarakat sekitar sini yang tampaknya galak-galak ibarat seperti tajamnya parang, tetapi ternyata mau dan bisa ditata (diatur)”. Akhirnya Ki Pandanarum berjalan ke arah selatan, sampailah Ki Pandanarum di sebuah pantai yang penuh dengan rumput menjalar yang bisa digunakan sebagai obat (tanaman sembukan).
Ki Pandanarum belum tahu apa nama pantai itu. Menjelang tengah malam Ki Pandanarum pergi ke puncak bukit sebelah barat pantai (pantai Sembukan sekarang) di atas batu pelataran di puncak bukit itu (sekarang telah dibangun, berupa pelataran) Ki Pandanarum bersemadi untuk memohon ampunan atas kesalahannnya juga memohon petunjuk apa yang harus beliau lalukan. Menjelang pagi Ki Pandanarum mendapatkan bisikan kalbu, bahwa kelak setelah ada raja Surakarta berkunjung ke tempat ini, Parang dan sekitarnya akan menjadi tempat sangat penting dan ramai.
Ternyata bisikan ini benar adanya, bahwa saat ini Kecamatan Paranggupito sekarang banyak dikunjungi warga utamanya untuk berwisata di Pantai yang ada di Paranggupito karena keindahan dan keelokannya.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |