Di muara Sungai Beraur ada sebuah tempat bernama Amakhsahen. Ditempat itu tingal suku Konologit. Mereka merasa nyaman tinggal di daerah subur itu. Akan tetapi, ada satu masalah yang belum dapat mereka pecahkan, yaitu mereka belum tahu cara menolong wanita yang akan melahirkan. Kalau ada wanita yang akan melahirkan berarti akan ada kematian sebab perut wanita itu dibedah. Bayi yang dikeluarkan akan selamat, tetapi si ibu meninggal karena perutnya tidak dijahit lagi.
Hal itu terjadi karena mereka tidak tahu cara menjahit perut yang telah dibedah. Biasanya, bayi yang dilahirkan itu dirawat sanak keluarganya. Begitulah keadaan suku Konologit. Hal yang sangat menyedihkan itu mereka terima dengan pasrah. Pada suatu hari, datanglah seorang perempuan ke Amakhsahen. Perempuan itu seorang budak belian dari suku Krimadi yang diperdagangkan Raja Konjol.
Keahliannya adalah menolong wanita yang akan melahirkan. Dia sangat sedih mendengar cerita tentang nasib wanita di daerah itu. Kalau seperti itu caranya, wanita di daerah ini tentu tidak akan berumur panjang, begitu pikirnya. Setelah beberapa lama tinggal di daerah itu, perempuan itu mendengar ada wanita yang akan melahirkan. "Aku harus menolong wanita itu," katanya, "orang yang akan membedah perut wanita itu harus ku cegah."
Perempuan itu segera menuju ke rumah wanita yang akan melahirkan. Ia berjalan setengah berlari karena takut didahului juru bedah. Hatinya lega karena juru bedah belum sampai di tempat itu. Beberapa saat kemudian, datanglah juru bedah hendak melaksanakan tugasnya. Perempuan itu melarangnya. "Jangan kau lakukan itu. Keluarlah ! Aku akan menolong wanita ini. Dia tidak akan mati." katanya meyakinkan.
Juru bedah dan orang-orang yang ada di dalam ruangan itu keheranan karena perempuan itu berani menyuruh juru bedah keluar ruangan. Karena ingin membuktikan kata-kata perempuan itu, tanpa banyak komentar mereka segera keluar dari ruangan.
Di ruangan itu sekarang hanya ada wanita hamil dan perempuan itu. Kemudian, perempuan itu mulai menolong wanita yang hendak melahirkan itu. Tanpa kesulitan berarti, akhirnya lahirlah seorang bayi. Bayi itu kemudian diberikan kepada ibunya. "Ini bayimu," kata perempuan itu.
Setelah itu, perempuan itu memanggil juru bedah untuk masuk melihat bayi dan ibunya yang selamat. Juru bedah dan orang-orang pun masuk ke dalam ruangan. Mereka heran karena perempuan itu memang benar telah menolong wanita hamil itu melahirkan dengan selamat baik ibu maupun bayinya.
"Mulai sekarang, kalian tidak perlu membedah perut orang yang akan melahirkan. Cukup membidaninya," kata perempuan itu kepada juru bedah dan orang-orang yang ada di alam ruangan.
Mereka senang dengan keberhasilan perempuan itu membidani wanita yang akan melahirkan tadi. Mereka ingin kalau istri mereka melahirkan, tidak usah dibedah perutnya, tetapi cukup dibidani.
Kesimpulan :
Legenda ini mengisahkan suku Kondologit sebelum dan sesudah mereka mengenal bidan bayi. Sampai sekarang kita masih dapat melihat buktinya, yaitu sebuah alat yang digunakan untuk membedah perut perempuan yang akan melahirkan.
Hikmah yang dapat kita petik dari legenda ini adalah hendaklah membidani perempuan yang akan melahirkan dengan baik agar ia dapat melahirkan bayinya dengan selamat dan dapat merawat bayi itu dengan baik.
Sumber : Cerita Rakyat Dari Irian Jaya oleh Muhammad Jaruki dan Mardiyanto
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja