Candi Tapan Kecamatan Talun
Kabupaten Blitar merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki situs peninggalan sejarah. Di daerah Kabupaten Blitar terdapat banyak candi seperti Sawentar, Kotes hingga yang paling terkenal dan menjadi icon Kabupaten Blitar yaitu Candi Penataran. Selain candi-candi yang sudah lama ditemukan itu pada tahun 2010 telah dilakukan penggalian Candi Tapan yang berlokasi di Dusun Bakulan Desa Bendosewu Kecamatan Talun.
Nama Candi Tapan itu sendiri berasal dari cerita sejarah bahwa dahulu terdapat orang yang bertapa di candi tersebut. Berdasarkan data pada catatan Situs Tapan benda cagar budaya yang ada antara lain Yoni, Nandi, Arca Dwarapala dapat dipastikan bahwa pendirian Candi pada Situs Tapan dilatarbelakangi oleh agama Hindu karena Nandi adalah binatang yang menjadi kendaraan Dewa Siwa atau biasanya Nandi adalah simbol dari Siwa itu sendiri. Menurut informasi bahwa situs Tapan ini dibangun pada masa Kerajaan Majapahit akhir.
Awalnya daerah ditemukannya struktur bangunan Candi Tapan merupakan sebuah pekarangan milik salah satu warga. Menurut informasi dari juru kunci Candi Tapan, Bapak Kabid mengatakan bahwa pemilik menggali tanah pekarangan tersebut dan ditemukan tumpukan batu bata yang berukuran besar. Pemilik pekarangan tidak mengetahui bahwa tumpukan batu bata temuannya tersebut merupakan bagian dari struktur tubuh candi. Keadaan Candi Tapan berdasarkan catatan pada Situs Tapan sudah rusak berat. Galian berupa batu bata berserakan dari Barat hingga Timur ditemukan empat lubang bekas galian liar. Namun hanya ada tiga lubang yang terdapat struktur bangunan candi. Penggalian liar tersebut akhirnya telah berhasil ditangani oleh kepolisian.
Penggalian kedua Candi Tapan dilakukan pada tahun 2011 dan dilanjutkan pada tahun 2013. Setelah itu masih berhenti hingga sekarang dan direncanakan penggalian akan dilanjutkan kembali. Meskipun masih berhenti, keberadaan sebagian Candi Tapan yang sudah tergali tetap dirawat oleh juru kunci dan warga sekitar. Kawasan Candi Tapan diperkirakan seluas satu hektar yang mencakup pekarangan hingga lokasi persawahan.
Sebelum ditemukannya struktur bangunan Candi Tapan pada bagian Barat situs ini terdapat Arca Dwarapala yang menghadap ke Barat dan menurut informasi keberadaan arca tersebut memang asli di tempat itu. Arca ini digambarkan duduk jongkok. Bertangan dua, tangan sebelah kanan putus sedangkan tangan sebelah kiri berada di paha. Kemudian Arca Nandi yang terletak di belakang arca Dwarapala. Selain itu menurut informasi dari juru kunci dan masyarakat sekitar bahwa di area persawahan terdapat banyak arca. Namun karena ulah tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab saat ini hanya ada beberapa arca yang tersisa.
Akses menuju lokasi Candi Tapan tidak begitu jauh dari pemukiman warga. Namun karena lokasinya yang berada di area persawahan dengan jalan yang sempit, maka orang-orang yang hendak mengunjungi Candi Tapan maksimal hanya bisa menggunakan motor. Hal ini menyebabkan pengunjung harus lebih berhati-hati dalam melintasi jalan tersebut. Meskipun masih belum selesai dilakukan penelitian dan penggalian Candi Tapan yang lebih lanjut, hingga saat ini sudah banyak pengunjung yang datang ke Candi Tapan. Dilihat dari buku daftar pengunjung dan informasi juru kunci bahwa dalam satu bulan ada sekitar tiga puluh orang pengunjung yang datang. Keperluannya pun berbeda-beda, untuk observasi, hanya sekedar kunjungan, atau bahkan ada pengunjung yang menjadikan situs Tapan sebagai tempat ziarah. Hal ini dapat dilihat dari sisa-sisa bunga yang diletakkan pengunjung di area Candi Tapan
sumber: situsbudaya.id
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati