Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Wajo
Bertanding Bicara
- 20 November 2018

Alkisah, ada enam orang laki-laki bersaudara. Suatu hari, ayah mereka meninggal dunia dan hanya meninggalkan warisan berupa lima petak sawah. Oleh karena mereka berjumlah enam orang, sedangkan sawah yang diwariskan hanya lima petak, maka masing-masing berebut untuk memilikinya. Setiap orang bersikeras ingin memiliki sepetak sawah, hingga akhirnya terjadilah pertengkaran di antara mereka.

Untuk menengahi agar pertengkaran tidak berkelanjutan, maka orang yang paling tua pun berkata: “Sebaiknya kita bertanding bicara saja. Siapa yang paling besar biacaranya dialah yang akan memiliki seluruh petak sawah yang diwariskan ayah. Janganlah kita bertengkar terus-menerus.” Mereka pun menyetujui pendapat kakaknya.

Setelah itu, mereka lalu duduk berkeliling dan mempersilakan saudara mereka yang paling tua untuk memulai pertandingan. Berkatalah yang tertua: “Pada suatu ketika saya pergi ke hutan dan mendapati sebatang pohon yang sangat besar. Betapa besarnya pohon itu, sehingga saya memerlukan waktu sehari semalam untuk mengelilinginya!” Mengangguk-angguklah saudaranya, yang lain mendengarkan perkataan kakaknya itu.

“Ah, belum hebat itu,” kata adiknya yang nomor dua melanjutkan: “Suatu saat, ketika sedang dalam perjalanan, saya menemui sebuah pahat yang tertancap di tanah. Begitu besar dan tingginya pahat itu hingga ujung gagangnya mencapai langit!”

Menyahutlah adiknya yang nomor tiga: “Masih ada yang lebih hebat dari itu. Suatu ketika saya medapati seekor kerbau yang sangat besar. Begitu besarnya kerbau itu, sehingga ujung tanduknya saja dapat digunakan untuk bermain bola!”

“Ah, belum seberapa itu. Saya pernah mendapati sebatang rotan yang sangat panjang sehingga dapat melingkari bumi ini,” kata adiknya yang nomor empat.

Menyahutlah adiknya yang nomor lima: “Masih ada yang melebihi itu. Saya pernah mendapati sebuah masjid, bahkan saya sempat bersembahyang Jumat di dalamnya. Begitu besar masjid itu sehingga dari tempat saya sholat tidak dapat melihat imam yang ada di muka. Dan, andaikata dapat dilihat pun, besarnya hanya seukuran kuman.”

“Sekarang tinggal giliranmu, adik bungsu. Apa yang akan engkau katakan?” tanya saudaranya yang paling tua.

Si bungsu berkata: “Saya pernah mendapati sebuah bedug yang hanya sekali dipukul mendengung terus-menerus. Bahkan, dengungannya masih dapat didengar sampai sekarang. Cobalah tutup kedua telinga kalian, pasti masih terdengar dengungan itu.”

Saat kelima orang itu menutup telinganya masing-masing, segeralah terdengar dengungan yang sebenarnya hanya angin saja. Dan, karena merasa takjub, sang kakak yang sulung pun segera berkata: “Di mana memperoleh kayu untuk membuat rangka bedug yang dapat mendengung demikian lama?”

“Saya kira engkau pernah mendapati sebuah pohon yang sangat besar yang untuk mengelilinginya saja memerlukan waktu sehari semalam. Nah, pohon itulah yang dijadikan sebagai rangka bedug,” kata si bungsu.

“Lalu, alat apakah yang digunakan untuk membuat rangka bedug itu?” tanya saudaranya yang nomor dua.

“Saya kira engkau pernah melihat pahat yang matanya tertancap di tanah sedang gagangnya di langit? Pahat itulah yang dipakai untuk memahat kayu untuk rangka bedug.”

Menyahutlah saudaranya yang nomor tiga: “Lalu, di mana memperoleh kulit untuk membuat bedug itu?”

“Bukankah engkau tadi mengatakan, pernah melihat kerbau yang sangat besar yang ujung tanduknya saja dapat digunakan untuk bermain bola? Nah, kulit kerbau itulah yang digunakan untuk membuat selaput getarnya. Sedangkan, tanduknya digunakan sebagai alat pemukulnya,” ujar si bungsu.

“Lalu, di mana memperoleh bahan untuk mengikat dan menggantung bedug itu?” tanya saudaranya yang nomor empat.

“Bukankah engkau pernah melihat rotan yang panjangnya dapat melingkari bumi ini? Nah, rotan itulah yang digunakan untuk mengikat dan menggantungkan bedug,” jawab si bungsu.

“Wah, berarti bedug itu memiliki ukuran yang sangat besar. Lalu, di mana tempat menaruh bedug itu?” tanya saudaranya yang nomor lima.

“Loh, bukankah engkau pernah bersembahyang di masjid yang karena sangat besar ukurannya, sehingga sang imam hanya terlihat seperti kuman? Kalau engkau lebih memperhatikan lagi, tentu kau akan menjumpainya. Bedug itu di gantung di salah satu sudut masjid dan digunakan sebagai penanda waktu sholat,” jawab si bungsu.

Mendengar penjelasan si bungsu itu, kelima kakaknya mengangguk-angguk. Dan akhirnya, mewakili keempat saudaranya yang lain, si sulung pun berkata: “Engkaulah yang menjadi pemenangnya, dik. Engkau berhak memiliki seluruh harta warisan dari ayah!”

 

 

Referensi:

  1. Indotim (https://indotim.wordpress.com/cerita-rakyat-nusantara-2/cerita-rakyat-nusantara-viii/6/)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline