Bedhaya Kuwung-kuwung adalah salah satu karya tari klasik gaya Yogyakarta dan menjadi salah satu karya pusaka di Keraton Yogyakarta. Dalam lirik Kandha, disebutkan bahwa bedhaya Kuwung-kuwung lahir pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII (lahir 4 Februari 1839, naik tahta 13 Agustus 1877). Selain itu disebutkan pula dalam lirik Sindenan di dalam awal tarian seirama gendhing Kuwung-kuwung, ”...murweng gita, Kaping sapta,Sayidina Nungsa Jawa Adiningrat...”, Artinya,....telah siap perhelatan, (Sultan) yang ke tujuh, pemimpin bangsa Jawa Adiningrat. Daftar gerakan tari berupa deskripsi, pola lantai, dan pencocokan dengan gending beserta siklus gongannya – menggunakan naskah yang ada di Keraton Yogyakarta, yaitu Naskah K.159d-B-S 42, berisi naskah-naskah Cathetan Beksa Ringgit Tiyang, Bedhayasarta Srimpi, pada naskah beksa Bedhaya Kuwung-kuwung (halaman 51–60). Bedhaya Kuwung-kuwung lahir dan dipergelarkan pada masa perubahan besar dunia pendidikan bagi kaum pribumi, yang ditandai dengan pertumbuhan seni-budaya yang makin terbuka dan demokratis, serta dukungan bagi kemajuan pergerakan kebangsaan di era Sultan Hamengkubuwono VII. Kata ”kuwung” dalam Kamus Bahasa Jawa (2001:439) dimaknai sebagai (1) kuwung, jegong melengkung kaya wanguning wajan Lsp; Kekuwungen keluwihan kuwunge; (2) kuwung, glodog ut bolongan kanggo pasangan glathik Lsp; (3) kuwung (kuwungkuwung), kluwung; (4) kuwung, kekuwung KN teja; sorot; nguwung (ngenguwung) sumorot; mawa sorot. (artinya: 1. Kuwung, lengkung sebagaimana terlihat pada lengkung wajan penggorengan; kekuwungen, terlalu lengkung, 2. Kuwung, lubang yang digunakan untuk sepasang burung gelatik.3. Kuwung-kuwung, pelangi. 4. Kuwung, kekuwung, cahaya, sinar. Nguwung atau ngenguwung, bercahaya, bersinar penuh).
Bedhaya Kuwung-kuwung juga diartikan sebagai deskripsi ”keindahan pelangi” untuk menggambarkan keindahan bedhaya sekaligus melambangkan cahaya keindahan di bawah kepemimpinan Hamengkubuwono VII, kepemimpinan yang terpayungi ”aura tujuh warna indah”.
Rangkaian tarian bedhaya Kuwung-kuwung terbagi dalam beberapa rangkaian: Pertama, seluruh bagian dalam tarian ini, yakni para niyaga dan warang-waranggana siap di antara instrumen gamelan, duduk di belakang instrumen gangsa, menghadap Dalem Ageng; para penari bedhaya berdiri berjajar dari arah kiri memasuki pendhopo. Keprak menjadi tanda dimulainya tarian dengan diiringi lirik Lagon Pelog Barang Wetah yang ditambah dengan iringan aksentuasi beberapa instrumen saja, utamanya gender dan rebab. Setelah selesai lagon pertama, kemudian dikumandangkan gending Gati Helmus, berderam diimbuh debur snar drum yang berderap penuh getar bak langkah prajurit, yang terpadu dengan pola tiupan terompet dan tabuhan mantap gagah berkharisma. Kedua, para penari telah duduk rapi berjajar dalam formasi awal bedhaya, berjajar di garis tengah sebanyak lima penari; sementara itu dua lainnya berjajar dekat di belakang; serta dua lainnya duduk berjajar berada di depan. Saat formasi duduk awal ini sudah terbentuk, gending Gati Helmus berhenti dan langsung disusul Lagon Pelog Barang Jugak. Ketiga, setelah sesembahan dhodok, sembilan penari mulai berdiri dan bergerak merambati nada irama gamelan dalam gerak sambungmenyambung di antara begitu banyak ragam tari bedhaya dan teknik pencapaian estetiknya.
Bedhaya Kuwung-kuwung tidak saja indah menawan, tetapi juga sarat makna berikut pesan-pesan moral hidup berkesetaraan, hidup berdampingan, dan saling menghargai. Bedhaya Kuwung-kuwung menjadi bagian penting dalam melestarikan kesenian sebagai bagian dari strategi diplomasi kebudayaan yang mampu mempersatukan masyarakat.
Sumber : Buku Pentapan WBTB 2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja