Batewah merupakan istilah yang sering dipakai anak-anak di daerah Marabahan dan Banjarmasin. Entah mengapa anak-anak menamai permainan ini dengan nama Batewah. Menurut perkiraan, nama batewah ini diambil dari kata ‘Tiwah’. Tiwah adalah upacara yang dilakukan oleh penganut agama Kaharingan di pedalaman Kalimantan. Upacara Tiwah ini untuk mengantarkan arwah kerabat yang sudah meninggal ke surga. Perkiraan kata tewah berasal dari tiwah didasari pada adanya kesamaan bentuk permainan ini dengan salah satu bagian upacara. Pada upacara Tiwah, keluarga yang melaksanakan upacara membeli seekor kerbau besar atau sapi untuk dijadikan kurban. Selama upacara berlangsung, kurban tadi diikat pada tongkat kayu dan seluruh keluarga yang ikut mengelilinginya. Masing-masing anggota keluarga memegang tombak, kemudian melemparkannya ke kurban terus menerus sampai kurban tidak berdaya lagi. Setelah itu baru disembelih untuk dimakan bersama.
Dalam permainan Batewah, sasaran yang dituju bukanlah binatang kurban, tetapi kayu yang disusun menyerupai susunan untuk api unggun. Seperti halnya upacara Tiwah, susunan kayu itu pun dilempari untuk menjatuhkannya. Meskipun ada kemiripan dalam kegiatannya permainan ini tidak mengandung hubungan dan tidak memiliki unsur religi atau magis.
Dalam bermain tewah minimal ada 3 orang pemain, 1 pemain jaga/pasang dan 2 pemain sebagai penewah yang naik/bersembunyi. Sebanyak-banyaknya pemain dalam satu permainan tewah biasa ada 8 orang. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan.
Peralatan dalam Batewah ini sederhana dan mudah didapat. Sebelum bermain disiapkan beberapa buah kayu sepanjang kurang lebih 30 cm dengan lebar 3 cm. Kemudian disusun sedemikian rupa sebagai sasaran untuk ditewah. Disiapkan juga potongan kayu lain sebagai undas/alat pelempar kayu yang disusun tadi dengan jarak minimal 4 meter.
Setelah lapangan permainan disiapkan maka pemain yang melempar berusaha untuk mengenai tumpukan kayu tadi, apabila kena maka pemain yang jaga menyusun kembali kayu sambil pemain yang lain bersembunyi. Pemain yang jaga setelah selesai menyusun kembali akan mencari pemain lainnya yang bersembunyi. Pemain yang pertama kali ditemukan biasanya akan menjadi giliran jaga berikutnya. Dalam permainan ini tidak diperlukan kalah dan menang, permainan akan berakhir bila pemainnya sudah merasa kelelahan.
Sumber:
http://okrayanti1994.blogspot.co.id/2016/04/permainan-tradisional-kalimantan-timur.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja