Sehari setelah Hari Saraswati, pada Minggu Paing Sinta umat Hindu melanjutkannya dengan malaksanakan prosesi Banyu Pinaruh. Secara filosofi Banyu Pinaruh bermakna menyucikan pikiran dengan menggunakan air ilmu pengetahuan. Demikian terungkap dalam sebuah artikel berjudul “Banyu Pinaweruh: Bersihnya Jiwa Dengan Air Pengetahuan” yang ditulis oleh Drs. I Wayan Astika, M.Si dan dipublikasikan dalam phdi.or.id.
Banyu Pinaruh, berasal dari kata banyu (air) dan pinaruh atau pangewuruh (pengetahuan). Secara nyata, umat memang membersihkan badan, mandi, keramas di laut atau sumber-sumber air.
Sebagaimana diuraikan dalam pustaka Bagavadgita sebagai berikut: ”Abhir gatrani sudyanti manah satyena sudayanti.” Artinya, badan dibersihkan dengan air sedangkan pikiran dibersihkan dengan ilmu pengetahuan.
Disebutkan dalam artikel tersebut bahwa Banyu Pinaruh diibartkan sebagai air ilmu pengetahuan. Pada hari ini umat Hindu membersihkkan diri di laut atau di sungai di pagi hari, tepatnya lagi disaat matahari terbit. Setelah mandi di laut atau di sungai, umat berkeramas memakai air kumkuman yakni air yang berisi berbagai jenis bunga-bunga segar dan harum. Setelah itu umat mempersembahkan sesajen berupa labaan nasi kuning serta loloh di merajan, setelah menghaturkannya, kemudian diakhiri dengan nunas lungsuran.
Banyu Pinaruh adalah hari dimana umat Hindu melaksanakan penyucian lahir dan batin. Mereka membawa sarana upakara berupa canang dan dupa untuk memohon punyucian lahir batin kepada Hyang Widhi agar segala kekotoran dilebur dan olehNya diberikan kesucian pikiran, jiwa dan raga.
Selain itu Banyu Pinaruh merupakan hari pertama di tahun baru Pawukon. Tahun yang perputarannya terdiri dari 210 hari yang diawali dengan wuku Sinta ini, ditandai dengan hari suci Banyu Pinaruh.
Banyu Pinaruh bukanlah hanya datang berkeramas atau mandi ke pantai atau sumber air. Tetapi, prosesi itu bermaksud membersihkan kekotoran atau kegelapan pikiran (awidya) yang melekat dalam tubuh umat dengan ilmu pengetahuan, atau mandi dengan air ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah artikel ilmiah berjudul “Motivasi Belajar dan “Beasiswa Dewi Saraswati di Tengah Perayaan Hari Saraswati” yang ditulis oleh Ketut Sumadi dari Fakultas Dharma Duta IHDN Denpasar dan dipublikasikan pada Jurnal Guna Widya, Volume 3, No.1, tahun 2011 dituliskan bahwa usai mandi di pantai atau sumber mata air, umat Hindu kemudian mandi dengan air kumkuman (air yang berisi kembang wangi ).
Setelah itu mereka mengenakan pakaian adat melakukan persembahyangan di sanggah (tempat suci keluaga) atau ada juga ada yang sembahyang ke griya (rumah pendeta). Usai sembahyang kemudian nunas (makan) nasi bira (nasi kuning), sebagai simbol agar ilmu pengetahuan yang dipelajari dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Hari Saraswati, Banyu pinaruh, Pagerwesi, dan Tumpek Landep patut dipahami sebagai sebuah rangkaian teks untuk membangun sikap bijaksana umat manusia menuju moksartham jagadita. Umat Hindu termotivasi untuk meningkatkan gairah belajar, meningkatkan keterampilan agar dapat bersaing dalam permainan global.
sumber : https://www.beritabali.com/read/2018/10/14/201810130007/Banyu-Pinaruh-Menyucikan-Pikiran-Dengan-Air-Ilmu-Pengetahuan.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja