Pangeran Pringgabaya ditugaskan untuk tinggal di daerah Kapringan hingga ia membangun pendukuhannya. Pangeran Pringgabaya berputrakan Pangeran Dayalautan yang memiliki keturunan bernama Ki Maspa. Dan Ki Maspa mempunyai anak bernama Ki Warsiki.
Sudah menjadi tradisi Keraton Pakungwati apabila setiap minggu para Ki Gede atau putra-putrinya wajib melaksanakan piket untuk menjaga barang-barang jimat di Gedong Jinem. Ketika Ki Warsiki mendapat giliran piket bersama dengan Putri Megu anak Ki Gede Megu itu dilakukan dengan penuh tawa dan bercanda ria, sehingga menarik perhatian pinangeran keraton dan melaporkan keduanya jika telah melakukan pelanggaran kepada Sultan. Sultan marah, kemudian mereka dibuang ke suatu daerah bernama Pesanggrahan dalam keadaan terikat tali satu sama lain. Tali itu tidak bisa dibuka karena diikat oleh kekuatan sang Sultan.
Kemudian, ada seorang lelaki penggembala kambing yang menemukan mereka. Diberikannya kupat kepada mereka oleh penggembala itu. Ajaibnya, tali yang mengikat mereka lepas. "Pergilah kalian berdua cari penghidupan." Kata si penggembala. Tibalah mereka disebuah tempat lalu Ki Warsiki membuat kolam yang dalam, kebetulan disitu ada pohon gempol maka tempat itu dinamakan "Kedung Gempol".
Ki Warsiki dan Putri Megu pun menikah, mereka memiliki 2 orang putra. Sebenarnya Ki Warsiki telah memiliki istri, Putri Bayalangu, sayangnya mereka tidak dikaruniai anak.
Kemudian Ki Warsiki bersama istrinya, Putri Megu, membangun pedukuhan yang maju. Setiap Sultan Cirebon Mbah Kuwu Sangkan atau Pangeran Cakra Buana berkeliling ke daerah, beliau sering menyempatkan singgah di tempat Ki Warsiki. Jika tiba waktu shalat, beliau mengambil air wudhu di sumur yang dalam itu. Kemudian Ki Warsiki memberi nama pedukuhan itu "KEDUNG DALEM" yang artinya KEDUNG adalah kolam atau tempat singgah dan DALEM adalah dalam (jero) atau orang-orang keraton (abdi dalem). Jadi KEDUNG DALEM artinya tempat orang-orang keraton singgah di kolam yang dalam.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja