Basmerah merupakan sebuah ritual yang rutin dilaksanakan setiap satu tahun sekali oleh masyarakat di Desa Pekraman Taman Pohmanis Denpasar, tepatnya pada hari Kajeng Kliwon sasih kanem (sekitar bulan November–Desember). Ritual Basmerah ini oleh masyarakat setempat disebut juga dengan istilah Mecaru dan Nyambleh sasih kanem, yang fungsi pelaksanaannya hampir sama dengan ritual Nangluk merana pada umumnya di Bali, tetapi bentuk dan filosofinya memiliki keunikan yang terlihat pada salah satu prosesinya yang melakukan proses nyambleh (memotong) leher kucit butuan (anak babi jantan); kemudian darahnya dioleskan pada dahi masyarakat sebagai gecek (tanda) telah mengikuti ritual ini. Kata “Basmerah” terdiri dari kata, “Basme” dalam bahasa Sansekerta berarti segala sesuatu yang dihancur leburkan api atau abu; kata “Basme” dalam bahasa Jawa Kuna berarti abu atau sejenenis urap yang diolaskan pada dahi sebagai penanda sekte; dan kata “rah” dalam hal ini dikaitkan dengan darah. Berdasarkan penggalan kata tersebut jika digabungkan dan diamati konteksnya, bahwa Basmerah dapat diartikan “darah yang dioleskan pada dahi sebagai penanda”.
Sasih kanem sebagai waktu pelaksanaan, mengingat sasih-sasih tersebut sangat rawan dengan datangnya berbagai penyakit yang mengganggu manusia dan lingkungan. Pelaksanaan ritual Basmerah tersebut diharapkan mampu menetralisir penyakit yang menyerang saat sasih-sasih tersebut. Ritual ini dulu pernah tidak terlaksana karena sesuatu dan lain hal, yang menyebabkan kebrebehan/tidak aman (beberapa masyarakat desa jatuh sakit sampai meninggal berturut-turut). Kejadian lainnya, ketika tengah malam yang sunyi ada suara-suara memanggil-manggil. Suara tersebut menyerupai suara salah satu keluarga yang kita kenal, tetapi ketika ditelusuri lebih lanjut tidak ada siapa-siapa, dan jika suara tersebut dijawab, maka yang menjawab panggilan tersebut akan jatuh sakit hingga meninggal. Mengingat kejadian-kejadian tersebut, maka masyarakat desa selalu melaksanakan ritual tersebut secara berkelanjutan sehingga menjadi ritual turun-temurun.
Fungsi pelaksanaan ritual Basmerah nyambleh sasih kanem di Desa Pekraman Taman Pohmanis adalah mengajak seluruh umat masyarakat dengan rasa tulus ikhlas (lascarya) menyembahkan bhakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya, melalui wujud Rudra sebagai pelebur dan perusak (merana). Bhakti identik dengan kasih, hormat, sujud, dan cinta; sebagai penetralisir merana, baik merana yang bersifat nyata maupun yang tidak nyata. Merana adalah istilah yang dipandang memiliki pengertian lebih dekat dengan jenis penyakit atau ancaman yang merusak, atau menghancurkan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia.
Hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya harus serasi, selaras, ataupun seimbang yang pada prinsipnya keserasian antara kedua aspek tersebut akan memberikan kesejahteraan lahir batin. Perlengkapan ritual biasanya dilengkapi dengan sapu lidi dan tulud yang berfungsi sebagai alat untuk membersihkan kotoran, sedangkan kulkul dan tetimpug (keplugan) sebagai sarana pengundang dan sekaligus pengusir bhuta kala – untuk menyucikan alam semesta sekaligus menyomiakan (menenangkan) bhuta kala untuk menjadi bhuta hita. Pengertian bhuta hita adalah suatu kondisi di mana bhuta kala tidak lagi sebagai pengganggu kegiatan manusia karena sudah diberikan persembahan; dan ritual ini juga berfungsi sebagai integrasi sosial bermasyarakat dengan adanya suatu sistem ngayah (gotong-royong) yang dilaksanakan mulai dari persiapan hingga berakhirnya ritual. Ngayah merupakan bentuk kerjasama yang dilandasi oleh tenggang rasa, cinta kasih, dan rasa saling memiliki.
Makna pelaksanaan ritual Basmerah nyambleh sasih kanem di Desa Pekraman Taman Pohmanis, dapat dipahami melalui keharmonisan yang dilihat pada konsep Tri Hita Karana dalam implementasinya, yang menciptakan keharmonisan vertical antara manusia dengan Tuhan, sedangkan horizontal antara manusia dengan sesame manusia dan sesama lingkungannya. Untuk membersihkan alam beserta isinya, menetralisir merana, dan menyomiakan bhuta kala, serta makhluk-makhluk yang kedudukannya lebih rendah daripada manusia. Melalui penyucian nantinya akan muncul suatu kesejahteraan, kedamaian, dan keharmonisan di alam ini. Makna penolak bala dapat dilihat ketika prosesi Basmerah dilaksanakan dengan mengoleskan darah pada dahi sebagai tanda agar merana tidak mendekati masyarakat yang telah memiliki tanda tersebut.
Sumber : Buku Pentapan WBTB 2018
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja