|
|
|
|
BASMERAH (Nyambleh Sasih Kanem) Desa Taman Pohmanis Tanggal 30 Dec 2018 oleh Sri sumarni. |
Basmerah merupakan sebuah ritual yang rutin dilaksanakan setiap satu tahun sekali oleh masyarakat di Desa Pekraman Taman Pohmanis Denpasar, tepatnya pada hari Kajeng Kliwon sasih kanem (sekitar bulan November–Desember). Ritual Basmerah ini oleh masyarakat setempat disebut juga dengan istilah Mecaru dan Nyambleh sasih kanem, yang fungsi pelaksanaannya hampir sama dengan ritual Nangluk merana pada umumnya di Bali, tetapi bentuk dan filosofinya memiliki keunikan yang terlihat pada salah satu prosesinya yang melakukan proses nyambleh (memotong) leher kucit butuan (anak babi jantan); kemudian darahnya dioleskan pada dahi masyarakat sebagai gecek (tanda) telah mengikuti ritual ini. Kata “Basmerah” terdiri dari kata, “Basme” dalam bahasa Sansekerta berarti segala sesuatu yang dihancur leburkan api atau abu; kata “Basme” dalam bahasa Jawa Kuna berarti abu atau sejenenis urap yang diolaskan pada dahi sebagai penanda sekte; dan kata “rah” dalam hal ini dikaitkan dengan darah. Berdasarkan penggalan kata tersebut jika digabungkan dan diamati konteksnya, bahwa Basmerah dapat diartikan “darah yang dioleskan pada dahi sebagai penanda”.
Sasih kanem sebagai waktu pelaksanaan, mengingat sasih-sasih tersebut sangat rawan dengan datangnya berbagai penyakit yang mengganggu manusia dan lingkungan. Pelaksanaan ritual Basmerah tersebut diharapkan mampu menetralisir penyakit yang menyerang saat sasih-sasih tersebut. Ritual ini dulu pernah tidak terlaksana karena sesuatu dan lain hal, yang menyebabkan kebrebehan/tidak aman (beberapa masyarakat desa jatuh sakit sampai meninggal berturut-turut). Kejadian lainnya, ketika tengah malam yang sunyi ada suara-suara memanggil-manggil. Suara tersebut menyerupai suara salah satu keluarga yang kita kenal, tetapi ketika ditelusuri lebih lanjut tidak ada siapa-siapa, dan jika suara tersebut dijawab, maka yang menjawab panggilan tersebut akan jatuh sakit hingga meninggal. Mengingat kejadian-kejadian tersebut, maka masyarakat desa selalu melaksanakan ritual tersebut secara berkelanjutan sehingga menjadi ritual turun-temurun.
Fungsi pelaksanaan ritual Basmerah nyambleh sasih kanem di Desa Pekraman Taman Pohmanis adalah mengajak seluruh umat masyarakat dengan rasa tulus ikhlas (lascarya) menyembahkan bhakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya, melalui wujud Rudra sebagai pelebur dan perusak (merana). Bhakti identik dengan kasih, hormat, sujud, dan cinta; sebagai penetralisir merana, baik merana yang bersifat nyata maupun yang tidak nyata. Merana adalah istilah yang dipandang memiliki pengertian lebih dekat dengan jenis penyakit atau ancaman yang merusak, atau menghancurkan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia.
Hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya harus serasi, selaras, ataupun seimbang yang pada prinsipnya keserasian antara kedua aspek tersebut akan memberikan kesejahteraan lahir batin. Perlengkapan ritual biasanya dilengkapi dengan sapu lidi dan tulud yang berfungsi sebagai alat untuk membersihkan kotoran, sedangkan kulkul dan tetimpug (keplugan) sebagai sarana pengundang dan sekaligus pengusir bhuta kala – untuk menyucikan alam semesta sekaligus menyomiakan (menenangkan) bhuta kala untuk menjadi bhuta hita. Pengertian bhuta hita adalah suatu kondisi di mana bhuta kala tidak lagi sebagai pengganggu kegiatan manusia karena sudah diberikan persembahan; dan ritual ini juga berfungsi sebagai integrasi sosial bermasyarakat dengan adanya suatu sistem ngayah (gotong-royong) yang dilaksanakan mulai dari persiapan hingga berakhirnya ritual. Ngayah merupakan bentuk kerjasama yang dilandasi oleh tenggang rasa, cinta kasih, dan rasa saling memiliki.
Makna pelaksanaan ritual Basmerah nyambleh sasih kanem di Desa Pekraman Taman Pohmanis, dapat dipahami melalui keharmonisan yang dilihat pada konsep Tri Hita Karana dalam implementasinya, yang menciptakan keharmonisan vertical antara manusia dengan Tuhan, sedangkan horizontal antara manusia dengan sesame manusia dan sesama lingkungannya. Untuk membersihkan alam beserta isinya, menetralisir merana, dan menyomiakan bhuta kala, serta makhluk-makhluk yang kedudukannya lebih rendah daripada manusia. Melalui penyucian nantinya akan muncul suatu kesejahteraan, kedamaian, dan keharmonisan di alam ini. Makna penolak bala dapat dilihat ketika prosesi Basmerah dilaksanakan dengan mengoleskan darah pada dahi sebagai tanda agar merana tidak mendekati masyarakat yang telah memiliki tanda tersebut.
Sumber : Buku Pentapan WBTB 2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |