Ternyata zombie tidak hanya monopli Amerika lewat film-film zombienya seperti “The Walking Dead”, sebelum mengenal film zombie ternyat suku Dayak sudah lebih dahulu mengenal hantu sejenis zombie ini. Kalau orang Dayak Ngaju menyebutnya BANGKIT atau mayat yang tiba-tiba bisa bangkit dan bisa menyerang orang yang ada dirumah.
Salah satu cerita nenek saya yang masih saya ingat ialah dahulu dikampungnya ketika ada yang meninggal pada malam sebelum mayat ini dimakamkan, salah seorang anggota keluarganya mendengar suara orang yang sedang memasak didapur, saat itu dia pergi kebelakang dia tidak melihat siapapun namun dari atas ada helaian-helaian rambut yang berjatuhan dan ketika dia meliahat keatas terkejutnya ia melihat anggota keluarga nya sudah meninggal tadi ada diatas rumah, kemudian ia memanggil mayat tersebut dan memintanya kembali ketempatnya. Cerita ini pada zaman dahulu di kalimantan cukup lazim didengar dan “terjadi” walau saya sendiri belum pernah mengalaminya secara pribadi.
Ada beberapa penyebab yang diyakini kenapa mayat tersebut bisa menjadi bangkit, misalnya orang yang meninggal tersebut pernah punya pegangan ilmu hitam, ada juga yang karena diusili oleh orang lain, ada juga karena dirasuki roh jahat, oleh karena itu didalam kebudayaan dayak dilarang supaya jangan sampai air mata menetes mengenai mayat atau peti mati, diyakini sebelum janazah dimakamkan ada kemungkinan roh jahat menunggu untuk masuk ke dalam tubuh mayat supaya ia bangun lalu menyerang orang di rumah. Beberapa meyakini seperti Dayak Murut – mayat dapat bangkit apabila banyak petir menyambar atau ada seekor kucing melompat diatas mayat tersebut. Konon cara untuk menangkalnya ialah dengan meletakan batang serai di sekeliling peti mati, jika mayat mulai bangkit maka mayat dipukul-pukul dengan batang serai.
Dalam legenda Dayak Kenyah juga dikenal semacam BANGKIT ini dikenal dengan HANTU BANGSI atau perempuan yang mati melahirkan sendiri setelah kena hukum pelabai. Pelabai adalah hukum yang diberikan kepada sepasang kekasih yang berzinah. Hukum adat Kenyah dahulu sangat kejam, biasanya laki-laki dicambuk kemaluannya dengan rotan berduri sambil berdiri di atas sungai dangkal, biasanya mati kehabisan darah. Si perempuan, 3 hari pertama ditelanjangi dan diikat di tengah lamin, orang yg lewat harus berludah di wajahnya. Setelah itu si perempuan diasingkan di kuburan (biasanya jauh dari kampung dan letaknya di tengah hutan). Keluarga boleh memberi makan tapi tidak boleh berbicara. Dia menunggu sampai kelahiran si bayi, apabila si bayi lahir, hidup atau mati harus dikuburkan. Sedangkan biasanya sang ibu mati melahirkan kehabisan darah, inialah yg biasanya jadi BANGSI. Selama 40 hari biasanya tubuhnya kering tidak berdaya, sementara tubuhnya masih basah, dia keliling kampung mencari laki-laki, kalo ada laki-laki dia melemparkan anaknya yang dia ikat dengan tali pusar nanti anaknya yang akan menggigit baru ibunya yang akan membunuh.
HANTU BANGSI ini akan berkeliaran di hutan bahkan sampai kampung untuk membunuh para laki-laki tetapi perempuan tidak diganggu. Makanya kalo waktu berburu malam ketika musim bangsi ada, laki-laki akan memakai aksesoris perempuan seperti kalung, gelang, topi khas perempuan karena dia malu dengan perempuan. Tapi zaman sekarang orang agama Bungan (Agama asli Dayak Kenyah) sudah tidak melakukan pelabai lagi karena sudah banyak yang menjadi kristen.
Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2014/01/11/bangkit-bangsi-zombie-dayak/
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati