Dewi Anjarwati berdiri di depan cermin. Ia mengenakan kerudung putih berenda pemberian suaminya. Rambut yang biasanya panjang tergerai, kini tertutup kerudung. Hanya beberapa helai rambut di atas dahi yang terlihat bergoyang diterpa angin.
“Tidak bisakah kamu tunda keinginanmu, Nak?” tanya ibu Dewi Anjarwati sambil memasukkan nasi ke dalam rantang. Kepulan nasi dikibas-kibaskannya dengan caping agar uapnya hilang.
Dewi Anjarwati menoleh, lalu berjalan mendekati ibunya. Kedua tangannya meraih tangan ibunya. “Maafkan saya, Ibu. Kali ini saya dan Kang Mas Baron harus berangkat. Mumpung belum masuk musim penghujan. Kata Kang Mas, jalan menuju Gunung Anjasmoro agak terjal.”
Ibu Dewi Anjarwati menghela napas. Berat baginya melepas kepergian anak semata wayangnya. Meski ia tahu bahwa kepergian anaknya ditemani suaminya, Raden Baron Kusumo, orang sakti dari Gunung Anjasmoro. Namun, ia khawatir hal buruk akan menimpa anaknya. Mengingat usia pernikahan keduanya baru selapan atau tiga puluh lima hari.
“Baiklah. Kalau memang keinginanmu tidak bisa ditunda, Ibu dan Bapak merestuimu. Hati-hatilah di jalan!” nasihat ibu Dewi Anjarwati.
Dewi Anjarwati tersenyum, lantas memeluk ibunya. “Matur nuwun, Bu” ucapnya lirih.
Setelah mendapatkan restu kedua orang tuanya, Dewi Anjarwati bersama suaminya berangkat menuju Gunung Anjasmoro. Untuk sampai tujuan, keduanya harus menuruni Gunung Kawi, menyeberangi pulau, dan melewati perkampungan sebelah timur Jawa. Jika tak ada aral melintang, perjalanan tersebut bisa ditempuh dalam waktu lima hari.
Setengah hari perjalanan telah mereka lewati. Karena baru pertama kali melakukan perjalanan jauh, Dewi Anjarwati tampak kelelahan. Kerudung yang dikenakannya tampak basah. Keringat di dahinya meleleh hingga melintasi pipi. Melihat istrinya kelelahan, Raden Baron Kusumo memutuskan untuk beristirahat sejenak.
“Kang Parjo, sampeyan ikut saya mencari air. Yang lain silakan istirahat di sini. Tolong jaga baik-baik istri saya,” pesan Raden Baron Kusumo kepada rombongan punakawan yang menyertainya.
Seusai pamit pada Dewi Anjarwati, Raden Baron Kusumo bersama Parjo kemudian menuju sumber air. Dari tempat mereka berhenti memang sudah terdengar gemuruh suara air. Tidak lama keduanya sampai di sumber air yang dimaksud. Ternyata suara gemuruh tersebut adalah suara coban atau air terjun. Penat dan dahaga seketika sirna saat keduanya melihat coban dari dekat.
Setelah puas menikmati pemandangan di sekitar coban, Raden Baron Kusumo mengajak Parjo kembali ke tempat semula. Keduanya menenteng kendi penuh air.
Dua puluh langkah dari tempat rombongan beristirahat, Raden Baron Kusumo melihat seorang laki-laki tak dikenal mengganggu istrinya. Para punakawan berusaha menghalangi. Namun, laki-laki bertubuh kekar tersebut terlihat memaksa. Merasa istrinya diganggu orang lain, Raden Baron Kusumo bergegas mendekat.
“Hei kisanak, menjauhlah! Berani-beraninya sampeyan mendekati istriku,” teriak Raden Baron Kusumo.
Laki-laki tak dikenal itu kaget mendengar suara lantang Raden Baron Kusumo. Tak lama kemudian ia tertawa. “Ha ha ha. Siapa sampeyan, anak muda? Tak kenalkah sampeyan dengan Joko Lelono?” ucapnya keras sambil menepuk dada.
Raden Baron Kusumo jengkel melihat senyuman di wajah Joko Lelono. “Jangan dekat-dekat dengan istriku! Atau sampeyan akan tahu akibatnya,” hardik Raden Baron Kusumo.
Merasa dirinya ditantang, Joko Lelono langsung mendaratkan pukulan ke arah Raden Baron Kusumo. Hampir saja serangan mendadak tersebut mengenai bahu lawannya jika Raden Baron Kusumo tak gesit menghindar.
“Sampeyan mengajak tanding rupanya? Ayo, saya siap meladeni,” ucap Raden Baron Kusumo dengan nada geram.
“Kang Mas, jangaaan! Tak ada gunanya meladeni orang sepertinya,” teriak Dewi Anjarwati cemas melihat suaminya hendak berkelahi dengan Joko Lelono.
Raden Baron Kusumo tidak menanggapi larangan istrinya. Baginya, perseteruan ini menyangkut harga dirinya sebagai seorang suami.
“Parjo, bawa istriku dan punakawan yang lain ke tempat aman!” perintah Raden Baron Kusumo. “Kuselesaikan dulu urusan ini.”
Kaki Dewi Anjarwati seketika lemas. Ia tidak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi pada suaminya. Namun, keputusan itu harus ia hargai. Ia pun pergi bersama para punakawan sesuai perintah suaminya.
Di sekitar coban, Dewi Anjarwati duduk di atas batu besar. Air matanya tak henti menetes. Sesenggukan ia menangisi suami yang baru memperistrinya tiga puluh lima hari silam.
“Seandainya aku menuruti nasihat Bapak dan Ibu, kejadian seperti ini tidak akan terjadi,” sesalnya dalam hati.
Nasi sudah menjadi bubur. Sesuatu yang tidak diinginkan telah terjadi. Hanya doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang bisa dilakukan. Dewi Anjarwati pun komat-kamit merapal doa demi keselamatan suaminya. Sedih dan lelah yang mendera membuat Dewi Anjarwati jatuh tertidur di atas batu.
Dewi Anjarwati terbangun saat pagi menjelang. Melalui Parjo, ia dikabari bahwa suaminya telah gugur. Tidak ada yang menang dalam perkelahian itu. Joko Lelono pun dikabarkan telah mati. Sejak saat itu, Dewi Anjarwati menjadi seorang janda.
Air terjun tempat persembunyian Dewi Anjarwati saat ini dikenal dengan sebutan Coban Rondo. Coban artinya air terjun. Sedangkan Rondo artinya janda. Coban Rondo saat ini menjadi tempat wisata menarik yang terletak di Kota Malang, Jawa Timur.
Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/asal-usul-coban-rondo/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...