Setelah Taruma, di Banten Girang (kini Kota Serang) yang sekaligus menjadi ibukota pertamanya, didirikan Kerajaan Sunda oleh seorang keturunan Taruma dan Mataram Kuno, yaitu Prabu Jayabupati. Kerajaan yang menganut Hindu Waisnawa (yang mencakup seluruh wilayah Jawa Barat dan provinsi Lampung saat ini) didirikan pada tahun 932 Masehi, yang buktinya adalah Prasasti Kebon Kopi II di Bogor dan Prasasti Cicatih-Cibadak, di Sukabumi. Saat itu, masyarakat Sunda memiliki keinginan dan tekad yang kuat untuk mendirikan dan membangun kota kepemerintahan dan memilih Banten Girang sebagai ibukotanya, hingga pada saat itu terciptalah sebuah lagu kebangsaan Sunda yang berjudul "Angkat Sampeong Ta Gudil-gudil".
Kerajaan Sunda itu pun kemudian mengalami kemakmuran, sehingga timbul lah keinginan dari raja Balaputradewa dari Sriwijaya untuk menjalin hubungan dengan Kerajaan Sunda yang beribukota di Banten Girang ini. Namun, ketika Balaputradewa wafat, Sriwijaya menunjukkan kemunduran dan banyak kekacauan di perairan Selat Sunda dan Selat Malaka, seperti maraknya perompakan. Karena situasi tersebutlah, Prabu Jayabupati meminta rakyat Sunda untuk membentengi jalur laut Selat Sunda, dan keinginan itu disambut baik pula oleh masyarakat dan rakyat Lampung, yang pada saat itu masyarakat dan rakyat Lampung menyatakan diri dengan sukarela untuk bergabung dengan kerajaan Tatar Sunda yang beribukota di Banten Girang.
Beberapa waktu kemudian, Prabu Jayabupati menikahi seorang perempuan bangsawan Jawa, dan pada waktu pesta pernikahannya di lingkungan ibukota Banten Girang yang telah mengalami kemakmuran itu, para bangsawan dari Lampung yang hadir di pesta pernikahan itu pun menggelarinya Raja Maharaja Sri Jayabupati Jaya Manehan Wisnu Murti Sama Marija Wirokrama Tungga Dewa. Gelar itu pun diabadikan dalam Prasasti Cibadak,Sukabumi. Peristiwa itu terjadi pada tahun 987 Masehi.
Setelah pernikahan itulah, dengan tanpa halangan, Sri Jayabupati menjalin hubungan dengan kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Darmawangsa Putra. Kerjasama itu terutama sekali dalam bidang perdagangan laut yang mencakup kekuasaan kawasan Laut Jawa dan Selat Sunda, yang di antaranya kerjasama membangun kekuatan militer demi menanggulangi perompakan yang dilakukan oleh para perompak dari Sriwijaya. Pada saat itu, Sriwijaya dipimpin oleh Sangramawi yang arogan dan berbeda dengan pendahulunya Balaputradewa yang bijak. Atas dasar keadaan itulah, Sri Jayabupati dan Darmawangsa Putra mengadakan penyerbuan terhadap Sriwijaya pada tahun 990 Masehi, dan berhasil menduduki wilayah pantai Sriwijaya dan semenanjung Malaya.
Setelah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Kediri melakukan invasi terhadap Sriwijaya itu, pada tahun 997 Sri Jayabupati memutuskan untuk menjadi pertapa dan melakukan tapabrata, demi meraih derajat nirwana. Ia melepaskan tampuk kekuasaannya dan memantapkan diri berada di daerah titirah, dan tahta pun diserahkan kepada putranya, Prabu Hyang Niskala Wastu Kencana, yang memiliki wibawa dan kearifan yang setara dengan ayahnya, Sri Jayabupati. Begitu pula, kerjasama dengan kerajaan Kediri tetap terjaga, bahkan semakin erat di jamannya.
Akan tetapi, pada tahun 1016, Prabu Hyang Niskala Wastu Kencana terkejut dengan peristiwa terbunuhnya Prabu Darmawangsa Putra di daerah sekitar Tegal yang dilakukan oleh Raja Wurawari yang disokong Sriwijaya. Peristiwa itu merupakan aksi balas dendam Raja Sriwijaya Sangramawi atas kekalahan Sriwijaya di tahun 990 Masehi.
Serangan Wurawari itu dilakukan dengan gerilya dan mendadak pada saat Raja Darmawangsa Putra tengah melangsungkan pernikahan putrinya dengan Airlangga. Kejadian itu pun menewaskan seluruh keluarga Raja Darmawangsa Putra, kecuali Airlangga yang dapat meloloskan diri dari prahara tersebut, dan lalu lari ke hutan, sebelum akhirnya ia mengembara ke Banten Girang, demi mengabarkan peristiwa tersebut kepada Prabu Hyang Niskala Wastu Kencana. Usaha Airlangga itu pun tak sia-sia, sebab ia sampai dengan selamat ke Banten Girang.
Kedatangan Airlangga itu pun membuat Hyang Niskala Wastu Kancana terkejut, terlebih setelah mendengar cerita langsung dari Airlangga, anak sahabat ayahnya itu. Bersama-sama mereka menyadari bahwa Jawa berada dalam ancaman Sriwijaya, dan mereka berdua akhirnya sama-sama bertekad untuk tidak tunduk kepada Sriwijaya, sebagaimana kedua ayah mereka: Sri Jayabupati dan Darmawangsa Putra, berhasil mempertahankan Jawa sebagai negeri berdaulat.
Setelah mengetahui perkembangan kekuatan militer Sriwijaya, Niskala Wastu Kancana pun memutuskan untuk memindahkan ibukota dari Banten Girang ke Kawali dan menamai kerajaannya dengan nama Kerajaan Surawisesa. Sementara itu, banyak rakyat Sunda diminta untuk mengungsi ke Cicatih, Sukabumi. Maka resmi-lah Kerajaan Sunda berganti nama Kerajaan Surawisesa dan beribukota di Kawali, Ciamis. Pada saat itulah, ia menyerahkan tampuk kekuasaan Kerajaan Surawisesa kepada penggantinya, yaitu Prabu Hyang Dewa Niskala.
Setelah Niskala Wastu Kancana mangkat, tampuk pemerintahan dan kepemimpinan Kerajaan Sunda yang kini bernama Surawisesa ini dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Wangi). Di masanya pula Kerajaan Surawisesa disebut sebagai Pajajaran.
Dan selanjutnya, sepanjang waktu pada tahun 1357 hingga pada tahun 1371, Kerajaan Sunda yang kini bernama Pajajaran ini dipimpin oleh Hyang Bunisora, karena pada waktu itu, anak Prabu Sri Baduga sendiri yang bernama Niskala Wastu Kancana masih kecil. Dan barulah setelah dewasa, ia langsung menggantikan tahta kerajaan dan memimpin tampuk pemerintahan sepanjang pada tahun 1371 hingga pada tahun 1474.
Selanjutnya, yaitu sepanjang pada tahun 1474 hingga pada tahun 1482, tampuk pemerintahan dan kepemimpinan berada di tangan Raja Tabaan, yang akhirnya dilengserkan dengan tidak hormat karena menikahi seorang santri perempuan muslim. Sebagai penggantinya, diangkatlah Sang Ratu Jayadewata yang memimpin selama dari tahun 1482 hingga tahun 1512.
Pada masa Sang Ratu Jayadewata inilah ibukota kembali dipindahkan ke Banten Girang, setelah sebelumnya berpindah-pindah antara Kawali dan Pakuan.
Sang Ratu Jayadewata sendiri digelari Prabu Silihwangi sebagai gelar yang menandakan bahwa ia merupakan pengganti Sri Baduga Maharaja yang disebut sebagai Prabu Wangi. Di masanya pula Banten Girang kembali mengalami kemajuan dan ramai sebagai pusat perdagangan bagi seluruh Tatar Sunda yang mencakup Selat Sunda, Pelabuhan Banten, dan Sunda Kelapa.
Dengan kembalinya ibukota Konfederasi Sunda di Banten Girang itulah Prabu Jayadewata mengangkat seorang patih bernama Ajar Jong yang bertugas sebagai pengatur dan pembangun perekonomian dan niaga maritim, yang salah-satunya membangun pelabuhan dagang di Kelapa Dua (salah-satu wilayah Kota Serang saat ini), yang dinamai Pelabuhan Teluk Banten. Selain itu, dibangun pula jalur jalan yang menghubungkan antara Pelabuhan Teluk Banten dengan Ibukota Banten Girang. #OSKMITB2018
sumber : www.google.co.id/amp/s/theistitute.wordpress.com/2013/07/23/sunda-dan-jawa-sri-jayabupati-banten-hingga-darmawangsa-putra-kediri/amp/?espv=1
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...