Adat istiadat Suku Serawai Kabupaten Seluma mencakup tata cara perkawinan. Dimana tata cara tersebut sudah jarang dilaksanakan dikarenakan tergerus zaman. Namun masih ada sebagian masyarakat yang menjalaninya.
Adapun tata cara dan tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perkenalan Bujang Gadis
Perkenalan bujang gadis terjadi dirumah si gadis, apabila bujang ingin berkenalan dengan si gadis, bujang harus kerumah si gadis dan terlebih dahulu diterima oleh orang tua sang gadis, untuk mengenali lebih dekat gadis pujaanya, bujang harus merayu orangtuanya dengan bahasa yang halus ”perambak” selain dengan kata-kata yang halus harus pula merendahkan diri.
Apabila bujang sudah mendapatkan hati sang orang tua maka orang tua tersebut akan segera “membangunkan” anak gadisnya, yang biasanya sudah terlebih dahulu mengintip dari balik kain pintu. Gadis akan segera keluar apabila dia ada hati dengan tamunya, tetapi apabila si gadis tidak tertarik pada si bujang maka si gadis tidak akan keluar dari kamarnya.
Maka berkenalanlah mereka pada malam itu dan apabila mereka setuju akan meneruskan hubungan mereka hingga ke pelaminan.
b. Bertunangan
Sebelum menginjak pada masa perkawinan maka secara adat haruslah terlebih dahulu ditempuh masa bertunangan. Sebelum masa bertunangan maka diadakan memadu rasan. Apabila kedua belah pihak, baik pihak perempuan dan keluarganya menyetujui perkawinan kedua putra-putrinya maka diadakanlah upacara yang disebut memadu rasan pihak laki-laki mendatangi dan pihak perempuan menanti. Memadu rasan artinya pihak laki-laki datang ke rumah perempuan menanyakan gadis atas suka sama suka di muka saksi. Biasanya orang suruhan datang dari pihak laki-laki yaitu seorang perempuan yang sudah berumur dan saudara ayah. Apabila pihak keluarga laki-laki yang akan meminang dengan pihak perempuan yang akan dipinang setuju akan jumlah uang atau benda antaran maka kedua pelah pihak memberitahukan kepada raja dan penghulu, yang secara resmi akan melaksanakan pengantaran uang atau mengantar uang. Yang dimaksud dengan raja ialah kepala-kepala adat. Penghulu ialah kepala-kepala agama, yakni imam, khatib, bilal, dan garim.
Setelah sampai waktunya yang ditentukan, maka datanglah raja, penghulu berserta rombongan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa dari pihak keluarga laki-laki ke rumah orang tuanya atau keluarga perempuan itu. Maksud kedatangan rombangan ini, disertai dengan bunyi-bunyian tetabuhan untuk menyerahkan atau mengantarkan uang. Waktu mengantar uang ini kita akan mengenal adat sirih. Adat sirih ini adalah suatu simbol sistem kerja yang sangat beradat. Kedatangan raja dan penghulu (rombongan) pun disambut pula dengan adat. Adapun pelaksanaan aturan mengantar dan menerima belanja sebagai berikut :
Apabila siri puan yang datang, maka siri gadis biasanya ditandai dengan sebuah kipas yang terikat di puncak jambangan bunga. Kalau gadis ini keturunan bangsawan (anak kepala marga) maka disertai pula dengan besar-kecilnya sirih ayang datang dan yang menanti ditetapkan berdasarkan persetujuan bersama. Sirih dan lenguai ditaruh di atas lampahan diberi wangi-wangian, bunga rampai, bunga kemantin dan disertai dengan keris terapang. Jika ia masih berdara bangsawan dilengkapi dengan payung panji.
Permulaan kata dimulai dengan upacara oleh raja atau penghulu akan maksud kedatangannya yakni sesuai dengan janji sesudah dipadu, rasan sudah diterima seminggu atau dua minggu yang lalu. Kemudian dari pihak perempuan akan menjawab tentang kebenarannya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan pengukuhan oleh raja dan penghulu dengan menyerahkan sejumlah uang antaran kontan berikut benda antaran yang dijanjikan, dalam sebuah kotak selepa yang berbungkus saputangan bersulam dan dinyatakan pula bahwa sejak saat itu antara pemuda A bin si anu dan gadis D binti si anu duduk bertunangan. Kadang-kadang di samping uang atau benda antaran disertai pula dengan uang pemberian yang sifatnya uang pemberian tidak dikenakan potongan uang adat untuk raja dan penghulu. Sebagai balasan dari pihak perempuan diberikan rokok tujuh batang (seikat) tanda setuju, sirih lima subang dan bunga rampai yang dibagi-bagikan kepada bujang yang hadir dalam mengantar uang itu diterangkan pula tentang; waktu dan tempat perkawinan. Gagal perkawinan atau mukir dari laki-laki apabila lelaki itu menyatakan tidak hendak lagi kepada wanita itu atau laki-laki itu kawin dengan perempuan lain, atau rujuk dengan jandanya atau lenyap dari negeri itu sampai habis masa bertunangan, dengan tidak memberitahukan sebab-sebabnya.
Bila dari pihak laki-laki atau pun dari pihak perempuan yang mungkir atau mendapat penyakit ataupun mati, maka kalau pihak laki-laki yang mungkir maka uang yang sudah diantarkan itu hilang, kalau pihak perempuan yang mungkir maka uang yang sudah diantarkan/ uang antaran itu harus dikembalikan dua kali lipat. Kalau perempuan mendapat penyakit yang dapat sembuh maka uang antaran dikembalikan setengahnya. Kalau laki-laki mati dalam tiga hari bertunangan maka uang antaran dikembalikan seluruhnya. Kalau perempuan mati dalam bertunangan maka uang antaran dikembalikan setengahnya saja.
c. Bimbang
Yang dimaksud dengan bimbang, yaitu suatu upacara perkawinan adat pada upacara perkawinan dalam upacara perkawinan dalam masyarakat Bengkulu. Segala kegiatan dalam rangka upacara peresmian perkawinan hendaklah ditetapkan berdasarkan musyawarah terutama oleh kedua belah pihak keluarga mempelai dan disetujui oleh raja dan penghulu. Perlunya persetujuan kedua belah pihak keluarga mempelai, agar lebih mudah mengatur acara peresmian dan setiap kegiatan yang dilakukan baik di rumah mempelai perempuan ataupun di rumah mempelai laki-laki akan saling tumburan.
Sebelum menjelang perayaan perkawinan di kedua belah pihak di rumah mengangkat pekerjaan dan sudah mengalami kesibukan, menghadapi bimbang perkawinan. Aneka ragam kesibukan yang dimaksud adalah :
Mengirimkan utusan ke rumah calon mempelai laki-laki atau sebaliknya untuk menyampaikan rencana kerja perayaan perkawinan guna mendapatkan penyelesaikan acara persetujuan bersama. Kemudian menemui raja dan penghulu dan menyampaikan maksud kedatangannya serta rencana kerja perayaan perkawinan, guna selanjutnya, mendapatkan ijin mengangkat pekerjaan serta peralatan Bimbang sebagai adat yang berlaku. Setelah itu dilakukan perasan yang sama artinya dengan mufakat akan melaksanakan rencana kerja yang sudah dipadu itu. Ada dua macam berasan yang kita kenal: Pertama, berasan adik sanak, di sini hadirlah famili-famili yang terdekat. Mereka berembuk dan akhirnya semufakat akan mendukung perayaan perkawinan sesuai dengan rencana kerja dan acara-acara yang ditetapkan.
Pernikahan ini terjadi setelah ada persetujuan dari keduabelah pihak sanak saudara dari kedua calon mempelai. Calon suami datang bersama rombongannya kerumah mempelai wanita dengan membawa 30 batang lemang, mas kawin dan segala keperluan pernikahan dirumah calon istri. Sebelum masuk kerumah mempelai, terlebih dahulu di sambut tuan rumah dengan sejenis pantun yang kemudia disusul dengan tarian. Dimana sebelumnya dari kedua belah pihak sudah menyipkan penari masing-masing yang akan menari seperti pencak silat dengan memakai pedang.
Setelah itu, sesudah mereka berpencak silat, mulailah para tetuah dari kedua belah pihak mempelai menari dengan iringan kelintang calon suami istri pun ikut menari.
Setelah itu barulah mereka masuk kedalam rumah untuk melaksanakan akad nikah .
Sebelum akad nikah terlebih dahulu diadakan suatu pengajian yang dilakukan bersama-sama dengan iringan rebana. Barulah akad nikah mengucapkan ijab Kabul dengan disaksikan oleh sanak saudara.
Peresmian pernikahan
Balai : bagi yang mampu mendirikan bangunan ini dengan dinding yang terbuat dari daun nyiur (daun kelapa), atap rembia, dengan beberapa kamar-kamar untuk tempat bujang gadis penggilan dari tiap desa.
Acara kesenian terdiri dari :
· Zikir
· Dendang
· Tari adat.
Sepanjang sejarah, yaitu dari zaman dahulu hingga zaman sekarang, suku Serawai mempunyai suatu kesenian tradisional yang tersendiri dan tetap utuh walaupun dipengaruhi oleh arus zaman serba modern. Kesenian purbakala tersebut tetap disenangi oleh suku Serawai, mereka memelihara kesenian leluhurnya supaya tetap utuh.
Kalau mereka sudah tua, mereka sudah merasa wajib untuk mengajarkan kesenian itu kepada generasi penerus, yang maksudnya adalah, supaya peninggalan yang berupa kesenian itu jarang sampai hilang. Walaupun beberapa orang yang telah terhanyut oleh aliran yang serba modern dan mengatakan bahwa kesenian itu sudah terlalu kuno, namun menurut jiwa warga suku Serawai, yang betul-betul menghayati nil;ai adat-istiadatnya, maka dia merasa bahwa keseniannya itu sangat tinggi nilai seninya. Tentu saja mereka beranggapan, bahwa tidak ada seni yang mengantikan seni yang telah mendarahdaging.
Menurut beberapa narasumber, kesenian yang ada di kabupaten seluma, ada dua macam yaitu kesenian Bedindang dan kesenian tari tradisional Tari Andun (tari adat). Kedua kesenian ini merupakan kesenian tradisional yang dimiliki oleh masyarakat suku Serawai pada umumnya dan Kabupaten Seluma khususnya.
Kesenian Bedindang ini sudah berlangsung sejak lama dan menjadi tradisi bagi masyarakat setempat setiap kali mengadakan kegiatan adat. Kesenian Bedindang ini merupakan serangkaikan kegiatan dendang dan tari tarian yang berbeda penampilannya
Anggota kelompok kesenian Bedindang terdiri dari laki-laki dewasa atau yang sudah berkeluarga, mereka bisa berperan sebagai yang menyampaikan dendang penari dan pemain musik. Alat musik yang digunakan adalah rebana (gendang) dan biola. Acara ini berlangsung di Pengujung (tarup) dari malam hingga pagi dini hari (pukul 20.00 s.d. 04.00 WIB)
Sedangkan Tari Andun merupakan bagian dari upacara perkawinan di suku Serawai yaitu pada acara Bimbang Adat atau Bimbang Ulu Makan Sepagi. Tari Anduna ini ditarikan oleh bujang dan gadis secara berpasangan, dengan satu syarat pasangan tersebut tidak mempunyai hubungan tali persaudaraan atau satu dusun (sekampung), selain bujang gadis Tari Andun juga dapat ditarikan oleh orang yang sudah berkeluarga dengan cara tidak berpasangan, pada saat beberapa orang perempuan yang sudah berkeluarga diperbolehkan untuk turut menari, begitu juga waktu mengiringi penganten laki-laki, maka diperbolehkan juga beberapa orang laki-laki yang sudah berkeluarga untuk ikut menari. Tari ini disebut tari kebanyakan, kalu hanya ditarikan bujang dan gadis maka tari terse3but dinamakan tari lelawanan.
Musik pengiring Tari Andun diiringi oleh alat musik rebana dan kelintang masing-masing satu buah. Acara ini dilaksanakan di halaman terbuka.
Kedua jenis kesenian yang dijelaskan di atas, merupakan kesenian tradisional yang di miliki oleh masyarakat suku Serawai Kabupaten Seluma.
d. Pergi Kerumah Sanak Saudara
Kegiatan ini terjadi setelah selesai njamu dirumah mempelai, setelah kegiatan dirumah sang penganten baru sudah agak reda, maksudnya setelah sanak saudara yang bermalam disana sudah pulang semua, berarti kegiatan ini terjadi setelah satu atau dua minggu peresmian pernikahan.
Mempelai yang melakukan kegiatan ini sudah menjadi pengantin baru disebut bebaruan. Kedua pengantin baru ini pergi kerumah sanak-sanak baik terdekat maupun yang jauh. Sanak yang didatangi biasanya masih ada hubungan darah ataupun ada ikatan-ikatan yang lain misalnya teman seperjuangan bapak mereka yang dianggap sudah dekat didalam keluarga, ayah angkat, ibu angkat yang tidak tinggal satu rumah dengan kedua mempelai.
Tujuan pergi kerumah sanak family ini adalah untuk meminta doa restu dalam mereka akan memulai menempuh hidup baru yang akan mereka jalani dan juga untuk mengetahui lebih dekat sanak family yang diantara kedua mempelai mengenal mereka.
Sumber:
1. Proyek Penelitian Daerah. 1978. Adat Istiadat Daerah Bengkulu . Bengkulu. Depdikbud.
2. Proyek Penelitian Daerah. 1988. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Bengkulu. Bengkulu. Depdikbud.
3. Sumarni, Titi. 2000. Struktur Penyajian Tari Pinggan Dalam Kesenian Bedindang Pada Masyarakat Suku Serawai Kecamatan Seluma Kabupaten Bengkulu Selatan. Padang. Universitas Negeri Padang.
4. Kebudayaan dan Pariwisata. 2004. Profil Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Seluma. Seluma. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan.