|
|
|
|
Adat Endhog-Endhogan Tanggal 13 Aug 2018 oleh Oskm18_16818194_donny . |
Adat endhog-endhogan merupakan suatu acara tahunan yang diadakan di Banyuwangi, ketika bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Setiap desa di Banyuwangi terutama desa-desa Using (suku khas Banyuwangi) berlomba-lomba memeriahkan acara ini. Adat ini dilakukan dengan beramai-ramai mengelilingi desa sambil membawa telur yang ditancapkan di pelepah pisang yang sudah kering dan diakhiri ketika sampai di masjid setempat.
Endhog artinya telur. Maka ketika bulan kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba, masyarakat setempat beramai-ramai merebus telur. Telur ini nantinya akan dimasukkan ke dalam plastik yang sudah dibentuk bermacam-macam. Ada bentuk kerucut, keranjang, serta kotak. Wadah ini nantinya akan dihiasi oleh kertas berwarna-warni. Kemudian, wadah ini diikatkan ke tusuk bambu dan kemudian tusuk bambu tersebut ditancapkan di pelepah pisang yang sudah mengering. Adapun nanti pelepah pisangnya juga akan dihias dengan kertas berwarna-warni. Maka tidak heran apabila adat endhog-endhogan sudah dimulai, masyarakat akan tersenyum dengan sendirinya ketika melihat indahnya telur dan pelepah yang sudah dihias sedemikian rupa.
Telur sendiri memiliki filosofi yang sangat dalam di adat ini. Lapisan yang membentuk telur terdiri dari 3 lapisan yaitu: cangkang telur, putih telur, dan kuning telur. Ketiga lapisan ini melambangkan iman, islam, dan ihsan, tiga hal pokok yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Adapun ditancapkan di sebuah pelepah pisang yang kering melambangkan saat itu ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam belum diutus menjadi Nabi, keadaan penduduk Makkah berada di fase jahiliyah. Keadaan ini dilambangkan dengan keringnya pelepah kurma. Maka dari itu, dihias dengan kertas yang berwarna-warni sebagai tanda indahnya iman setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus di Makkah. Adapun jumlah telur yang harus ditancapkan berbeda-beda dan memiliki arti tersendiri. Pilihannya adalah: 3,9,17,33, dan 99. Angka 3 melambangkan iman, islam, dan ihsan. Angka 9 melambangkan walisongo. Angka 17 melambangkan jumlah rakaat sholat yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Angka 33 melambangkan jumlah dzikir tasbih, tahmid, dan takbir yang dibaca setiap selesai sholat fardhu. Adapun angka 99 melambangkan asmaul husna (nama-nama Allah) yang berjumlah 99.
Selain dengan telur, masyarakat setempat juga sibuk membuat kue sebanyak-banyaknya. Karena ketika adat ini dilaksanakan, banyak masyarakat dari desa/kampung sebelah bersilaturahmi ke kampung sebelahnya juga. Maka dari itu adat ini juga mempererat tali silaturahmi masyarakat setempat. Namun sayangnya adat ini sudah mulai memudar di Banyuwangi, khususnya di kota. Banyaknya kendaraan serta tidak pahamnya masyarakat setempat akan adat ini merupakan salah satu faktor adat ini mulai memudar.
sumber gambar: https://asset.kompas.com/data/photo/2014/01/15/1510378DSCN09511780x390.jpg
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |