Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Bengkulu Bengkulu
5_Cerita Gadis Ambai
- 20 Mei 2018
Cerita Gadis Ambai ~ Gadis Ambai adalah sebuah cerita rakyat dari Sungai Ipuh yang suatu daerah terpencil sebelah utara dekat perbatasan Kerinci. Cerita ini sebenarnya seirama dengan cerita Malim Deman atau pun cerita Nawang Wulan. Hanya saja perbedaannya, kalau Malim Deman dan Nawang Wulan pelakunya berasal dari bumi dan kayangan, maka cerita rakyat ini, kita akan menjumpai pelakunya berasal dari negeri bawah air. Yang lazim disebut rakyat sebagai hantu air.
 

Nah beginilah ceritanya. Di Sungai Ipuh suatu daerah sebelah utara dekat perbatasan Kerinci, hiduplah seorang bujang yang bernama Lelo. Perawakan badannya cukup perkasa dan tampan untuk ukuran pemuda masa itu, bujang Lelo ini sudah agak tua, belum juga disinggahi jodoh. Manakala teman sebayanya mengejeknya sebagai bujang tua, ia dengan tersenyum menjawab, "belum ada jodoh." Demikian olok-olok temannya itu semakin santer saja.

Karena tidak tahan menahan olok-olok itu bujang Lelo memutuskan untuk mengungsi  ke kebun saja. Di kebun ia bekerja dengan rajin, selain bercocok tanam, ia mengusahakan penyadapan aren, untuk dibuat gula atau manisan. Letak kebunnya di tepi sebuah sungai besar, Selagan namanya. Sungai Selagan ini bersama-sama dengan sungai Majuto, bermuara di Muko-muko ibu Kota Kecamatan Muko-Muko Utara sekarang ini.

Pagi itu cerah. Seperti pagi dihari-hari kemarinnya. Bujang Lelo dengan rajin melewatkan waktunya mengumpulkan hasil sadapan air niranya. Tapi pagi ini sial kedatangan tamu. Tabung air nira yang terbuat dari ruas bambu ternyata kosong, sedang tabung-tabung yang terletak jauh dari sungai-sungai semuanya berisi. Ia bertanya-tanya di dalam hatinya. Mengapa pula air nira di tepi sungai ini kosong.

Sedang pada hari-hari kemarin aren tersebut banyak airnya. Sejak itu bujang Lelo selalu kecewa. Pernah pertengahan malam bujang Lelo memeriksa tabung-tabung itu ternyata berisi. Walau hanya beberapa tetes. Namun manakala pagi datang menjelang, tabung-tabung itu kosong. Sampailah di pagi yang ketujuh dan peristiwa itu terjadi lagi bujang Lelo bangkit amarahnya. Ia mulai nekad. Malam itu bulan purnama, ia mengambil keputusan untuk mengintai dari dekat. Siapakah gerangan yang mencuri air niranya. Di bawah pohon aren ia membentangkan tikarnya sambil berjaga dengan sebuah senjata.

Malam semakin larut sunyi dan sepi. Tapi sudah sekian jam berjaga-jaga tak ada tanda-tanda pencuri itu datang. Kira-kira tengah malam ia terkejut dengan suara bisikan halus dan merdu yang datang dari arah sungai. Ia terbangun, namun tetap terbaring. Perlahan-lahan bisikan itu semakin dekat dan nyata, ternyata suara dari beberapa orang wanita dari dekat, dilihatnya seorang gadis mendekat ke batang arennya. Ia menaiki tangga mencapai tabung nira dan minum beberapa teguk dengan hati-hati, kemudian diletakkan kembali lalu turun menuju sungai dan terjun. Bujang Lelo terpersona tanpa bersuara, ia tak sanggup mengambil tindakan.

Pada saat belum habis terpesonanya, muncul satu gadis lagi dan mengikuti perbuatan gadis yang pertama dan turun lalu terjun ke sungai. Bujang lelo bertambah tertarik. Ia menunggu selanjutnya. Demikianlah satu per satu gadis-gadis itu bergantian minum air nira dengan disaksikan oleh bujang Lelo dengan diam. Sampailah urutan ke tujuh muncul seorang gadis yang cantik dari yang lainnya Bujang Lelo hanya mampu mendesahkan napas berat saja. Ia seakan bermimpi indah dan hari pun siang. Sejak itu bujang Lelo selalu galisah. Kecewa yang selama itu mengganggu pikirannya telah sirna diganti dengan kegelisahan tak menentu.

Berhari-hari bujang Lelo duduk ngelamun. Gelisah dan resah telah menghinggapi kalbunya. Pikirannya melayang-layang teringat akan peristiwa malam itu. Maklum anak muda. Ia pulang ke desanya. Teman-temannya datang mengerumuninya sambil bertanya. Kapan ia mengakhiri masa perjakanya. Tetapi dengan tenang dijawabnya. "Belum ada jodoh." Pengalaman itu diceritakannya dengan sahabat karibnya. Sahabatnya hanya menganggap Bujang Lelo sudah berubah akalnya. Ia hanya mampu tersenyum kecut. Sahabatnya sedih melihat angan-angan Bujang Lelo yang tak masuk akal itu. Celakanya lagi sahabatnya mencarikan dukun untuk mengobati penyakit yang di derita  Bujang Lelo. Dan dari di Dukun inilah tersiar berita yang sudah dibumbui disana-sini.

Bujang Lelo semakin sedih. Olok-olok yang diterimanya sudah melampaui batas. Ia meminta nasehat sahabatnya. Berusaha meyakinkan sahabatnya, bahwa ceritanya itu bukanlah hal yang mustahil. Kali ini sahabatnya menunjukkan simpatinya. Ia ingin bujang Lelo jangan berputus asa. Ia menganjurkan untuk membuktikan kata-katanya. Caranya mudah. Tangkap saja salah satu dari gadis-gadis itu dan bawa pulang ke desa untuk menyumpal mulut-mulut usil di desanya. Bujang Lelo menerima saran itu. Ia berjanji untuk menangkap gadis yang tercantik yaitu gadis yang ke tujuh. 

Malam itu Bujang Lelo mengintai lagi di tempat semula. Tapi hasilnya nihil. Ia juga menyadap aren itu. Ia kesal sekali akan keceroboannya. Ia kecewa dan pulang untuk mengadukan hal itu kepada sahabatnya. Kali ini sahabatnya menanggapi lebih serius. Sialnya lagi olok-olok itu semakin bertambah. Ia terpaksa pulang ke kebunnya untuk mengadu untung sampai berhasil. Sore itu ia kembali memasang tabung sadapan air nira. Malam pertama, kedua dan ketiga ia biarkan saja sebagai siasat. Setiap pagi ia rajin memeriksa tabung itu. Jika airnya ada, berarti gadis-gadis itu belum datang. Hari yang keempat didapatinya tabung itu kosong.
Berarti si Gadis telah datang. Benar saja, pada malam yang berikutnya gadis-gadis itu datang. Dari jauh sudah dilihatnya tujuh bayangan samar-samar mendekati pojon arennya. Satu per satu bayangan itu berganti-ganti untuk bergiliran menaiki tangga pohon aren itu. Bujang Lelo menunggu giliran yang ke tujuh. Tepat ketika yang ketujuh sedang menikmati air nira, Bujang Lelo sudah berada di bawah pohon menunggu dengan seutas tali. Perlahan sekali tangan gadis itu ditangkapnya. Gadis itu meronta-ronta, tapi dengan siap tali itu diikatkan ke tangan gadis itu dan diseret pulang. Dengan sekuat tenaga gadis itu ingin melepaskan diri. Namun tak dapat dan haripun siang.

Bujang lelo menatap sepuas hatinya kepada gadis itu, ia mereguk kejelitaan itu dengan matanya. Bujang Lelo bertanya, "Siapa namamu?" membalas gadis itu bertanya; "Kau siapa?" "Jawab dulu pertanyaanku tadi." Bujang Lelo tergagap.

"Pertanyaan apa?"

"Namamu siapa hai gadis yang jelita?"

"Namaku?"

"Ia namamu."

"Teman- temanku memanggilku Gadis Ambai."

"Oh, Gadis Ambai, Sebuah nama yang baik"

"Dan kau?"

"Aku bisa dipanggil si Bujang Lelo."

"Hai bujang Lelo lepaskan ikatan ini. Aku bukan tawanan."

"Kau telah menawan hatiku," kata Bujang Lelo.

"Maafkan aku telah mencuri air niramu itu"

"Oh itu tidak menjadi soal", balas bujang Lelo.

"lalu untuk apa engkau mengikat aku ini?"

"Lepaskanlah."

"Tidak, nanti kau lari ke sungai itu, dan aku akan dicemoohkan oleh teman-temanku lagi."

"Aku tidak akan lari."

"Jangan kau bersiasat."

"Demi Tuhan aku tidak akan lari lepaskan aku, sudahlah siksaan ini Hai, Bujang Lelo" suara Gadis Ambai memelas.

"Berjanjilah Engkau," Kata Bujang Lelo. "Baik aku akan menurutmu," kata Gadis Ambai.

"Baiklah akan kulepaskan, tapi bukan disini, didesaku."

"Kau akan mempertontonkan aku?" kata Gadis Ambai.

Bujang Lelo berpikir sejenak, ia kasihan dengan keadaan tawanannya, lalu tali dilepaskannya. Kemudian Gadis Ambai berkata. "Aku tepati janjiku, mari kita ke desamu. Jangan melamun hei?" Waktu itu memang Bujang Lelo sedang melamun. Kedua remaja itu beriringan menuju ke desa, terus ke rumah ibunda si Bujang Lelo. Semua teman yang mencemoohnya kini berbalik memuji kecantikan Gadis Ambai. Semua memberikan komentar. "Memang aduhai, pantas saja Bujang Lelo sampai tua menunggu pujaan hatinya."

Hari-hari dilewati gadis itu dengan menolong semua pekerjaan ibunda Bujang Lelo. Sampailah pada suatu hari Bujang lelo meminta agar ibunda menikahkannya dengan Gadis Ambai.

"Ibu bagaimana kalau aku menikah dengan Gadis Ambai itu?"

"Boleh saja. Tapi ia hidup dialam lain. Dan kau hidup  di alam yang berbeda dengannya. Apakah kau sudah berpikir masak-masak?"

"Sudah ibu."

"Setujukah dia kepadamu?" bujang Lelo hanya senyum-senyum saja. Gadis Ambai di tanya pula oleh si Ibu.

"Hai anakku Gadis Ambai, kemarilah engkau." "Siap bu." "Ibu ingin bertanya. "Jawab gadis Ambai pula, "Apakah yang ibu ingin tanyakan?"

"Begini anakku, si Bujang Lelo ingin menyuntingmu?"

"Apakah kau setuju?" Saya setuju," kata Gadis Ambai. Begitulah akhirnya perkawinan dilangsungkan. Pesta cukup meriah semua orang mengetahui bahwa Bujang Lelo telah menemukannya jodohnya.

Sudah sepuluh tahun mereka hidup sebagai suami-istri dan telah dikarunia seorang anak laki-laki yang sehat. Sawah dan ladang tumbuh dengan subur. Ternak ayam, itik, kambing dan kerbau demikian juga. Rukun dan damai hidup mereka.

Pagi itu Bujang Lelo pergi ke hutan mencari rotan. Guna untuk mempersiapkan menuai padi. Seperti biasanya gadis Ambai membawa anaknya ke sungai untuk mandi-mandi. Keadaan air sungai di pagi itu membuat keasyikan sendiri di dalam jiwanya. Menyelam dengan asyiknya sehingga ia lupa dengan anaknya yang sedang kedinginan di tepi. Anak itu memanggil sambil menangis, tapi tak dihiraukan lagi. Ia kembali ke alamnya semula. Siluman air. Bujang Lelo pulang dari hutan didapatkannya anaknya sudah kedinginan, menangis sambil memanggil ibunya. Bujang Lelo teringat akan janjinya tapi kini sudah terlambat. 

Di sepanjang sungai Bujang Lelo berjalan menggendong anaknya sambil berteriak, namun tak ada jawaban. Ia berjalan terus. Di sebuah lubuk, Semantung Tinggi namanya, Bujang Lelo mendengar suara istrinya. "Hai Bujang Lelo bukan aku tak sayang padamu. Kanda telah lupakan janji. Jangan sesalkan aku peliharalah anak kita baik-baik. Kalau rindu akan daku tunggulah bulan purnama datang. Aku datang padamu. Tapi dalam mimpi." Tidak gadis Ambai. Aku sekarang rindu padamu. Tunggulah aku. 

Aku akan segera menyusul bersama anak kita." "Jangan kanda" Namun peringatan itu terlambat. Bujang Lelo sudah terjun ke air itu menyusul sang istri tercinta. Anak dan bapak tenggelam di sungai bagai ditelan sungai Selagan. Sebab mayatnya tak dapat ditemukan. Ibu Bujang Lelo sangat sedih atas peristiwa anak itu, Sebab  Bujang Lelo adalah tumpuan harapan untuk gantungan hidup masa tuanya. Bujang Lelo telah tiada.

Sumber : Cerita Rakyat Daerah Bengkulu oleh Depdikbud
http://alkisahrakyat.blogspot.co.id/2016/04/cerita-gadis-ambai.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline