Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Bengkulu Bengkulu
5_Batu Amparan Gading
- 20 Mei 2018
Batu Amparan Gading ~ Pada suatu masa, hiduplah seorang raja bernama Raja Muda. Permaisurinya bernama Putri Gani. Mereka dikaruniai oleh Yang Maha Kuasa dua orang anak, laki-laki dan perempuan. Kehidupan rumah tangga mereka sangat bahagia.

Halaman istana mereka sangat luas dan dihiasi taman bunga yang tertata rapi. Di halaman depan terdapat sebuah batu besar yang datar permukaannya, berwarna kuning gading, bernama Batu Amparan Gading.
 

Dikala sore hari, sangat sering Raja Muda beserta Putri Gani dan anak-anaknya duduk bersantai. Mereka bercengkerama di atas Batu Amparan Gading itu.

Nasib malang yang menimpa keluarga Raja Muda tidak dapat ditolak. Istrinya yang tercinta, Putri Gani, sakit, kemudian meninggal dunia. Rasa sedih dan pilu hati Raja Muda semakin mendalam melihat kedua anaknya yang masih kecil. Tiada lagi belaian kasih sayang ibu tercinta.

Hari demi hari berlalu. Raja Muda beristri lagi. Ia menikah dengan seorang putri Raja Hulu Sungai Kedua anaknya telah memiliki ibu kembali, walau ibu tiri. Pada awal pernikahan, istri Raja Muda yang baru sangat baik kepada kedua anak tirinya. Kehadirannya di tengah-tengah keluarga Raja Muda menjadi penghibur bagi kedua anak tirinya.

Akan tetapi, suasana ceria yang dirasakan kedua anak kecil itu tidak berlangsung lama. Segala gerak dan tingkah laku mereka mulai tidak disenangi oleh ibu tiri. Ibu tiri mereka mulai tidak disenangi ibu tiri. Ibu tiri mereka mulai nyinyir dan sering marah kepada mereka. Apa saja yang mereka inginkan dan kepada mereka. Apa saja yang mereka inginkan dan lakukan selalu salah. Lebih menyedihkan lagi bagi mereka jika Raja Muda sedang tidak berada di istana. Mereka sering meminta makan kepada ibu tiri, tetapi tidak dipenuhi. Kalaupun diberi, hanya sedikit sehingga mereka tetap merasa lapar. Kasih sayang seorang ibu yang mereka harapkan tidak dapat gurau di atas Batu Amparan Gading bersama orang tua pun tidak pernah mereka lakukan lagi.

Pada suatu hari, ibu tiri mereka pergi ke luar istana. Ayah mereka pun sudah sejak pagi tidak berada di istana. Kakak-beradik ini belum diberi sarapan oleh ibu tiri. Lalu mereka pergi ke halaman dan bermain-main diatas Batu Amparan Gading. Sejenak bermain, perut mereka terasa amat lapar. Mereka ingin makan, tetapi tidak mungkin sebab semua makanan disimpan ibu tiri di dalam lemari makan.

Untuk sekadar melupakan rasa lapar, sang kakak berkata, "Dik, kau tunggu sebentar di tempat ini, ya. Kakak akan mencoba keluar untuk mencari mainan dan makanan."

Sang adik menjawab,"Baiklah, Kak, Pergilah."

Sambil membawa seruas bumbung, kakaknya pun pergi sendiri. Setelah berjalan sebentar, ia sampai ke tempat orang sedang menumbuk padi. Katanya, "ibu, bolehkah saya meminta melukut (serpihan beras) sedikit untuk makanan ayam saya?"

"Boleh, Nak, Ambillah!" kata ibu itu.

Anak itu mengambil melukut dan memasukkannya ke dalam bumbung yang dibawanya tadi, lalu pergi. Di dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seekor bengkarung. Bengkarung itu ditangkapnya untuk mainan. Setelah itu, terlihat pula bunga dadap berguguran di tanah. Ia pungut bunga itu untuk mainan adiknya. Tidak berapa lama, ia pun sampai kembali di tempat adiknya yang sedang bermain. Mereka berdua kembali bermain bersama dengan asyik.
 
 
Sementara asyik bermain, ibu tiri mereka pulang. Ia mendekati mereka. Terlihat olehnya bekas permainan mereka berserakan di atas Batu Amparan Gading. Timbul kesangsian ibu tiri kepada mereka. Ia melihat remah-remah bekas makanan di antara mainan yang ada di situ. Tampak pula biji puar (sejenis tumbuhan hutan) nasi, disangkanya remah nasi, bunga dadap merah, disangkanya sisik ikan. Tidak ragu lagi di dalam pikirannya, bahwa kedua anak tirinya itu mencuri makanan.

Serta merta kemarahan ibu tiri mereka pun timbul. Ia mencerca kedua anak itu habis-habisan. Bahkan kedua anak itu dipukul sekuat-kuatnya. Walaupun kedua anak tirinya sudah menjerit kesakitan minta dikasihani, ia tidak menghiraukannya. Ia tetap saja memukul mereka sampai puas. Sesudah itu, ia pulang ke istana. Adapun kedua anak tirinya tetap berada di atas Batu Amparan Gading. Badan mereka terasa sakit dan letih. Akhirnya, mereka berdua tertidur nyenyak di situ.

Beberapa saat kemudian, kakaknya terbangun dari tidur. Ingat akan kekejaman perangai ibu tirinya, air matanya kembali meleleh ke pipi sampai memandang adiknya yang masih tertidur nyenyak. Sedih hatinya mengenang nasibnya yang sangat malang itu. Ingin rasanya ia pergi menjauh dari tempat itu, tetapi tidak berdaya, ia hanya berharap agar penderitaannya dapat segera berakhir. Dengan air mata berlinang-linang ia meratap sedih sambil mengucapkan kata-kata.

Entak-entak bumbung seruas, meninggilah batu ampuran gading, mak dan bapak buruk makan, kami hendak pulang ke pintu langit, puar nasi bunga dadap disangka udang, sisik bengkarung disangka ikan, kami dituduh maling makan. 

Dengan kehendak Yang Maha Kuasa, Batu Amparan Gading yang didudukinya itu meninggi. Dengan penuh keheranan dicobanya lagi mengucapkan kata-kata tadi, Batu Amparan Gading pun bertambah tinggi. Lalu, ia pun mengucapkan kata-kata itu berulang-ulang. Setiap diucapkannya, Batu Amparan Gading pun semakin tinggi.

Sementara itu, Raja Muda kembali dari perjalanan. Dengan sangat terkejut bercampur heran, dilihatnya Batu Amparan Gading di halamannya sudah menjadi tinggi. Pada saat itu, batu tersebut sudah jauh lebih tinggi dari puncak bubungan istananya. Bertambah pula keheranannya setelah melihat kedua anak yang sangat disayanginya berada diatas batu itu. Ia sangat cemas dan merasa takut jika anaknya, terjatuh dari tempat setinggi itu. Ia pun segera menabuh kentong, memanggil semua orang yang ada di sekitarnya untuk meminta pertolongan.

Orang banyak segera berdatangan dan berusaha memberikan pertolongan. Ada yang mencoba menghancurkan bagian pangkal batu itu dengan berbagai penokok (pemukul). Ada yang mencoba mendorong batu itu untuk merobohkannya. Ada pula yang berupaya memanjatnya. Akan tetapi, semua usaha  mereka itu gagal dan sia-sia belaka. Batu Amparan Gading tetap berdiri dan semakin tinggi saja. Akhirnya, mereka putus asa dan pasrah sambil menyaksikan Batu Amparan Gading yang semakin tinggi itu.

Raja Muda termenung berdiam diri tenggelam dalam kesedihan yang telah menimpanya berulang-ulang. Terlintas dalam benaknya, kesalahan apakah gerangan cobaan ini. Adapun kedua anaknya tadi semakin tinggi saja keberadaannya, sejalan dengan ungkapan kesedihan yang diucapkan berulang-ulang. Akhirnya, mereka sampai ke pintu langit. Ketika mereka tiba di sana, pintu langit sedang tertutup. Dengan susah payah mereka mencoba membukanya, tetapi tidak bisa. Secara kebetulan, pada saat itu seekor burung garuda lewat di tempat itu. Mereka meminta pertologannya dan memberi upah sebumbung melukut. Burung garuda menyanggupi permintaan mereka itu.

Dengan mencontokkan paruhnya yang besar dan tajam, pintu langit pun terbuka. Kakak-beradik itu langsung melangkah masuk ke langit menuju tempat kediaman yang penuh kedamaian dan ketenteraman yang abadi. Setelah mereka naik ke langit, dengan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa pula, Batu Amparan Gading kembali merendah seperti semula. Tinggalah ayahanda tercinta, Raja Muda, bersama istri mudanya yang durjana, dan Batu Amparan Gading sebagai saksi bisu yang tetap setia menghias halaman istana.

Kesimpulan :
Cerita Batu Amparan Gading ini adalah cerita rakyat yang berkembang di daerah Kabupaten Bengkulu Selatan sejak zaman dahulu. Diceritakan sebagai hiburan bagi anak-anak menjelang tidur di malam hari. Secara ringkas, pesan cerita ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa selalu akan memberikan bantuan kepada hamba-Nya yang tidak berdosa yang sedang teraniaya. 
 
Sumber : Cerita Rakyat Dari Bengkulu oleh H. Syamsuddin dkk.
http://alkisahrakyat.blogspot.co.id/2016/02/batu-amparan-gading.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline