|
|
|
|
3 - Tradisi Mencabik Mayat Tanggal 18 May 2018 oleh Sobat Budaya. |
"Mayat yang tengah digarap itu dicabik-cabik oleh warga menggunakan gigi, ada juga pakai tangan.
Setelah tiba di sungai dekat kuburan, pencabik melepaskan mayat dari joli untuk dipermainkan. Dibawa lari ke sana-sini. Setelah capek, barulah mayat dikremasi," kata I Ketut Darta.
Pria yang menjabat sebagai Kelian Dinas dan Adat Banjar Buruan, Desa Tampaksiring, Gianyar ini, mengatakan, pelaksanaan tradisi tersebut dilakukan setiap ada warga yang menghelat ritual ngaben secara personal.
"Di sini ada sistem ngaben kolektif dan ngaben pribadi. Bisa saja orang yang meninggal itu dikubur. Tapi kan itu juga harus sesuai dengan hari baik. Kalau tidak ada hari baik untuk mengubur mayat, maka harus ngaben langsung atau ngaben pribadi. Saat ngaben pribadi inilah, tradisi ngarap dijalankan,"
Disebut Ketut Darta, tidak ada sastra tertulis yang menjelaskan tentang keberadaan tradisi ini.
Namun, menurut penuturan para tetua di Banjar Buruan, tradisi ini muncul karena pada zaman dahulu sebelum ada formalin, setiap mayat baunya sangat menyengat.
Sampai-sampai warga tidak bisa membawa ke kuburan. Karena keadaan tersebut, muncul ide untuk melupakan bau busuk, krama mengarak sambil mempermainkan mayat itu.
"Agar tidak ngadek (mencium) bau busuk saat mengarak, makanya ngarap (mempermainkan mayat),"
Pria yang sudah menjabat sebagai kelian sejak tahun 2009 ini, mengatakan saat ngarap, warga tidak memandang kasta. Apabila mereka menggunakan sistem ngaben personal untuk upacara Pitra Yadnya, tetap akan diperlakukan sama.
"Tapi kalau pemangku atau sulinggih, kami pergunakan suatu taktik supaya warga tidak ngarap. Taktinya adalah menggelar ritual mekingsan ring gni. Kalau tidak begitu bisa runyam masalahnya," tandasnya.
Warga Luar Tanpa Sadar Bisa Dikeroyok
yang boleh ikut dalam tradisi ngarak ini hanya warga setempat.
Bila ada warga luar yang ikut, akibatnya fatal. Sebab secara tidak sadar, massa akan mengeroyok orang itu.
Tradisi ngarak saat ini sudah sedikit mendingan. Tahun 1980-an, mayat sampai dikeluarkan dari kaputnya.
Untuk mengantisivasi hal itu lagi, pihak keluarga dan prajuru banjar melapisi mayat dengan banyak pembungkus. Di antaranya, tikar, kain, diikat rantai lebar 5 cm, dan dikaput lagi pakai tikar, kain dan diikat lagi menggunakan rantai 3 cm.
"Pengaputan ini juga untuk menghindarkan warga dari penyakit. Siapa tahu sewaktu masih hidup, mayat itu punya penyakit menular,"
Sumber:
http://wiryaagus.blogspot.co.id/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |