Gerebeg atau grebeg mempunyai arti "suara angin". Garebeg merupakan salah satu adat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang untuk pertama kalinya diselenggarakan oleh Sultan Hamengku Buwana I. Upacara kerajaan ini melibatkan seluruh Kraton, segenap aparat kerajaan serta melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Secara formal, garebeg bersifat keagamaan yang dikaitkan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW serta kedua hari raya Islam (Idul Fitri dan Idhul Adha). Garebeg secara politik juga menjabarkan gelar Sultan yang bersifat kemuslimatan ( Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifatullah ). Selama satu tahun terdapat tiga kali upacara garebeg yaitu Garebeg Mulud, Garebeg Besar, dan Garebeg Sawal yang diselenggarakan di kompleks Kraton dan lingkungan sekitarnya, seperti di Alun-alun Utara. Garebeg Mulud diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran ( maulid ) Nabi Muhammad SAW yang jatuh tepat pada tanggal 12 Rabiul awal. Bulan Rab...
Pada zaman dahulu, ada seorang wali yang terkenal sangat sakti, namanya ialah Kanjeng Sunan Kalijaga. Dalam usahanya untuk menyiarkan agama Islam, Kanjeng Sunan Kalijaga senantiasa berkelana ke berbagai tempat di seluruh tanah Jawa. Pada suatu hari, perjalanan Kanjeng Sunan Kalijaga sampai di wilayah Bagelen*. Waktu itu, sebagian besar penduduk Bagelen bermatapencaharian sebagai tukang “nderes” (penyadap aren). Saat Kanjeng Sunan Kalijaga tiba di Bagelen, ia menjumpai seseorang yang akan nderes. Orang itu membawa tabung bambu sebagai wadah legen (nira) yang diikatkan pada punggungnya. Pada saat akan memanjat pohon kelapa, orang itu mengucapkan mantra: “Klonthang-klanthung, wong nderes buntute bumbung” (klontang-klanthung, orang nderes ekornya bumbung). Mendengar itu, bertanyalah Kanjeng Sunan Kalijaga: “Ki sanak, mengapa waktu akan kamu memanjat mengucapkan kalimat itu?” “Yang saya ucapkan itu bukan kalimat sembarangan,&rdquo...
Jenang Suran adalah tradisi menyambut 1 Muharam Tahun Baru Islam yang dilakukan oleh para abdi dalem juru kunci (Kasultanan Ngayogyakarta maupun Kasunanan Surakarta) Makam Raja-raja Mataram di Kotagede. Tradisi ini ada sejak jaman Sultan Agung Hanyokrokusuma. Dalam tradisi ini juru kunci menyiapkan jenang/bubur yang diberi nama jenang panggul untuk dibagi ke warga yang datang/pejiarah. Jenang panggul dibuat dari beras dengan lauk tahu, tempe, sayuran, dan “dele irengkedelai hitam. Adapun jenang pangul sendiri bermakna memanggul yang diartikan bahwa abdi dalem dan masyarakat yang datang bisa kuat memanggul beban hidup di tahun yang baru. Dele/kedelai bermakna (Bahasa Jawa) yaitu putus dan ireng diartikan segala yang tidak baik. “Dele ireng diartikan sebagai terputusnya segala yang tidak baik. Tradisi ini diawali dengan pembacaan shalawat Nabi diiringi oleh kesenian hadroh dilanjutkan dengan doa dan zikir di depan gapura Makam Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Kh...