×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Kirab Budaya

Elemen Budaya

Seni Pertunjukan

Provinsi

Jawa Tengah

Asal Daerah

Losari, Brebes

Kirab Budaya Pangeran Angkawijaya (Panembahan Losari)

Tanggal 05 Aug 2018 oleh OSKM18_16618002_Riska Yuni Pratiwi.

Kini, wilayah Losari yang terletak di antara Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan bahwa pengaruh Islam dari Cirebon juga kental mewarnai dan mempengaruhi penyebaran Islam di Kabupaten Brebes. Hal ini terbukti lewat jejak sejarah Kompleks Makam Pulosaren di Desa Losari Lor, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes. Gerbang kompleks makam ini menggunakan arsitektur khas Keraton Cirebon. Di dalam kompleks makam ini juga terdapat kuburan tokoh penyebar Islam di Losari, Pangeran Angkawijaya atau Panembahan Losari. Masyarakat sekitar menyebutnya Mbah Pulosaren.

Berdasarkan serat keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, Panembahan Losari, atau Pangeran Angkawijaya yang makamnya berada di pemakaman Desa Losari Lor, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes merupakan cucu salah seorang Wali Songo, yakni Syarif Hidayatullah atau dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Panembahan Losari adalah anak dari perkawinan pasangan Pangeran Pasarean atau Pangeran Mas Muhamad Arifin bin Syeikh Syarif Hidayatullah atau Pangeran Nata Ing Suwarga ( Cirebon ) dengan anak keturunan Raja Demak, Ratu Nyawa binti Raden Fatah Amiril Mukminin Alamul Akbar (Ratu Ayu Wulan).

Jejak dakwah yang dilakukan oleh Pangeran Angkawijaya menurut catatan sejarah dilakukan pada abad ke-16. Karakter kuat yang dimiliki Pangeran Angkawjiaya dalam upaya menyebarluaskan agama Islam diwarisi dari kakeknya sendiri, yaitu Sunan Gunung Jati.

Seperti diceritakan dalam Babad Tanah Losari – yang diambil dari Kisah Babad Tanah Cirebon ( Kitab Purwaka Caruban ) menyebutkan, Pangeran Angkawijaya menepi dari kehidupan Keraton karena tidak ingin terkurung dengan sistem kehidupan Kerajaan yang serba gemerlap. Selain itu juga penyingkiran dari istana kasultanan karena adanya konflik Internal. Saat itu Panembahan Ratu yang termasuk kakak Angkawijaya hendak menikahi putri dari Raja Pajang yakni Nyai Mas Gamblok. Secara harfiah, Nyai Mas Gamblok lebih menyukai Panembahan Losari (Angkawijaya), namun karena urutan usia, Panembahan Ratu yang lebih tua menyatakan berhak mengawini Nyai Mas Gamblok. Daripada hal yang tidak dinginkan terjadi, pangeran Panembahan Losari ( Angkawijaya) lalu pergi ke arah Timur dari tanah Cirebon hingga menetap di daerah pedukuhan pinggir sungai Cisanggarung sembari menyebarkan ajaran Islam.

Panembahan Losari, diyakini selain sebagai ahli agama, juga mempunyai keahlian lain di bidang seni. Konon motif batik corak Mega Mendung dan corak Gringsing adalah hasil dari buah kreasinya. Hasil kreasi lainnya menciptakan Kereta Kencana yang diberi nama "Paksi Naga Liman" yang kini tersimpan di Kasultanan Kasepuhan Cirebon. Selain itu dia diyakini juga merupkan pencipta kesenian fenomenal asal Losari yakni Tari Topeng yang biasa dipentaskan oleh (Almh) Nyai Sawitri, Maestro Tari Topeng Losari Cirebon.

”Pangeran Angkawijaya merupakan keturunan kasunan Cirebon, yang menyingkir ke Desa Losari dengan tujuan mengembangkan bakat-nya dibidang kreasi kesenian.” ujar Umarno, Ketua sekertariat Makam Panembahan Losari memberikan prolog saat membuka acara GOTRASAWALA 2014.

”Pangeran Angkawijaya ke daerah Losari dan menjadi seorang Asksetis (bertapa dalam sunyi) meninggalakan gemerlapnya dunia Keraton Cirebon, hingga meninggalnya.” ujar Sejarahwan Brebes, Widjanarto S.Pd., yang juga Kasi Kebudayaan di Dinas Pariwisata Kabupaten Brebes.

Kepergian Angkawijaya dari Keraton Cirebon karena di picu konflik Internal Keraton yang juga menimpa Keraton-keraton lain di Jawa. Jadi hal ini wajar. Namun oleh, Panembahan Losari ( Angkawijaya ) dirinya lebih mengalah untuk pergi mencari jatidiri menjauhi kehidupan Keraton, tambah Widjanarto.

Pangeran Angkawijaya tercatat meninggal pada tahun 1580 dan dimakamkan di desa Losari Lor, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes. Desa di sekitar makam itu akhirnya diberi nama Losari, diambil dari kata pulo yang berarti “tanah” dan sarean yang berarti “tidur”, atau dapat dijabarkan sebagai tempat terakhir Pangeran Angkawijaya tidur (wafat).

Setiap tahun, di Makam Pulosaren diselenggarakan kegiatan Haul Pangeran Angkawijaya yang melibatkan Pemerintah Kabupaten Brebes, pihak Keraton Kasepuhan Cirebon, dan ribuan masyarakat dengan mendatangkan kereta kencana “Paksi Naga Liman” karya Pangeran Angkawijaya, kendaraan khas yang dahulu digunakan oleh pihak kerajaan ini sengaja didatangkan langsung oleh Keraton Kasepuhan Cirebon untuk digunakan dalam acara Kirab Panembahan Losari. Ada juga Kreasi Kuda Lumping, Tari Topeng Losari, Pameran Keris Pusaka peninggalan Pangeran Angkawijaya, serta Museum mini tentang sejarah  Losari dan Cirebon. Kirab ini biasanya diselenggarakan pada bulan Agustus tiap tahun.

Makam Pangeran Angkawijaya juga selalu ramai peziarah terutama ketika penyelenggaraan haul terus diperkuat oleh para pemangku kebijakan dengan tujuan agar masyarakat tidak lupa dengan akar sejarahnya, terutama sejarah penyebaran Islam di Losari yang dinilai menjadi titik sentral meluasnya Islam di seluruh Kabupaten Brebes. Makam Pulosaren sendiri menunjukkan bahwa pengaruh Islam dan karakter Kerajaan Cirebon cukup kuat.

Rute kirab kereta kencana yakni dari tempat Pesarehan atau Makam Angkawijaya Desa Losari Lor, ke arah selatan jalan Pantura dan berbelok ke Utara desa Kecipir dan pulang kembali ke Dalem Pesarehan (Alun - alun ) Makam Panembahan Losari.

Dari terminal Losari makam Pangeran Angka Wijaya ini bisa ditempuh dengan naik ojek atau berjalan kaki. Makam ini terbilang bersih dan terawat sehingga membuat nyaman para peziarah yang datang. Tempat menginap dan wc untuk para tamu juga tersedia sehingga bagi peziarah bisa menginap jika menghendakinya.

 

Bagian Luar Makam Pangeran Angkawijaya
Bagian dalam makam, tempat para peziarah berdoa.
Bupati Brebes, Idza Priyanti S.E., menaiki kereta Paksi Naga Liman

DISKUSI


TERBARU


ANALISIS FENOME...

Oleh Keishashanie | 21 Apr 2024.
Keagamaan

Agama Hindu Kaharingan yang muncul di kalangan suku Dayak sejak tahun 1980. Agama ini merupakan perpaduan antara agama Hindu dan kepercayaan lokal su...

Kue Pilin atau...

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
Kue Tradisional

Kue pilin atau disebut juga kue bapilin ini adalah kue kering khas Sumatera Barat.Seperti namanya kue tradisional ini berbentuk pilinan atau tamb...

Bika Panggang

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
kue tradisional

Bika Panggang atau bisa juga disebut Bika bakar merupakan salah satu kue tradisional daerah Sumatera Barat. Kue Bika ini sangat berbeda dengan Bika...

Ketipung ngroto

Oleh Levyy_pembanteng | 19 Apr 2024.
Alat musik/panjak bantengan

Ketipung Ngroto*** Adalah alat musik seperti kendang namun dimainkan oleh dua orang.Dalam satu set ketipung ngroto terdapat 2 ketipung lanang dan we...

Rek Ayo Rek

Oleh Annisatyas | 19 Apr 2024.
Seni

Lagu Rek Ayo Rek adalah salah satu lagu asli Surabaya. Lagu ini diciptakan dengan bahasa khas "Suroboyo-an" oleh Is Haryanto. Rek Ayo Rek j...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...