×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Upacara Adat

Provinsi

Jawa Barat

Arak arakan & Mamanukan

Tanggal 26 Nov 2018 oleh Deni Andrian.

Arak-arakan, adalah kesenian khas masyarakat Subang tak terkecuali juga dengan warga Desa Muara Kecamatan Blanakan. Saat menyambut prosesi sunatan atau khitanan, masyarakat biasa menggelar kesenian tradisional arak-arakan atau Mamanukan. Mamanukan adalah kesenian yang berkembang pesat di pesisir utara Jawa Barat dari Cirebon hingga Karawang. Seni arak-arakan atau Mamanukan ini mengadopsi kesenian Sisingaan yang merupakan seni tradisi khas Subang.

Budaya. Desa Muara, adalah sebuah desa di daerah pesisir utara Subang yang masuk dalam wilayah Kecamatan Blanakan. Sebagai sebuah desa yang mayoritas masyarakatnya berbahasa Jawa, desa ini juga memiliki banyak persamaan budaya dengan daerah lain di pesisir utara Jawa Barat seperti Cirebon dan Indramayu. Kesamaan tersebut terlihat saat warga menyambut prosesi sunatan dengan menggelar arak-arakan atau Mamanukan.

 
Arak-arakan Mamanukan adalah sebuah kesenian yang dikembangkan dari seni tradisi Sisingaan khas Subang. Jika kesenian Sisingaan menggunakan tandu dalam bentuk (hewan) singa yang kemudian ditunggangi penganten sunat, maka Mamanukan menggunakan bentuk hewan burung yang dipadukan dengan hewan lain seperti gajah, naga, dinosurus bahkan hingga Buroq.
 
Seni Mamanukan sendiri berkembang pesat di daerah Pantura Subang hingga Indramayu, Cirebon dan Karawang. Tak lagi menggunakan kesenian tradisional jaipong atau kendang pencak sebagai musik pengiringnya, arak-arakan Mamanukan ini akan diiringi oleh musik khas Pantura atau Cirebonan. Musik Pantura adalah seni musik yang berasal dari seni Tarling namun dirubah menjadi lebih menghentak.
 
Sehari atau dua hari sebelum menggelar walimatul khitan, masyarakat di Pantura Subang khususnya di Desa Muara Blanakan biasanya akan menggelar pertunjukan Mamanukan. Anak-anak baik berjenis kelamin pria ataupun wanita sebagai calon penganten sunat akan diarak berkeliling kampung menggunakan arak-arakan Mamanukan.

Selain Mamanukan, warga desa Muara juga sering mendatangkan kuda renggong yang menurut warga setempat disebut Jaran Urip. Saat arak-arakan berlangsung, beberapa ekor kuda akan berjejer dan turut membaur bersama Mamanukan atau Citot.

Arak-arakan juga akan bertambah meriah karena akan ada beberapa orang yang menari-nari mengenakan kebaya dan kain dengan memakai topeng yang bentuknya sedikit miring atau menyon. Anak-anak dan warga setempat menyebutnya Kedok Menyon. Saat arak-arakan berlangsung, Kedok Menyon akan berjoget di bagian belakang dan sengaja sedikit tertinggal dari rombongan agar bisa mencuri perhatian dan menghibur warga.
 
Selain arak-arakan atau Mamanukan, warga Desa Muara juga biasanya akan menggelar hiburan berupa organ tunggal, tarling, sandiwara dan sesekali wayang kulit saat Hari H prosesi walimatul khitan berlangsung. Menurut pengakuan beberapa warga, mayoritas anak-anak di desa Muara tak mau dikhitan atau disunat jika tak naik arak-arakan atau menurut warga setempat disebut Citot.
 
Belakangan, arak-arakan Mamanukan menjadi sebuah fenomena unik karena mampu menggeser Sisingaan sebagai budaya asli masyarakat Subang. Di kawasan Pantura Subang, Mamanukan lebih sering tampil karena konon lebih meriah dan lebih disukai oleh anak-anak daripada Sisingaan. 
 
Tak hanya masyarakat di Pantura Subang, belakangan arak-arakan 'jenis baru' ini juga mulai digemari dan merambah ke wilayah tengah dan selatan Subang yang memiliki perbedaan dalam kultur budaya dan bahasa. Menurut beberapa kalangan, hal tersebut sangat mungkin terjadi karena arak-arakan jenis baru ini lebih meriah dan sangat digemari anak-anak.
Secara budaya, kesenian jenis baru yang lahir karena adanya percampuran atau asimilasi budaya ini tak lagi memiliki atau mewakili entitas seni masyarakat Subang. Kesenian jenis ini adalah kesenian modern berorientasi komersil yang mengadopsi budaya Sisingaan sebagai budaya asli Subang.
 
Sumber: http://www.dotgo.id/2018/05/arak-arakan-dan-mamanukan-budaya.html
#SBJ

DISKUSI


TERBARU


Ogoh-Ogoh, Dari...

Oleh Dodik0707 | 28 Feb 2024.
tradisi

Ogoh-Ogoh, Dari Filosofi Hingga Eksistensinya Malang - Jelang Hari Raya Nyepi, warga Dusun Jengglong, Desa Sukodadi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Mal...

Na Nialhotan (D...

Oleh Batakologi | 06 Feb 2024.
Makanan

Dali Nihorbo atau di Pulau Samosir disebut dengan Na Nialhotan. Dibuat dari susu kerbau yang dimasak dengan garam dan bahan pengental. Ada 3 pilihan...

Pulurpulur

Oleh Batakologi | 06 Feb 2024.
Makanan

Pulurpulur Resep khas Simalungun yang bentuknya seperti bola dan disiram saus. Isinya terbuat dari cincang jantung pisang, daun bawang, bawang Batak,...

Itak Sipitu Bar...

Oleh Batakologi | 06 Feb 2024.
Makanan

Menurut Narasumber kami, Ibu Hotni br. Simbolon pada acara MERAYAKAN GASTRONOMI INDONESIA di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, tanggal 03 Februari 2024,...

Dengke Na Nisor...

Oleh Batakologi | 06 Feb 2024.
Makanan

Dari sumber yang kami dapat melalui Abang Sepwan Sinaga sebagai Pegiat Budaya Batak Toba, Dengke Na Nisorbuk memiliki citarasa yang dominan pedas. Du...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...