×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Sejarah

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Nusa Tenggara Timur

Asal Daerah

Ende, Flores

Asal Usul Nama Kota Ende

Tanggal 03 Nov 2017 oleh Novan .

Kota Ende di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia yang dikenal saat ini memiliki rekam jejak dan sejarah yang panjang. Dalam buku sejarah Kota Ende yang ditulis F.X Soenaryo, dkk di halaman 29 menyebutkan bahwa kata Ende diperkirakan berasal dari kata cindai. Dalam kamus disebutkan cindai adalah nama kain sutera yang berbunga-bunga. Pendapat lain mengatakan kemungkinan Ende berasal dari kata Cinde, yaitu nama sejenis ular sawa. Sawa adalah ular yang agak besar (pyton) di antaranya Sawa Rendem, Sawa Batu dan Sawa Cindai. Jadi ular Sawa Cindai ialah ular yang kulitnya berbunga bunga seperti warna cndai.

Menurut cerita yang ada di daerah Kota Jogo, Kinde dan Wewa Ria yaitu wilayah Mautenda di sana banyak ular sawa yang disebut Sawa Lero atau Python reticulatus. Ular ini disamakan dengan Sawa Cindai. Jadi pada awalnya penduduk setempat hanya mengenal Sawa Lero, kemudian orang-orang Melayu dan pendatang dari Goa, Makassar, Bajo, Bima menyebut Sawa Cindai sesuai dengan nama yang mereka kenal di daerah asalnya.

Lama kelamaan penduduk juga menyebut Sawo Lero itu Sawa Cindai. Berdasarkan cerita lisan dikatakan bahwa di masa lampau disebutkan ada ular ajaib di Gunung Meja atau Gunung Pui dan di Nusa Cilik yaitu Nusa Songo di Nusa Eru Mbinge. Di sekitar Kaburia, nama tempat, nama Ciendeh, Cinde, Kinde, dan Sinde seperti : Pulau Ciendeh, Tanjung Ciendeh dan Pelabuhan Ciende (Schetskaart van de Onderafdeeling Endeh,1918)

Selanjutnya nama tersebut di atas digunakan untuk nama kota, teluk dan Nusa Ende yang pada awalnya disebut Endeh, kemudian menjadi Ende. Hingga kini belum dapat dipastikan kebenarannya apakah nama Endeh, Ende itu berhubungan dengan nama Sawa Cindai. Tentu disebabkan adanya banyak perubahan dalam ucapan. Jadi nama nama Cendau, Cindau, Sandau, Ciendeh, Cinde, Kinde, Sinde, Endeh dan Ende adalah nama yang setingkat, dilihat dari nama yang beretimologi sama yaitu dari istilah Cindai atau Sawa Cindai.

Guna meneliti perkembangan cara penulisan nama Ende, telah dikemukakan dalam beberapa tulisan, Van Suchtelen yang menulis nama nama yang berkualitas dengan Ende sebagai berikut . Teluk dan Nusa cilik dekat Kota Jogo dan Mbotu Nita, ditulis dengan ejakan Ciendeh. Teluknya ditulis sebagai Teluk Ciendeh dan Nusa Cilik itu dikenal menjadi Ciendeh. Tulisan dan nama ini digunakan untuk nama tempat tempat di pantai utara. Sedangkan nama nama di pantai selatan yaitu Tanjung, Teluk, Nusa dan Kota, disebut Endeh. Nama Tanjung menjadi Tanjung Endeh, Teluk Endeh, Kota Endeh dan Nusa Eru Mbingu menjadi Nusa Endeh.

Apabila dibandingkan cara penulisan nama nama tempat di Utara dan di Selatan oleh penulis tersebut, ternyata memiliki perbedaan yang relatif kecil atau sama yaitu Ciendeh dan Endeh, sedangkan latar belakang nama itu sama yaitu cindai dalam pengertian Sawa Cindai. Ini berarti sama sama berlatar belakang ular sakti (Orinbao, 1969 : 160).

Penulis E.F Kleian seorang Civiel Gezaghebber dari Pulau Solor menulis nama Nusa Eru Mbinge itu menjadi Nusa Endeh, sedangkan nama teluk dekat Kota Jogo ditulis dengan ejakan Cinde (Kleian, 1875: 529 532). Ini berarti huruf h pada kata Ciendeh dan Endeh mulai dihilangkan. Walaupun demikian nama Endeh untuk tulisan Nusa Endeh masih tetap dipertahankan.

Penulis lainnya, C.C.FM. Leroux, menulis nama Ende dengan ejaan yang bermacam-macam sesuai dengan ejaaan yang ada pada sumber yang digunakan. Beberapa tulisan itu antara lain Endeh, Ende, Ynde,Inde, sehingga agak sulit untuk menghubungkan dengan istilah Sawa Cindai. Dilihat dari istilah Endeh masih dapat dihubungkan dengan istilah Ciendeh, sehingga melalui istilah Ciendeh semua istilah yang disampaikan Lerroux dapat dikembalikan pada etimologi yang sama ialah istilah (Sawa) Cindai yang berkaitan dengan ular raksasa (Orinbao, 1969 : 160).

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Pua Mochsen yang mengatakan kata Ende berasal dari kata Ciendeh yang ada hubungannya dengan kata Cindai dan Cinde yaitu nama kain adat yang terbuat dari sutera yang biasa dipakai oleh penduduk dalam upacara upacara adat. Cindai atau Cinde ini menjadi barang dagangan yang berasal dari India. Dengan demikian diperkirakan Ende berasal dari Cinde dan Cindai yang kemudian berubah menjadi Ciande dan Ciendeh, dan dalam perkembangannya menjadi Ende atau Endeh (Mochsen, 1984: 1).

Dengan adanya hubungan etimologik bagi nama Kota Ende dan Pulau Ende yang disinyalir dari istilah Sawa Cindai, maka dapat diketahui bahwa dalam perjalanan waktu nama Kota Ende dan Nusa Ende telah mengalami penggantian sebutan. Tulisan dan ucapan nama kota dan Nusa Ende sekarang biasa tanpa huruf h, akan tetapi dalam tulisan dan ucapan terjemahan kata Ende dalam ejakan latin masih biasa ditulis dengan huruf h menjadi Endeh.

Sejak masa Portugis penyebutan nama Ende memang tidak konsisten dan ditulis sesuai kemampuan yang mendengar dan sumber yang digunakan sehingga nama Ende kadang kadang ditulis Ende. Orang orang Portugis memberikan nama juga semaunya. Pigafetta menamai Nusa Gede ini Zolot sedangkan nama Zolot yang sebenarnya adalah Nusa Cilik di sebelah timur, itu telah disebutkan dalam Kakawin Negara Kertagama dari Zaman Kerajaan Majapahit seperti telah diuraikan di atas. Pada masa kekuasaan Portugis Nusa Gede disebut Ilha de Larantuca yang diartikan sebagai Nusa Larantuka. Selanjutnya dari pusat pertahanan Portugis di Nusa Cilik Ende, Nusa Gede dinamai Endeh Ilha Grande yang artinya Nusa Gede.

Terlepas dari asal nama Ende yang sampai sekarang belum dapat dipastikan, nama Ende sudah cukup lama dikenal oleh dunia internasional. Hal ini dapat dilihat dalam majalah Belanda BKI jilid ketiga yang terbit tahun 1854, halaman 250 nama Ende sudah disebutkan dengan jelas. Salah satu artikelnya berupa laporan tertulis Predicant (pendeta) Justus Heurnius yang menceritakan keadaan daerah Ende pada masa awal perkembangan agama Kristen dan tentang keadaan di Bali tahun 1638.

Setelah masa penjajahan Belanda Nama Ende yang sering juga ditulis Endeh dikenal sebagai ibukota Afdeeling Flores dan sekaligus ibukota Ondeerafdeeling Ende. Sejak itu nama Ende atau Endeh selalu digunakan dalam buku buku untuk sekolah sekolah Bumi Putera dalam Karesidenan Timor seperti Kitab Pengetahoean dari hal Residen Timoer dan daerah takoeknja karangan Arn. J.H. Van Der Velden yang diterbitkan pada tahun 1914.

Van Suchtelen dalam bukunya berjudul Endeh yang terbit tahun 1921 juga menulis pada tahun 1560 seorang Pater Dominican dari Portugis yaitu Pater Taveira telah membaptis orang orang di Timor dan Endeh sebanyak 5.000 orang lebih. Pada tahun 1570 disebutkan ada bajak laut dari Jawa yang membajak dan membunuh di Pulau Endeh (Suchtelen, 1921:1). Orang orang Kristen mengungsi dan dikumpulkan Pater Simon Pacheo yang mendirikan benteng Fortolessa de Ende Minor di Pulau Ende untuk melindungi para misionaris Dominican dari Solor.

Dengan adanya beberapa tulisan yang menyebutkan nama Ende seperti itu di atas dapat disimpulkan nama Ende sekurang kurangnya sudah sejak tahun 1560 dikenal dan digunakan sampai sekarang.

 

Sumber:

http://kupang.tribunnews.com/2015/07/27/inilah-asal-usul-nama-kota-ende

DISKUSI


TERBARU


ANALISIS FENOME...

Oleh Keishashanie | 21 Apr 2024.
Keagamaan

Agama Hindu Kaharingan yang muncul di kalangan suku Dayak sejak tahun 1980. Agama ini merupakan perpaduan antara agama Hindu dan kepercayaan lokal su...

Kue Pilin atau...

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
Kue Tradisional

Kue pilin atau disebut juga kue bapilin ini adalah kue kering khas Sumatera Barat.Seperti namanya kue tradisional ini berbentuk pilinan atau tamb...

Bika Panggang

Oleh Upikgadangdirantau | 20 Apr 2024.
kue tradisional

Bika Panggang atau bisa juga disebut Bika bakar merupakan salah satu kue tradisional daerah Sumatera Barat. Kue Bika ini sangat berbeda dengan Bika...

Ketipung ngroto

Oleh Levyy_pembanteng | 19 Apr 2024.
Alat musik/panjak bantengan

Ketipung Ngroto*** Adalah alat musik seperti kendang namun dimainkan oleh dua orang.Dalam satu set ketipung ngroto terdapat 2 ketipung lanang dan we...

Rek Ayo Rek

Oleh Annisatyas | 19 Apr 2024.
Seni

Lagu Rek Ayo Rek adalah salah satu lagu asli Surabaya. Lagu ini diciptakan dengan bahasa khas "Suroboyo-an" oleh Is Haryanto. Rek Ayo Rek j...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...